Kisah 47 Ronin (Shiju Shichi-shi) diakui sebagai salah satu legenda terbaik dalam sejarah samurai Jepang. Sebuah epik berdasarkan kisah nyata pada abad ke-18 yang menunjukkan spirit bushido sejati. Kepahlawanan, pengorbanan dan kesetiaan yang terjadi saat itu bahkan masih hidup sampai kini dalam keseharian masyarakat Jepang. Ada yang menyebut legenda itu dengan “balas dendam dari Ako” (Genroku Ako Jiken).
Kisah bermula tahun 1701 dimana saat itu Shogun Tsunayoshi yang berdiam di Edo ingin memberikan hadiah pada kaisar di Kyoto sebagai rasa hormat. Untuk memenuhi tujuan itu Tsunayoshi memilih dua daimyo (setara gubernur), yaitu Naganori Asano dan Kamei sebagai wakilnya. Usia keduanya yang terbilang masih muda membuat Tsunayoshi merasa perlu membimbing dalam hal etika dan sopan santun penyambutan. Tsunayoshi kemudian menunjuk salah satu petinggi Istana Edo yang cukup berpengaruh, yaitu Yoshinaka Kira (1641-1702) untuk mengajari kedua daimyo itu.
Kira ternyata seorang pejabat yang rakus dan sombong, karena selalu meminta hadiah mahal sebagai balas jasa dan tanda hormat. Kira juga mengeluhkan uang dan hadiah yang diberikan Asano dan Kamei terlalu sedikit. Saat itu sebuah upeti umumnya memang diberikan pada senior sebagai ungkapan balas jasa dan terima kasih. Sayangnya sifat Kira yang tidak mampu menahan diri membuatnya selalu menghina dan mengejek kedua muridnya itu. Tentu saja Asano geram sering mendengar umpatan yang memerahkan telinga itu. Namun mengingat misi penting dari Shogun Tsunayoshi membuatnya terus bersabar.
Berbeda dengan Asano yang mampu bersabar, Kamei justru tidak mampu menahan amarahnya dan ingin segera menghabisi nyawa Kira. Namun tanpa sepengetahuan Kamei, salah satu orang bawahannya memberikan semacam uang sogokan pada Kira dalam jumlah yang tidak sedikit. Tujuannya tidak lain agar Kira tidak menghina tuannya, dan lebih jauh agar Kamei mengurungkan niatnya membunuh Kira yang tentu saja memicu masalah besar. Mendapat upeti sebanyak itu tentu saja Kira sangat gembira, sejak itulah Kira bersikap sangat akrab dengan Kamei seolah sebelumnya tidak terjadi apa-apa. Kamei yang mengetahui perubahan sikap Kira segera mereda amarahnya.
Sebaliknya, Asano yang tidak memberikan upeti lebih banyak harus menerima cercaan yang menyakitkan. Kira yang rakus berdalih seharusnya Asano berterima kasih padanya yang akan membuat namanya terkenal di depan kaisar. Dua bulan menerima umpatan agaknya membuat Asano tidak mampu lagi menahan kesabarannya. Setelah suatu insiden, Kira menyebut Asano sebagai orang tidak tahu adat dan sopan santun.
Saat itulah Asano diikuasai emosi dan segera mencabut sebilah wakizashi (pedang pendek) dan segera menyerang Kira. Sayangnya usaha itu gagal dan hanya melukai wajah Kira. Masih belum puas, Asano kembali menyerang Kira. Namun serangannya berhasil dihindari dan menghantam pilar. Penjaga yang mendengar ada keributan segera meringkus Asano yang dianggap bersalah karena mengacungkan pedang.
Hanya mengacungkan senjata di dalam istana Shogun adalah kejahatan besar, apalagi menyerang orang di istana sama saja menggali kubur sendiri, karena hukumannya sangatlah berat. Shogun Tsunayoshi yang mengetahui keributan itu kemudian menghukum Asano atas perbuatannya dengan segera menyuruhnya melakukan seppuku (ritual bunuh diri). Asano yang tidak mampu membela diri dianggap telah menghina perintah Shogun. Tidak ada banyak pilihan bagi Asano untuk lolos dari hukuman. Akhirnya dengan sebuah tusukan pisau ke perutnya Asano mengakhiri hidupnya. Sebaliknya, Kira sebagai penyebab insiden itu justru lolos dari hukuman.
Saat itu berlaku hukum bahwa jika seorang daimyo tewas akibat seppuku, maka seluruh harta benda berikut istananya akan dikembalikan pada Shogun. Selain itu keluarganya akan kehilangan hak waris dan seluruh samurai yang menjadi pengikutnya akan dibubarkan dan otomatis menjadi ronin (samurai tak bertuan). Berita itu kemudian disampaikan pada Oishi Kuronasuke, penasihat yang bekerja di istana Asano.
Pengikut Asano kebingungan menghadapi masalah yang tiba-tiba ini. Oishi yang bertindak sebagai pemimpin dengan sabar mendengarkan pendapat dari seluruh pengikut Asano. Dari seluruh pengikut Asano yang berjumlah sekitar 300 orang, 47 diantaranya (termasuk Oishi) sebenarnya tidak setuju dengan penyitaan istana itu. Tidak hanya itu, mereka juga ingin membalas kematian tuan mereka yang telah diperlakukan tidak adil. Sementara itu sebagian besar lainnya setuju dengan penyerahan istana milik Asano kepada Shogun. Sedangkan yang lain ingin menghormati hukum dan menyerah secara damai.
Setelah melalui banyak pertimbangan, akhirnya Oishi mengusulkan mengirim sebuah petisi pada Shogun yang meminta pergantian kekuasaan istana milik Asano agar diserahkan pada saudara laki-lakinya yaitu Daigaku. Jika petisi itu ditolak, Oishi dan para pengikut Asano akan menolak penyitaan istana itu dan memilih mempertahankannya sampai mati. Namun demikian Oishi dan seluruh pengikut Asano sadar bahwa upaya tidak akan membuahkan hasil dan hanya mengulur waktu saja.
Beberapa hari kemudian utusan shogun berangkat untuk menyita istana itu. Sebelum sampainya utusan itu, Oishi dan para pengikut Asano telah mengosongkan istana. Daigaku yang tidak ingin lagi melihat pertumpahan darah kemudian mengirimkan surat pada Oishi agar tidak menyerang utusan Shogun. Dengan patuh Oishi dan pengikut Asano menjalankan isi surat Daigaku dengan menganggapnya sebagai perintah yang sama dari tuannya yang telah mati. Meski demikian niat Oishi dan seluruh samurai Asano yang berniat membalas dendam pada Kira belumlah surut.
Kira yang menjadi incaran pengikut Asano sadar bahwa dirinya dalam bahaya. Karena itulah di sekitar istananya yang luas itu Kira menempatkan banyak penjaga dan samurai pengawal. Oishi dan pengikut Asano sadar bahwa menyerang Kira untuk saat ini hanya tindakan bunuh diri. Mereka kemudian menunda rencana itu dan mengumpulkan seluruh senjata yang dimiliki untuk selanjutnya disembunyikan di satu tempat. Sambil terus menyusun rencana, mereka menyamar sebagai pedagang keliling dan biksu demi mengorek informasi. Apapun mereka lakukan agar dapat selangkah lebih dekat ke istana Kira. (bersambung) (Indoshotokan)
Kisah bermula tahun 1701 dimana saat itu Shogun Tsunayoshi yang berdiam di Edo ingin memberikan hadiah pada kaisar di Kyoto sebagai rasa hormat. Untuk memenuhi tujuan itu Tsunayoshi memilih dua daimyo (setara gubernur), yaitu Naganori Asano dan Kamei sebagai wakilnya. Usia keduanya yang terbilang masih muda membuat Tsunayoshi merasa perlu membimbing dalam hal etika dan sopan santun penyambutan. Tsunayoshi kemudian menunjuk salah satu petinggi Istana Edo yang cukup berpengaruh, yaitu Yoshinaka Kira (1641-1702) untuk mengajari kedua daimyo itu.
Kira ternyata seorang pejabat yang rakus dan sombong, karena selalu meminta hadiah mahal sebagai balas jasa dan tanda hormat. Kira juga mengeluhkan uang dan hadiah yang diberikan Asano dan Kamei terlalu sedikit. Saat itu sebuah upeti umumnya memang diberikan pada senior sebagai ungkapan balas jasa dan terima kasih. Sayangnya sifat Kira yang tidak mampu menahan diri membuatnya selalu menghina dan mengejek kedua muridnya itu. Tentu saja Asano geram sering mendengar umpatan yang memerahkan telinga itu. Namun mengingat misi penting dari Shogun Tsunayoshi membuatnya terus bersabar.
Berbeda dengan Asano yang mampu bersabar, Kamei justru tidak mampu menahan amarahnya dan ingin segera menghabisi nyawa Kira. Namun tanpa sepengetahuan Kamei, salah satu orang bawahannya memberikan semacam uang sogokan pada Kira dalam jumlah yang tidak sedikit. Tujuannya tidak lain agar Kira tidak menghina tuannya, dan lebih jauh agar Kamei mengurungkan niatnya membunuh Kira yang tentu saja memicu masalah besar. Mendapat upeti sebanyak itu tentu saja Kira sangat gembira, sejak itulah Kira bersikap sangat akrab dengan Kamei seolah sebelumnya tidak terjadi apa-apa. Kamei yang mengetahui perubahan sikap Kira segera mereda amarahnya.
Sebaliknya, Asano yang tidak memberikan upeti lebih banyak harus menerima cercaan yang menyakitkan. Kira yang rakus berdalih seharusnya Asano berterima kasih padanya yang akan membuat namanya terkenal di depan kaisar. Dua bulan menerima umpatan agaknya membuat Asano tidak mampu lagi menahan kesabarannya. Setelah suatu insiden, Kira menyebut Asano sebagai orang tidak tahu adat dan sopan santun.
Saat itulah Asano diikuasai emosi dan segera mencabut sebilah wakizashi (pedang pendek) dan segera menyerang Kira. Sayangnya usaha itu gagal dan hanya melukai wajah Kira. Masih belum puas, Asano kembali menyerang Kira. Namun serangannya berhasil dihindari dan menghantam pilar. Penjaga yang mendengar ada keributan segera meringkus Asano yang dianggap bersalah karena mengacungkan pedang.
Hanya mengacungkan senjata di dalam istana Shogun adalah kejahatan besar, apalagi menyerang orang di istana sama saja menggali kubur sendiri, karena hukumannya sangatlah berat. Shogun Tsunayoshi yang mengetahui keributan itu kemudian menghukum Asano atas perbuatannya dengan segera menyuruhnya melakukan seppuku (ritual bunuh diri). Asano yang tidak mampu membela diri dianggap telah menghina perintah Shogun. Tidak ada banyak pilihan bagi Asano untuk lolos dari hukuman. Akhirnya dengan sebuah tusukan pisau ke perutnya Asano mengakhiri hidupnya. Sebaliknya, Kira sebagai penyebab insiden itu justru lolos dari hukuman.
Saat itu berlaku hukum bahwa jika seorang daimyo tewas akibat seppuku, maka seluruh harta benda berikut istananya akan dikembalikan pada Shogun. Selain itu keluarganya akan kehilangan hak waris dan seluruh samurai yang menjadi pengikutnya akan dibubarkan dan otomatis menjadi ronin (samurai tak bertuan). Berita itu kemudian disampaikan pada Oishi Kuronasuke, penasihat yang bekerja di istana Asano.
Pengikut Asano kebingungan menghadapi masalah yang tiba-tiba ini. Oishi yang bertindak sebagai pemimpin dengan sabar mendengarkan pendapat dari seluruh pengikut Asano. Dari seluruh pengikut Asano yang berjumlah sekitar 300 orang, 47 diantaranya (termasuk Oishi) sebenarnya tidak setuju dengan penyitaan istana itu. Tidak hanya itu, mereka juga ingin membalas kematian tuan mereka yang telah diperlakukan tidak adil. Sementara itu sebagian besar lainnya setuju dengan penyerahan istana milik Asano kepada Shogun. Sedangkan yang lain ingin menghormati hukum dan menyerah secara damai.
Setelah melalui banyak pertimbangan, akhirnya Oishi mengusulkan mengirim sebuah petisi pada Shogun yang meminta pergantian kekuasaan istana milik Asano agar diserahkan pada saudara laki-lakinya yaitu Daigaku. Jika petisi itu ditolak, Oishi dan para pengikut Asano akan menolak penyitaan istana itu dan memilih mempertahankannya sampai mati. Namun demikian Oishi dan seluruh pengikut Asano sadar bahwa upaya tidak akan membuahkan hasil dan hanya mengulur waktu saja.
Beberapa hari kemudian utusan shogun berangkat untuk menyita istana itu. Sebelum sampainya utusan itu, Oishi dan para pengikut Asano telah mengosongkan istana. Daigaku yang tidak ingin lagi melihat pertumpahan darah kemudian mengirimkan surat pada Oishi agar tidak menyerang utusan Shogun. Dengan patuh Oishi dan pengikut Asano menjalankan isi surat Daigaku dengan menganggapnya sebagai perintah yang sama dari tuannya yang telah mati. Meski demikian niat Oishi dan seluruh samurai Asano yang berniat membalas dendam pada Kira belumlah surut.
Kira yang menjadi incaran pengikut Asano sadar bahwa dirinya dalam bahaya. Karena itulah di sekitar istananya yang luas itu Kira menempatkan banyak penjaga dan samurai pengawal. Oishi dan pengikut Asano sadar bahwa menyerang Kira untuk saat ini hanya tindakan bunuh diri. Mereka kemudian menunda rencana itu dan mengumpulkan seluruh senjata yang dimiliki untuk selanjutnya disembunyikan di satu tempat. Sambil terus menyusun rencana, mereka menyamar sebagai pedagang keliling dan biksu demi mengorek informasi. Apapun mereka lakukan agar dapat selangkah lebih dekat ke istana Kira. (bersambung) (Indoshotokan)