RESENSI J-MOVIE: ICHI

Legenda samurai Jepang sepertinya tidak pernah sepi untuk diceritakan. Sukses Akira Kurosawa dengan Shichinin no Samurai (Seven Samurai, 1954) banyak diikuti oleh film bergenre serupa. Salah satunya yang fenomenal adalah Zatoichi yang dibuat dalam 26 film berbeda yang diproduksi antara tahun 1962 sampai 1989. Versi remake Zatoichi dibuat kembali tahun 2003 dibawah arahan sutradara veteran Takeshi Kitano.

Tahun 2008 sang samurai buta Zatoichi kembali ke layar lebar. Namun kali ini hadir dengan format berbeda karena si cantik Haruka Ayase yang mengisi peran utamanya. Film bergenre drama aksi ini disutradarai oleh Fumihiko Sori dan masih berdasarkan novel asli Zatoichi. Dengan dukungan cerita yang apik dan koreografi khas ala samurai, membuat film ini masuk daftar wajib ditonton.





SINOPSIS

Siapa sebenarnya Ichi? Dia adalah seorang gadis yatim piatu yang tengah mencari gurunya yaitu Zatoichi. Jauh sebelumnya, Ichi terlahir dalam keadaan buta dan ditolong oleh seorang samurai buta legendaris bernama Zatoichi. Oleh Zatoichi dia dititipkan di sebuah kelompok Goze (perkumpulan pemain shamisen yang seluruh anggotanya wanita). Tanpa sepengetahuan anggota Goze lainnya, Zatoichi diam-diam selalu mendatangi Ichi untuk mengajarinya ilmu pedang.

Seiring berjalannya tahun, Ichi tumbuh dewasa menjadi seorang wanita yang cantik sekaligus pandai bermain shamisen. Suatu hari setelah sebuah pementasan, Ichi diperkosa oleh anak pemimpin kelompok Goze yang terpikat oleh kecantikannya. Dalam dunia Goze, anggota wanita dilarang keras untuk tidur dengan pria lain apalagi sampai menikah. Mereka yang melanggar aturan itu akan diusir dari perkumpulan.


Ichi lalu mendatangi laki-laki yang telah memperkosanya. Dia meminta laki-laki itu berbicara pada pemimpin Goze, agar dengan begitu Ichi dapat diterima kembali di kelompoknya. Bukannya menuruti, laki-laki itu justru mengejek dan berusaha kembali menyerangnya. Ichi mencabut pedangnya yang selama ini tersembunyi dalam tongkatnya dan membunuh pria itu. Karena mustahil kembali ke perkumpulan, Ichi berkelana dari satu kota ke kota lain dengan temannya dari Goze yang sebelumnya dikeluarkan karena bekerja sebagai pelacur.

Di sebuah perjalanan Ichi dan temannya diganggu oleh segerombolan perampok paling ditakuti yaitu Banki-to. Tidak sengaja ada laki-laki samurai bernama Toma Fujihira yang melihat kejadian itu. Meski seorang samurai, Toma adalah penakut. Mencabut pedangpun dia tidak mampu. Karena itu untuk menolong Ichi dan temannya dia memberikan uangnya pada perampok itu. Tapi para perampok itu tetap saja menyerang Ichi. Akhirnya Ichi sendirilah yang menghabisi mereka. Setelah itu Ichi berpisah dengan temannya demi mencari Zatoichi bersama Toma yang ingin mengikutinya.

Suatu ketika Toma dan Ichi tiba di kota kecil Bito. Disana mereka mendapatkan teman baru yaitu seorang anak bernama Kotaro yang tinggal bersama ayahnya yang pemabuk. Kota Bito dikuasai oleh Toraji yang merupakan anak dari kelompok mafia bernama Shirakawa. Kota tersebut tidak aman karena sering diganggu kelompok Banki-to. Baru saja Ichi dan Toma masuk kesana sudah diganggu lima anggota Banki-to. Tapi semuanya berhasil dibunuh oleh Ichi.


Toraji yang datang melihat kejadian itu mengira Toma-lah yang menghabisi mereka. Dia lalu menawari Toma agar mau menjadi pengawal pribadinya. Mendengar upahnya yang besar, Tomapun bersedia. Sedangkan Ichi diingatkan oleh Kotaro dan ayahnya agar ingat tujuan semula untuk mencari Zatoichi.     

Suatu ketika Ichi dan Toma berselisih paham. Toma tidak mengerti sikap Ichi yang tidak mau bekerja pada Toraji dan menolong penduduk dari ancaman Banki-to. Merasa jengkel, Toma menantang Ichi dalam duel pedang. Agar tidak berbahaya, mereka memakai pedang kayu. Diluar dugaan Toma ternyata mampu mengalahkan Ichi. Toma sebenarnya memang samurai hebat, namun di masa lalu dia membuat ibunya buta. Hal itu membuatnya terus merasa bersalah.

Sementara itu Toraji merasa aman dengan adanya Toma. Dia lalu menggelar pertunjukan untuk menyenangkan rakyatnya. Tiba-tiba gerombolan Banki-to datang dan mengacaukan acara itu. Mereka ingin menuntut balas atas kematian beberapa anggotanya. Toma berusaha menghadapinya, tapi karena masih trauma dengan pedang, dia dipukul sampai pingsan.

Toma kemudian dibawa ke markas Banki-to. Ichi datang kesana dan mengaku bahwa dialah yang sebenarnya membunuh anggota Banki-to tempo hari. Mulanya mereka tidak percaya karena melihat Ichi hanyalah wanita buta. Tapi setelah Ichi menunjukkan kehebatannya, barulah mereka yakin. Ichi kemudian dibawa ke markas Banki-to untuk bertemu dengan pemimpin mereka, yaitu Banki. Disana Ichi berduel dengan Banki, namun terluka dan kalah. Sebelum melemparkannya ke penjara, Banki mengaku dialah yang telah membunuh orang tua Ichi.


Nasib Toma tidak lebih baik. Dia dipukuli oleh anggota Shirakawa karena dianggap telah menipu. Tapi Toraji mengatakan jika Toma masih dibutuhkan untuk mengalahkan Banki-to. Toma kemudian bertemu kembali dengan Kotaro dan ayahnya. Mereka lalu menyusup ke gunung dan berhasil membebaskan Ichi. Melihat tawanannya lolos, Banki marah besar dan akan menyerang kota Bito. Para penduduk tidak gentar. Dengan pedang di tangan mereka siap mempertahankan diri.

Ichi yang masih memulihkan lukanya mengaku mencari Zatoichi untuk menemuinya yang terakhir kali sebelum melakukan bunuh diri. Untungnya Toma berhasil meyakinkan Ichi untuk mengurungkan niatnya itu. Ketika Ichi sedang tidur, diam-diam Toma meninggalkannya dan menuju ke Shirakawa untuk bertarung dengan gerombolan Banki-to. Ketika terbangun, Kotaro menceritakan apa yang terjadi

Jumlah kawanan Banki-to dua kali lipat lebih banyak dari Shirakawa. Korban berjatuhan di kedua pihak hingga tersisa beberapa orang saja. Untuk menentukan pemenang, maka kedua pemimpin harus berduel. Toma masih saja takut mencabut pedangnya. Ketika Banki memintanya maju untuk duel, Toma bersedia demi menggantikan Toraji. Dia berhasil mengatasi rasa takutnya dan membuktikan diri sebagai samurai yang hebat.


Toma dan Banki ternyata sama tangguhnya. Mereka berdua akhirnya roboh setelah sama-sama tertusuk pedang lawan. Ichi yang datang terlambat menemukan Toma sudah terluka parah. Sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, Toma berpesan agar Ichi tidak kehilangan harapan. 

Sementara itu Banki berusaha bangkit dan menyerang kembali. Ichi mencabut pedangnya dan memberikan satu serangan terakhir. Sang pemimpin perampok akhirnya tewas dan Ichipun berhasil membalas kematian orang tuanya. Merasa ketakutan, anggota Banki-to yang tersisa kemudian melarikan diri.

Kini kota Bito telah aman. Toraji membangun kembali kota dan meneruskan posisi sebagai kepala Yakuza. Sementara itu Ichi memainkan lagu kesukaan Toma untuk terakhir kalinya. Bersama-sama dengan Kotaro, mereka menguburkan jasad Toma. Ichi berniat melanjutkan perjalanannya mencari Zatoichi. Sebelum berpisah dia memberikan lonceng kecil pada Kotaro sebagai tanda mata dan berkata jika Kotaro akan baik-baik saja. Merekapun kemudian berpisah. 


IMPRESI AKHIR

Sebagai film yang menampilkan Zatoichi versi wanita, Ichi tampil memuaskan baik untuk laga dan alur ceritanya. Pertarungan dalam film berlangsung cepat dan minim efek. Film ini memberikan pelajaran betapa pentingnya sikap all-out atau berusaha yang terbaik. Ragu-ragu atau takut (diwakili oleh Toma) dan putus asa (ditunjukkan oleh Ichi) tidak akan membawa perubahan yang lebih baik. Sebaliknya, justru akan membawa kerugian dengan jatuhnya korban yang tidak bersalah.

Sudah bosan dengan genre komedi atau romance? Ichi bisa menjadi alternatif yang bagus. Filmnya boleh jadi sudah agak lama, tapi bukan berarti tidak menarik, khan? So, selamat menonton (Indoshotokan)  

KARATE BAGI SEMUA ORANG

Salah satu kelebihan yang menonjol dari karate adalah dapat dilakukan oleh siapapun, tua, muda, kuat, lemah, laki-laki atau perempuan. Lebih jauh, seseorang bahkan tidak perlu lawan untuk tujuan berlatih. Seiring dengan meningkatnya proses belajar, tentu saja, seorang lawan dibutuhkan untuk berlatih tanding (kumite) dan bertanding bebas (jiyu kumite). Tapi lawan yang sebenarnya untuk permulaan tidaklah diperlukan.

Hal yang sama berlaku untuk pakaian/kostum khusus. Bahkan sebuah dojo sebenarnya tidak dibutuhkan. Seseorang dapat berlatih di halaman rumahnya. Tentu saja, mereka yang bertujuan menguasai bermacam-macam kata harus melakukannya di dojo yang sesuai. Tapi bagi mereka yang ingin tetap sehat, melatih pikiran dan jiwanya, maka berlatih karate sendiri adalah sudah cukup.
   
Karena beragam alasan inilah, maka kita hari ini dapat melihat lebih banyak wanita berlatih karate daripada sebelumnya. Kupikir ini sama-sama menguntungkan baik untuk para wanita dan karate-do itu sendiri. Tapi jika ada mahasiswi yang berlatih karate menyembunyikannya (admin: dari masyarakat), kupikir kita yang bertanggung jawab atas pemberitaan itu juga mesti bertanggung jawab atas gagasan bahwa karate hanya boleh dikerjakan kaum pria.

Tetapi walau masyarakat berpikir buruk tentang wanita yang memilih belajar karate, para wanita itu sendiri – seperti halnya pria – menemukan karate sebagai hal yang menarik. Menurutku ada satu sebabnya, yaitu karate mempunyai gerakan yang anggun, tapi tidak seperti yang digunakan dalam berbagai tarian.

Di televisi sekarang kita bisa melihat apa yang disebut sebagai “senam kecantikan” untuk wanita. Dan menyaksikan acara itu, aku sempat berpikir betapa efektifnya kata karate kita untuk tujuan itu. Apalagi sejak gerakan kata bisa dikerjakan dimana saja.

Sering aku ditanya, apakah seorang wanita yang belajar karate tidak akan mendominasi suaminya setelah menikah. Kenyataannya justru sebaliknya. Aku akan mengatakan bahwa seorang istri yang sudah terlatih dalam karate justru akan berusaha mematuhi suaminya. Ini karena karate dimulai dan diakhiri dengan sopan santun. Seorang istri yang sudah mengikuti karate-do tidak akan bermimpi mencoba menang dari suaminya.

Kita tahu betul jika karate dapat memperbaiki kondisi para gadis dan wanita muda. Begitu banyak orang tua yang membawa anak mereka padaku untuk diajari karate. Di banyak kesempatan, aku menerima anak-anak perempuan yang lemah fisiknya sebagai murid dan melihat mereka pulih dari sakitnya setelah kira-kira enam bulan latihan. Tapi karate tampaknya begitu bermanfaat, hingga tidak ada keinginan dari mereka untuk berhenti.  

Ada juga fakta tak terbantahkan bahwa seorang wanita dengan beberapa pengetahuan karate dapat membela diri melawan penyerang yang lebih kuat. Namun demikian, pada titik ini aku ingin menegaskan bahwa karate bukanlah – dan tidak akan pernah – sebagai bentuk pertahanan diri yang brutal.

Sebaliknya, siapapun yang benar-benar telah menguasai karate akan menjaga dirinya dengan tidak menjerumuskan diri ke tempat-tempat berbahaya yang memaksanya menggunakan seni tersebut. Sama seperti pria terlatih karate yang menghindari kekerasan, begitu juga dengan wanita yang tidak akan menempatkan dirinya dalam situasi dimana dia harus mengatasi penyerangnya.

Satu hal yang sering kukatakan pada murid-muridku yang masih muda seringkali membuat mereka kebingungan, “Kalian tidak boleh menjadi kuat, namun menjadi yang lemah.” Mereka lalu bertanya apa arti perkataanku, karena alasan mereka memilih karate adalah untuk menjadi kuat. Mereka berkata sangat sulit berlatih untuk menjadi lemah.

Aku mengulang kembali bahwa apa yang kukatakan memang benar-benar sulit dipahami. “Aku ingin kalian menemukan jawabannya dalam diri kalian masing-masing. Dan aku berjanji pada saatnya nanti kalian benar-benar akan mengerti apa yang kumaksud.”

Aku percaya hal itu akan terjadi. Aku yakin jika semua anak muda berlatih karate sepenuh hati dan jiwanya, mereka kelak akan memahami kata-kataku. Dia yang mengetahui kelemahan dirinya sendiri, akan mampu mengendalikan diri dalam berbagai situasi. Hanya mereka yang benar-benar lemahlah yang sanggup mencapai keberanian yang sejati. Tentu saja, orang yang benar-benar pandai karate lewat latihan harus senantiasa memperbaiki tekniknya demi mengetahui kelemahan dirinya sendiri.

Artikel ini berjudul asli “Karate for Everyone” dari buku “Karate-do My Way of Life” yang ditulis Gichin Funakoshi. Editing dan alih bahasa oleh Bachtiar Effendi.

REVIEW J-DORAMA: PRICELESS ~ ARU WAKE NEDARO,N NAMON!


Apa jadinya jika kehidupan sobat berbalik 180 derajat? Sulit membayangkan jika kemarin kita kaya tapi besok tiba-tiba jatuh miskin, bukan? Paling tidak itulah yang terjadi dalam dorama terbaru Fuji TV yang berjudul “PRICELESS ~ Aru Wake Nedaro,n namon!” Dorama yang dibintangi aktor tampan Takuya Kimura ini ditayangkan oleh Fuji TV sejak 22 Oktober 2012 di Jepang. 

Kisah dibuka dengan seorang direktur dari sebuah perusahaan ternama yang terbaring lemah di rumah sakit. Merasa umurnya sudah tidak lama lagi, dia memanggil salah satu anaknya yang bernama Oyashiki. Di depan beberapa pegawai yang turut mendampinginya, sang direktur membisikkan beberapa patah kata ke telinga anaknya. Tidak lama kemudian pria tua itu meninggal. Sang anak terkejut dengan wasiat terakhir ayahnya, “Mengapa harus Fumio Kindaichi?”  

Berikutnya penonton akan diperkenalkan dengan sang pria misterius. Kindaichi (Takuya Kimura) adalah seorang pegawai kantoran yang sukses. Dia sangat populer di kantor karena mampu menyelesaikan masalah-masalah perusahaan. Sifatnya periang dan suka menolong yang membuatnya disukai rekan sekerja. Tidak hanya karir yang cermelang, Kindaichi mempunyai pacar yang baru pula. Pendeknya, bagi Kindaichi life is good.

Tanpa sepengetahuan Kindaichi, ada orang di kantor yang bersekongkol untuk menyingkirkannya. Mereka membuat Kindaichi dituduh mencuri informasi perusahaan. Dia dipecat dari perusahaan dengan tidak hormat. Teman sekantor yang awalnya suka kini berubah membencinya. Bahkan Kindaichi sempat memukul seorang teman karena tidak tahan dengan caranya memandang. Akibatnya dia harus menginap di sel tahanan polisi, namun tidak berapa lama kemudian dia dibebaskan.


Kindaichi pulang ke apartemennya. Namun kesialannya belum berhenti. Apartemennya meledak di depan mata kepalanya sendiri! Jadi, selain 30 yen di rekening bank-nya Kindaichi yang malang sudah tidak punya apa-apa lagi. Siapa yang tega melakukan semua ini? Tidak lain adalah saudara tirinya yaitu Oyashiki yang tidak ingin perusahaan dipegang oleh Kindaichi.

Sempat kesana kemari tanpa tujuan, suatu ketika Kindaichi bertemu dua anak kecil yang menangis karena kehilangan tiket keretanya. Kindaichi lalu memberikan 500 yen dari sakunya. Belakangan dia menemukan kalau kedua anak itu hanya berpura-pura. Karena tidak punya uang lagi, Kindaichi ingin meminta kembali uang 500 yen-nya. Namanya anak kecil, tentu saja mereka menolaknya. Tapi dari sanalah Kindaichi menemukan jawaban atas semua kesulitannya.

Kedua anak yang lucu itu menunjukkan pada Kindaichi tempat dimana bisa mandi dan mendapatkan makanan gratis di taman. Mereka juga mengajarinya cara mencari uang di jalanan dengan cara yang unik. Kindaichi mungkin pandai berbisnis, namun dia tidak tahu cara bertahan hidup di jalanan. Intinya, daripada memberi ikan setiap hari, kedua anak itu lebih suka mengajarinya memancing.

Karena tidak punya rumah, Kindachi dibawa oleh kedua anak tadi ke apartemen milik nenek mereka. Sewanya sangat murah, hanya 500 yen per-hari. Tapi dengan keadaannya saat itu rasanya sulit dipenuhi oleh Kindaichi. Di episode awal diperlihatkan bagaimana Kindaichi yang begitu mudahnya menghamburkan uang untuk barang yang tidak perlu. Pada akhirnya dia sadar betapa beratnya menghasilkan 500 yen untuk terus bertahan hidup.


Priceless adalah sebuah dorama komedi ringan yang menghangatkan hati. Karakter utama Fumio Kindaichi digambarkan sebagai orang yang optimis. Dia berusaha melanjutkan hidupnya lagi meski sudah mendapat musibah dan perlakuan buruk. Tidak ada niat darinya untuk membalas dendam pada Oyashiki. Daripada melakukan hal yang menghancurkan, dia memilih membalas Oyashiki dengan jalan menjadi orang yang lebih sukses dari sebelumnya.

Kindaichi boleh saja telah kehilangan seluruh teman dan hartanya, namun dia masih orang yang sama: perhatian dan suka menolong. Saat tidak punya tempat tinggal hingga harus tertidur di taman, ada orang tua yang menutupinya dengan kertas kardus. Di episode berikutnya orang tua tersebut jatuh sakit. Kindaichi menolongnya dengan obat dan makanan.

Di tengah kesulitan yang menghimpitnya, Kindaichi tidak menyerah pada keadaan. Dia juga tidak lupa untuk melakukan kebaikan. Sebagai balasan atas karma baiknya, dimanapun Kindaichi berada selalu ada yang membantunya. Belakangan apa yang dilakukan oleh Kindaichi ini justru membuat kagum orang-orang yang pernah dekat dengannya seperti mantan bos dan rekan sekerja. Dari sini dapat ditebak jika dorama ini akan berakhir dengan happy ending.

Impresi akhir? Dorama ini sebaiknya ditonton, terutama jika sobat adalah fans Takuya Kimura. Ceritanya memang simpel dan disisipi komedi ringan, tapi justru disitulah kelebihannya. Omong-omong soal ending, jika sobat tidak suka dorama dengan sad ending, maka jangan khawatir. Meskipun apartemen Kindaichi sudah terbakar habis, dorama ini akan memberikan akhir yang menyenangkan. Tapi bagi penggemar genre romance, dorama ini tidak begitu disarankan. So, selamat menonton (Indoshotokan).  

SOCHIN: PERDAMAIAN DAN KETENANGAN

Simple but powerfull, sederhana namun mematikan. Benar, pesan itulah yang muncul dari kata Sochin. Sebuah kata dengan 40 gerakan yang sering dipilih kompetitor dari Shotokan dalam turnamen. Bukan hanya tingkat kesulitannya yang tinggi, namun juga berkat keindahannya. Pada ulasan kali ini Indoshotokan mengajak sobat sekalian untuk mengenal lebih dalam kata Sochin. Tentunya versi Shotokan.  

Nama Sochin terbentuk dari dua huruf kanji. “Sou” (diucapkan agak panjang) yang berarti laki-laki, tegap, kuat, mulia, bersemangat dan kedamaian. Sedangkan “chin” berarti penekanan yang besar, menjaga perdamaian diantara pengikut. Begitu banyak arti yang bisa diambil dari namanya. Namun arti yang sering dipakai untuk Sochin adalah ketenangan hati, perdamaian, balasan yang besar (sesudah melakukan kebaikan).

Menurut sejarah Arakaki Seisho diyakini sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata Sochin sekitar tahun 1900-an. Konon setelah itu Arakaki mengajarkannya pada Kenwa Mabuni (pendiri Shito-ryu). Namun ini bukanlah versi Shotokan karena Gichin Funakohi baru memasukkannya dalam silabus Shotokan setelah Perang Dunia II. Jika demikian, dari mana versi Shotokan berasal? Siapa yang membawanya? Jawaban atas pertanyaan ini ada bermacam-macam.  

Versi pertama menyebutkan kata Sochin diperoleh murid-murid Funakoshi setelah belajar pada Kenwa Mabuni. Namun akibat terlalu banyak yang dipelajari dalam waktu singkat membuat mereka lupa gerakan utuhnya (juga terjadi pada kata yang lain). Mereka lalu mencoba menyusun ulang dengan tidak merubah namanya.

Versi kedua nyaris tidak berbeda dengan diatas. Setelah berhasil belajar pada Kenwa Mabuni, murid-murid Funakoshi mendokumentasikan kata Sochin versi Shito-ryu tersebut. Ketika kembali ke perguruan, kata tersebut di-Shotokanisasi oleh beberapa senior (bahkan ada yang menyebut peran Funakoshi didalamnya). Sayangnya setelah itu Perang Dunia II meletus yang membuat murid Funakoshi banyak yang tewas. Akibatnya dokumentasi kata itu hilang.

Setelah perang berakhir murid Funakoshi yang tersisa berusaha menyatukan kembali memori kata Sochin. Proses itu akhirnya selesai meskipun hasilnya tidak sempurna. Sehingga kata Sochin versi Shotokan yang terlihat pada hari ini lebih pendek daripada sebelumnya.

Contoh aplikasi kata Sochin oleh Osaka (kiri) melawan Kawasoe. Foto berasal dari JKA Toulouse


Perlu diingat bahwa pendapat pertama dan kedua diatas masih diragukan kebenarannya. Memang benar, Funakoshi mengirim murid-muridnya belajar pada Mabuni. Tapi apakah kata Sochin termasuk di dalamnya masih simpang siur. Lagi pula kata hasil belajar dari Mabuni biasanya setelah di-Shotokanisasi tidak jauh beda dengan aslinya (contoh Nijushiho dan Unsu). Tapi Sochin versi Shotokan amat sangat berbeda. Sehingga banyak yang menyimpulkan Sochin versi Shotokan bukan berasal dari Mabuni. 

Versi ketiga menyebutkan Sochin masuk dalam silabus Shotokan setelah diperkenalkan Yoshitaka Funakoshi (anak ketiga Gichin Funakoshi). Dalam buku Karate-do Nyumon diceritakan bahwa ketika di Tokyo Gichin Funakoshi diundang ke Okinawa oleh seorang ahli karate yang tidak disebutkan namanya. Karena begitu sibuknya Funakoshi tidak bisa memenuhi undangan itu dan sebagai gantinya mengirimkan Yoshitaka.

Tradisi tokoh bela diri lama biasanya hanya menurunkan teknik mereka pada orang yang terpilih. Saat di Okinawa itulah Yoshitaka dipercaya mendapatkan kata yang baru. Namun dalam bukunya Funakoshi tidak pernah menyebutkan nama kata yang dimaksud. Yang jelas, sekembalinya ke Tokyo Yoshitaka memodifikasi gerakannya. Dia memasukkan Fudo dachi, sebuah kuda-kuda dengan posisi kaki yang cukup sulit. Hasil modifikasi itulah yang sekarang dikenal sebagai kata Sochin versi Shotokan.

Nama Sochin diambil dari bentuk kuda-kudanya yang khas yaitu Fudodachi atau sochindachi. Posisinya tidak lazim dan bagi yang baru belajar kata ini umumnya akan kesulitan. Dalam bukunya yang berjudul “Dynamic Karate” Masatoshi Nakayama menjelaskan tentang fudodachi.

“Fudo dachi (posisi yang solid) juga dikenal sebagai sochin dachi. Kecuali posisi kakinya, kuda-kuda ini adalah kombinasi dari zenkutsu dachi dan kiba dachi. Fudo dachi posisinya kokoh dan stabil, memberi gambaran sebuah pohon yang akarnya kuat di dalam tanah. Dengan sedikit mengubah posisi kakimu, maka akan berubah menjadi kiba dachi. Fudo dachi efektif digunakan menahan pukulan yang kuat dan melancarkan serangan balasan. Pada posisi ini tegangan kaki diarahkan keluar lutut (admin: maksudnya khusus untuk lutut kaki depan) dan berat tubuh dibagi rata antara dua kaki.”

Masatoshi Nakayama memperagakan sochin dachi. Foto diambil dari buku Dynamic Karate (1966).
  

Hirokazu Kanazawa juga memberikan penjelasan yang lebih ringkas.

“Posisikan kedua kaki selebar bahu. Dengan lutut ditekuk dan tegangan kaki mengarah keluar, berikan sedikit berat di kaki bagian depan.”

Sebagai salah satu kata Shotokan yang populer, Sochin sangat sering ditemukan dalam turnamen. Sayangnya, banyak kontestan salah kaprah menganggap kata ini harus dilakukan dengan cepat. Padahal sebagai golongan kata Shorei (berdasarkan kekuatan), Sochin dilakukan dengan penuh tenaga. Jika ada syarat lain maka itu adalah rotasi pinggul yang mendukung perpindahan kaki dan gerakan.

Untuk variasi gerakan, kata Sochin termasuk minim, bahkan bisa dibilang monoton. Mengapa bisa begitu? Ini karena tujuan kata Sochin adalah mengajak praktisinya mempunyai kuda-kuda yang kokoh, kaki yang kuat, eksekusi serangan yang powerfull, dan konsentrasi tinggi. Kata Sochin boleh saja terlihat simpel. Meski mudah mempelajari, tapi toh bukan perkara gampang untuk menguasainya.

Diluar kebutuhan untuk turnamen, standar silabus JKA menetapkan kata Sochin diajarkan pada level nidan. Peserta pada tingkat itu juga boleh memilih kata lainnya yaitu Kanku Sho, Nijushiho dan Chinte. (Indoshotokan)  

JELAJAH TOKYO – PETUALANGAN DI AKIHABARA (2)


Puas belanja gadget? Badan lelah? Perut sudah diminta diisi? Mumpung masih di Akihabara, tidak lengkap rasanya jika sobat tidak mampir ke meido kafe atau maid café. Di tempat inilah sobat akan merasakan sensasi pelayanan yang unik, lucu, aneh dan lain-lain. “Irasshaimase!”  

Munculnya maid café dipengaruhi oleh tren budaya otaku dan cosplay. Maid café yang pertama adalah Cure Maid Café yang dibuka tahun 2001 silam di Akihabara. Maid café adalah perkembangan dari cosplay café yang sudah lebih dulu muncul tahun 1999. Di luar dugaan, café berjenis baru ini ternyata banyak disukai. Sejak saat itu jumlah maid café terus bertambah dan lama-kelamaan juga menjadi ikon Akihabara di samping elektroniknya.  

Kostum pelayan antara kafe satu dengan yang lain bervariasi. Tapi pada dasarnya sama yaitu gaun pelayan Perancis yang elegan dengan dilengkapi aksesoris rambut, apron dan stocking. Untuk menambah daya tarik, beberapa pelayan ada yang memakai aksesoris telinga kelinci atau kucing. Kadang-kadang hal ini juga dilakukan untuk menyesuaikan dengan tema kafenya.

Biasanya yang menjadi pelayan adalah gadis-gadis muda yang menarik dan atraktif. Mengapa begitu? Dalam melayani tamunya para gadis ini tidak sekedar mengantarkan makanan dan minuman. Mereka wajib memperlakukan pengunjung layaknya seorang majikan. Ketika akan masuk kafe saja pengunjung sudah disambut dengan salam “Okaerinasaimase, goshujinsama” (selamat datang kembali tuan).

Walau demikian jangan berpikir yang tidak-tidak. Pengunjung dilarang memegang pelayan apalagi bertanya nomor telepon mereka. Di beberapa kafe – umumnya yang tidak ada jendelanya – pengunjung bahkan dilarang memotret. Jika itu dilakukan, maka para pelayan seksi itu akan berbalik dan pergi. Suasana kafe adalah sesuatu yang dijual disamping menunya. Tapi dengan membayar sekian ratus yen pengunjung dapat mengambil foto atau bahkan mengajak pelayan yang mereka pilih untuk bermain bersama (misalnya bermain Jenga - semacam puzzle).

Bicara menu sebetulnya tidak ada yang istimewa. Khas seperti kafe pada umumnya. Pengunjung dapat memesan kopi, minuman lain, hidangan pembuka dan penutup. Bedanya, si pelayan akan mendekorasi pesanan pengunjung dengan aksesoris yang imut dan lucu. Karena itu jangan heran jika tiba-tiba melihat ada boneka kecil di piring makanan. Para pelayan kadang juga bertingkah laku aneh, yang menunjukkan kesan mereka sebagai gadis yang imut dan “innocent.” Unik bukan?

Maid café mulanya dirancang untuk memenuhi fantasi para pemuda yang terobsesi dengan anime, manga dan video games. Di Jepang figur pelayan wanita sangat populer karena sering muncul dalam manga, anime dan game girl. Nah, dengan adanya maid café ini para penggila otaku dapat berinteraksi dengan mereka di dunia nyata. Belakangan fenomena maid café ini menarik bukan hanya para otaku pria, tapi pasangan kekasih, turis dan bahkan gadis Jepang sendiri.

Tapi itu belum seberapa. Tahun 2010 lalu sebuah kafe baru dibuka di Akihabara. Jika biasanya pelayan adalah gadis muda yang cantik, maka kafe ini mempekerjakan para cowok yang berdandan seperti pelayan wanita. Di Jepang laki-laki memakai baju perempuan di muka umum sebenarnya budaya yang tabu. Namun seiring perkembangan jaman, variasi baru seperti ini rupanya dapat diterima.

"Saya cowok lho." (Sumber)

Geli ya? Sudah pasti. Tapi para pengunjung kafe mengaku tidak merasa risih. Menurut mereka adanya pelayan “nyeleneh” itu justru menjadi hiburan tersendiri. Para pelayan bersikap ramah dan pengunjungpun tidak kesulitan berkomunikasi. Melihat fenomena seperti ini sebetulnya tidak mengherankan. Jumlah maid café di Akihabara kian menjamur dan mereka berlomba-lomba menarik pengunjung. Kalau kafenya sama dengan yang lain jelas kalah bersaing, khan?

Cara lain yang dilakukan gadis pelayan untuk mendapatkan pengunjung adalah dengan menyebarkan pamflet atau brosur pada tiap orang yang lewat. Begitu keluar dari pintu stasiun, kita dapat dengan mudah menemukan mereka. Pemandangan gadis-gadis berpakaian cosplay seperti ini serasa membuat kita berada di negeri dongeng saja. Hmm…

Popularitas maid café ternyata tidak hanya eksklusif di Akihabara saja. Di Osaka dan beberapa kota di Jepang lainnya kafe sejenis sudah mulai bermunculan. Kostum pelayan juga banyak digunakan pemilik toko bukan kafe untuk mempromosikan produknya. Bahkan sekarang ini maid café sudah merambah ke luar negeri seperti Korea Selatan, Taiwan, Perancis, Republik Chechnya, Kanada dan Amerika. Kalau Indonesia kapan ya? (Indoshotokan).     

JELAJAH TOKYO – PETUALANGAN DI AKIHABARA (1)

Saat mendengar nama Akihabara yang terlintas dalam pikiran kita adalah surganya para otaku dan pecinta gadget. Tidak salah memang, tapi yang paling terkenal dari Akihabara sebetulnya adalah barang elektronik dan maid cafenya. Mereka yang berkunjung ke Tokyo tidak lengkap rasanya jika tidak mampir ke Akihabara. Nah, pada artikel travel guide kali ini Indoshotokan akan mengajak sobat menjelajahi kota yang menjadi salah satu ikon negeri sakura ini.

Akihabara atau Akihabara Denki Gai (berarti: Akihabara Electric Town) adalah sebuah kawasan perbelanjaan yang letaknya di salah satu distrik Tokyo, Jepang. Jaraknya hanya lima menit jika ditempuh menggunakan kereta dari Stasiun Tokyo. Pusat elektronik berada di distrik Taitou dan Soto-kanda. Selain memang sudah terkenal, Akihabara dekat dengan Yamanote Line yang menjadi jalur tersibuk di Tokyo. Jalur kereta ini menghubungkan stasiun penting lain seperti Shinjuku, Shibuya dan Ginza. Sudah bisa dibayangkan betapa hiruk pikuknya.  

Menurut sejarahnya, tahun 1869 kawasan Akihabara pernah mengalami kebakaran hebat. Setahun kemudian Kaisar Meiji memerintahkan agar dibangun Chinkasha, sebuah kuil yang dipercaya dapat memadamkan api. Namun para penduduk salah mengartikan jika kuil itu dibangun untuk menyembah dewa Akiha Daigon-gen (juga dipercaya memadamkan api). Selanjutnya banyak orang menyebut kawasan itu dengan Akiba-sama (yang berarti tuan Akiba).

Di kemudian hari seluruh kawasan itu dibersihkan dari pemukiman penduduk hingga menjadi tanah kosong. Dalam bahasa Jepang tanah kosong disebut dengan “hara.” Dan begitulah, seluruh kawasan itu kemudian berganti nama menjadi Akihabara yang berarti “tanah kosong di sekitar Akiba-sama.” Sedangkan kuil Chinkasha hingga kini masih dipertahankan dan umumnya dikenal sebagai kuil Akiba.

Koleksi action figur Kamen Rider lengkap. Tinggal dipilih. (sumber)


Seakan mempertegas sebagai surganya para otaku, kawasan ini dipenuhi dengan beragam poster dan baliho elektronik super besar bergambar tokoh game, anime atau komik. Bagi mereka yang baru pertama kali menginjakkan kaki disana dijamin pasti akan kesulitan. Ini karena Akihabara sangatlah luas dan kebanyakan orang disana tidak mengerti Bahasa Inggris (apalagi Indonesia).   

Kabar baiknya, tahun 2008 lalu telah dibuka pusat informasi turis yang letaknya di gedung pusat anime. Di sana para gadis cantik berpakaian cosplay (costume play) ala game dan anime akan siap melayani turis yang butuh informasi. Misalnya pengunjung dapat bertanya toko mana yang menjual gadget tertentu hingga di lantai mana gadget tersebut berada. Hingga artikel ini ditulis (2012) mereka dapat melayani dalam dua bahasa, yaitu Inggris dan Cina.

Ada banyak toko di Akihabara. Menjelajahi semuanya dalam sehari jelas tidak mungkin. Jika waktu sobat terbatas, maka paling tidak ada tiga toko yang wajib dikunjungi. Yang pertama adalah Yodobashi Akiba, sebuah gedung sembilan lantai sekaligus pusat perbelanjaan yang terbesar. Dari kamera saku sampai komputer, televisi sampai mesin cuci semua ada disini. Tidak ketinggalan barang wajib otaku semacam model kit Gundam dan action figure. Singkatnya, tempat ini benar-benar penuh dengan barang serba hi-tech.  

Tempat kedua yang adalah LAOX yang lokasinya dekat dengan Akihabara Station. Bangunan tujuh lantai ini sebenarnya tidak beda jauh dengan Yodobashi Akiba. Disana menjual beragam barang kosmetik dan elektronik. Yang paling menarik perhatian saya adalah sebuah toko yang menjual pernak-pernik khas Jepang tempo dulu yaitu kimono,yukata dsb. Bahkan ada juga yang menjual katana, pedang ala samurai. Sangat cocok untuk dijadikan souvenir.

Live performances. Aksi "mengamen" seperti ini sangat ramai terutama pada hari Minggu. (sumber)


Tempat ketiga yang jangan sampai ketinggalan adalah Labi Akihabara. Jika sobat merasa barang-barang di toko lain lebih mahal, maka datanglah ke tempat ini. Labi Akihabara ini bisa dibilang gang diantara gedung pencakar langit. Tapi jangan salah sangka, walau disebut gang, tempat ini luar biasa besar dan ramai. Selain itu barang yang dijual juga bukan kelas dua. Hanya saja harganya lebih miring.

Sedikit tips, sebaiknya sobat jangan membeli komputer atau smartphone (kecuali aksesorisnya). Ini karena kedua barang tersebut kebanyakan dikhususkan untuk pengguna lokal dan tanpa dilengkapi petunjuk dalam Bahasa Inggris. Jika sudah terlanjur membelinya, maka dapat dipastikan tidak akan bisa digunakan di tanah air. Sayang sekali bukan?

Sambil berjalan-jalan mata kita biasanya akan melihat anak muda Jepang yang sedang menyanyi di jalanan kota. Dalam bahasa kita mereka ini sedang mengamen. Menariknya, live performing itu bukan sekedar menyanyi karena mereka juga menjual album indie-nya. Singkatnya, aksi mereka ini juga bagian dari promosi album buatan sendiri. Sangat kreatif, karena untuk masuk dapur rekaman di Jepang kompetisinya terbilang sulit.   

Dalam perkembangannya, Akihabara juga tumbuh menjadi pusat kultur J-Pop alias musik pop ala Jepang. Di kawasan ini pula muncul grup idol AKB48, sebuah grup menyanyi yang beranggotakan gadis remaja. Nama AKB48 menunjukkan asal mereka dari Akihabara. Yasushi Akimoto, sang produser, mengatakan dipilihnya Akihabara identik dengan budaya otaku, anak muda yang enerjik dan bisa berekspresi. Sekarang Akihabara menjadi pusat dari semua aktivitas AKB48. Sama dengan penyanyi indie lainnya, grup ini juga sering melakukan live performing. (bersambung – Indoshotokan).      

RESENSI J-MOVIE: KURO OBI: DUEL AMBISI KONTRA KERENDAHAN HATI

Halo sobat karate sekalian. Sebelumnya banyak request dari pembaca agar Indoshotokan mengulas film berjudul Kuro Obi (2007). Film besutan sutradara Shunichi Nagasaki ini dibintangi dua tokoh karate masa kini yaitu Tatsuya Naka (Shotokan, JKA) dan Akihito Yagi (Goju-ryu, Meibukan). Film bergenre drama aksi ini memang sudah lumayan lama, tapi masih menarik untuk diulas. Kuro Obi termasuk film terbaik yang mengusung tema karate dan karena itu sangat direkomendasikan.











SINOPSIS

Kuro Obi (Sabuk Hitam) berseting tahun 1932 saat karate di Jepang mencapai masa keemasannya. Besarnya antusias masyarakat membuat dojo karate berkembang pesat hingga ke pelosok Jepang. Salah satunya adalah dojo karate yang dipimpin Eiken Shibahara (Shinya Ohwada) yang berada di pegunungan Kyushu. Shibahara  mempunyai tiga orang murid yang setia yaitu Taikan (Tatsuya Naka), Giryu (Akihito Yagi) dan Choei (Yuji Suzuki).  

Suatu hari ketenangan mereka terusik setelah dojonya didatangi satu pleton tentara yang dipimpin Kapten Keiichi Tanihara. Mereka datang membawa perintah dari sang komandan yaitu Hidehisa Goda untuk menutup dan membubarkan dojo. Shibahara mengatakan dojo mereka legal karena sudah mendapat ijin dari kaisar. Surat ijin diperlihatkan, tapi justru dirobek oleh Kapten Tanihara.

Kejadian itu sontak menyulut kemarahan Taikan, tapi justru saudara seperguruannya yaitu Choei yang terluka akibat sabetan pedang Tanihara. Taikan makin marah dan menantang Tanihara bertarung di dojo. Dua tiga orang pasukan berhasil dikalahkan Taikan, bahkan satu diantaranya mati terbunuh. Melihat hal itu membuat sang guru tidak berkenan. Dia lalu menyuruh Giryu menggantikan Taikan yang akan melawan Kapten Tanihara.


Giryu patuh pada nasihat gurunya dengan hanya menghindar dan melumpuhkan serangan Tanihara. Merasa tidak berdaya dan tidak ingin malu, Tanihara meminta Giryu membunuhnya. Tapi permintaan itu ditolak Giryu. Karena sudah kalah, Kapten Tanihara dan pasukannya meninggalkan tempat itu.

Setelah kejadian itu Choei merasa gundah dengan ilmu karatenya yang tidak sehebat dua saudara seperguruannya. Dalam keadaan belum sembuh dari lukanya dia menemui gurunya. Namun di tengah pembicaraan tiba-tiba sang guru pingsan. Shibahara merasa umurnya sudah tidak panjang lagi. Dalam keadaan sakit dia mengumpulkan ketiga muridnya. Shibahara lalu mempercayakan sabuk hitam pada Choei untuk kelak diberikan pada orang yang tepat. Bisa jadi orang yang berhak bukan diantara mereka bertiga. Setelah berwasiat sang gurupun meninggal.

Beberapa waktu kemudian datanglah satu kompi tentara utusan Komandan Hidehisa Goda. Tidak seperti sebelumnya, kali ini tujuan mereka ingin membawa orang dari dojo tersebut untuk melatih militer. Taikan, Giryu dan Choei berangkat menerima tawaran itu. Di tengah perjalanan ketiganya dicegat seorang pemuda dan wanita. Ternyata mereka adalah adik Kapten Tanihara yang berniat menuntut balas pada Giryu. Setelah dikalahkan Giryu tempo hari Tanihara tidak sanggup menanggung malu dan kemudian bunuh diri.

Karena merasa bersalah, Giryu membiarkan dirinya tertusuk dan kemudian jatuh ke jurang. Taikan dan Choei melanjutkan perjalanan ke markas militer. Di sana Komandan Goda ternyata sangat menyukai Taikan karena kuat. Belakangan Taikan dimanfaatkan untuk menghancurkan dojo karate lain dan membunuh pemimpinnya. Yang lebih buruk lagi Taikan juga larut dalam kehidupan tentara yang gemar mabuk dan bermain wanita penghibur. Adapun Choei yang selalu mengingat gurunya tidak kuasa menghalangi Taikan.

Sementara itu Giryu yang jatuh ke jurang diselamatkan oleh keluarga petani Kenkichi yang sederhana. Oleh Kenta, anaknya yang masih bocah, Giryu dibawa ke rumah dan dirawat sampai sembuh oleh Hana, kakak perempuannya. Karena ayah mereka bekerja lain demi membayar hutang, Giryu membantu mereka bertani.   


Suatu hari si penagih hutang datang ke rumah dan mengancam mereka untuk segera melunasi hutangnya. Jika tidak, maka Hana akan dibawa dan dijual di kota. Akhirnya mereka tetap saja membawa Hana dengan paksa. Kenta meminta tolong pada Giryu karena tidak sengaja pernah melihatnya berlatih karate. Namun rasa bersalah Giryu atas kematian Kapten Tanihara membuatnya tidak bertindak. Giryu baru bertindak ketika melihat Kenta nekad berlari seorang diri demi menolong kakaknya.

Hana dan para gadis lain ternyata dibawa ke markas militer Komadan Goda untuk dijadikan wanita penghibur. Giryu berhasil melumpuhkan beberapa penjaga tapi dipaksa menyerah karena Kenta diancam akan ditembak. Taikan yang mendengar keributan itu segera keluar dan menolong Giryu. Berkat bantuan saudaranya, Giryu berhasil membebaskan Hana dan gadis-gadis lainnya. Adapun Komandan Goda yang berniat membunuh mereka berhasil dicegah Taikan dan Choei.

Taikan lalu menantang Giryu untuk memperebutkan sabuk hitam dan mengetahui siapa yang pantas sebagai penerus perguruan. Sedangkan Choei diminta sebagai saksi atas pertarungan itu. Mereka berduel hingga kelelahan dan jatuh terkapar. Pada akhirnya Taikan mengakui kehebatan Giryu dan sebagai orang yang layak mendapatkan sabuk tersebut. Tidak lama kemudian Taikan meninggal. Giryu kembali ke gunung melanjutkan perguruan mereka dengan dibantu oleh Choei.

 
IMPRESI AKHIR

Tiga kata yang tepat untuk menggambarkan film ini: mudah ditebak, realistis dan inspiratif. Penonton sudah bisa memperkirakan endingnya begitu menonton 1/3 dari total durasinya. Tidak ada yang istimewa memang, namun untuk penikmat film laga yang realistis – khususnya karate -, Kuro Obi tampil sangat memuaskan. Untuk urusan koreografi ditangani oleh Fuyuniko Nishi yang menghilangkan efek grafis dan memilih pertarungan yang cantik khas karate. Aksi laga yang realistis ini juga menjadi selling point dari Kuro Obi.  

Di luar plot yang mudah ditebak, film ini sarat dengan nilai moral. Sejak awal film karakter Taikan, Giryu dan Choei diperlihatkan sebagai orang yang berusaha memahami arti dari karate. Taikan kuat, tapi ambisius dan emosional. Choei adalah yang terlemah dari ketiganya. Tapi dia berkepala dingin dan paling jujur. Itulah sebabnya sang guru mempercayakan sabuk hitam padanya. Sementara itu Giryu lebih tradisional. Ajaran sang guru seperti “religi” untuknya. Dia lebih baik mati daripada melanggar petunjuk gurunya.

Dalam kasus Choei yang lemah tapi berhati baik ini menunjukkan bahwa kebaikan saja kadang tidak cukup. Sebaliknya dengan Taikan yang dipenuhi ambisi hingga tidak mampu berpikir jernih. Artinya, kekuatan tanpa kerendahan hati adalah sia-sia. Sedangkan kerendahan hati tanpa kekuatan adalah sebuah kelemahan.

Sebenarnya apa tujuan dari bertarung? Ternyata bukanlah untuk kompetisi, tapi demi menemukan pencerahan. Warna hitam tidak pernah terlihat kotor dan seorang karate harus selalu murni jiwanya. Sedangkan sabuk mewakili kekuatan keinginan pemegangnya.

“Dari kekuatan akan memunculkan rasa welas asih. Dari welas asih, kekuatan akan muncul.” (Indoshotokan).