Saat itu Takushoku terkenal sebagai yang terbaik dalam hal bela diri. Tidak hanya karate, karena judo, kendo dan aikido untuk universitas dipegang oleh Takushoku. Namun meski dianggap sebagai salah satu universitas terbesar, sebenarnya untuk urusan pendidikan Takushoku terbilang biasa saja. Karena itu sebenarnya tidak ada alasan bagi anak muda Jepang masuk ke Takushoku jika bukan karena suka bela diri.
Di masa Kanazawa latihan karate di Takushoku lebih sering difokuskan pada kihon (dasar) dan makiwara (sasaran dari batang kayu yang dililit tali). Bahkan untuk makiwara para murid harus melakukannya setiap hari, sebelum dan setelah latihan.
MEMORI MASATOSHI NAKAYAMA
Sebagai orang yang pertama kali lulus dari program instruktur JKA, Kanazawa mengakui banyak kenangan dengan Nakayama. Menurutnya Nakayama adalah orang yang melihat karate dari sisi ilmiah dan logika. Jika kebanyakan instruktur Takushoku hanya menyuruh para murid untuk melakukan gerakan yang diperintahkan, maka tidak demikian dengan Nakayama. Biasanya Nakayama juga akan menjelaskan gerakan karate dari sisi keilmuan dan kesehatan.
Bicara masalah murid yang disukai, Kanazawa sangat beruntung karena dirinya disukai Nakayama.
“Sensei Nakayama bertubuh kecil, namun di Jepang tubuhku termasuk tinggi. Karena kebanyakan orang Jepang bertubuh kecil, Sensei Nakayama menyukai postur dan teknik favoritku yaitu tendangan ke arah kepala. Beberapa master ada yang suka namun ada juga yang sebaliknya. Namun Sensei Nakayama selalu gembira dengan hal ini.”
Bahkan kenangan akan Nakayama yang takut dengan ularpun masih membekas dalam ingatan Kanazawa.
“Kami semua tahu Sensei Nakayama tidak suka ular dan dia akan berkata, “Jika kau menemukan ular maka buang saja.” Hal yang sama denganku yang akan ketakutan jika bertemu anjing. Jika kami sedang latihan dan sangat lelah, kami akan membawa seekor ular kecil dan meletakkannya di hadapan Sensei Nakayama. Diapun akan segera mengakhiri latihannya.”
Masa Kokangeiko dan
Jiyu Kumite
Gichin Funakoshi memang tidak menyetujui jiyu kumite, namun para murid senior ketika itu sangat menyukainya. Sekali dalam setiap bulannya, universitas yang bergaya Shotokan akan mengadakan latihan bersama. Mula-mula mereka akan melakukan dasar dan setelah itu baru kumite. Kadang-kadang ujian kenaikan tingkat juga dilakukan. Kanazawa mengakui sangat menikmati masa-masa itu.
Di masa Kokangeiko (latihan bersama) itu kadang diadakan juga latihan bersama mahasiswa dari aliran karate lain. Kanazawa mengatakan untuk mengetahui gaya karate lawan dapat dilihat dari posisi badan dan kuda-kudanya.
“Kami dapat melihat mereka dari kamae (posisi tubuh) yang berbeda. Goju-ryu terutama pada nekoashi dachi (kuda-kuda kaki kucing), Wado-ryu kuda-kudanya lebih tinggi dan tanpa kamae, sedang Shotokan kuda-kudanya lebih lebar dan menyertakan kamae.”
Saat melakukan kumite dengan aliran karate lain, Kanazawa menyadari bahwa banyak dari mereka adalah petarung yang tangguh. Masih segar dalam ingatannya bahwa Goju-ryu adalah lawan yang hebat. Bahkan banyak dari mereka yang keahliannya di atas instruktur di Takushoku.
Goju-ryu sering melakukan jiyu kumite karena itulah teknik mereka sangat baik. Mereka selalu berusaha bertarung dengan lawan pada jarak dekat. Ini karena mereka mengandalkan teknik bantingannya yang terbilang ampuh. Jika lawan masuk dalam jangkauan mereka, dengan cepat sebuah bantingan akan mereka lakukan. Inilah yang tidak dimiliki Shotokan yang ketika itu cenderung bertarung pada jarak jauh.
Kebanyakan petarung Shotokan saat itu banyak yang dibanting saat mendekat. Karena itulah mereka lalu mengandalkan pada teknik keras agar lawan tidak sempat menangkap mereka. Pengalaman ini juga pernah dialami Kanazawa saat bertarung dengan lawan dari Goju-ryu.
“Ya, karena itulah apa yang kami lakukan saat itu adalah benar-benar menyerang dengan teknik kami. Dengan begitu mereka tidak akan menangkap kami dengan bantingannya. Para senior akan berkata, “Hentikan Kanazawa!” Namun aku tahu jika berhenti petarung Goju-ryu itu akan membantingku. Itulah sebabnya hal itu menjadi sangat sulit. Setelah pertarungan selesai aku berkata pada seniorku, “Maafkan aku.” Diapun menjawab, “Jangan khawatir, saat aku bilang berhenti, maksudku adalah kau bisa terus memukulnya.”
Meskipun sangat menikmati latihan bersama antar universitas, Kanazawa pernah mendapat pengalaman buruk. Saat itu Goju-ryu hanya melakukan tendangan chudan (tendangan lurus), namun Shotokan telah melakukan tendangan jodan. Hal itu agaknya menarik perhatian mahasiswa Universitas Kansai yang bergaya Goju-ryu. Mereka lalu meminta Kanazawa mendemonstrasikan tekniknya.
“Saat latihan selesai mereka memintaku menunjukkan teknik tendangan. Karena itu kutunjukkan tendanganku melawan salah satu senior mereka. Kira-kira sembilan atau sepuluh kali. Lalu saat tendangan terakhir, dia menahannya dan secara bersamaan memukul wajahku dengan pisau tangan. Bang!! Aku tidak gembira karenanya. Aku hanya menunjukkan tendanganku, bukan ingin berkelahi. Namun mereka adalah senior, dan sekalipun mereka dari aliran lain kau harus menghormati mereka. Namun dalam hatiku, huh! aku benar-benar marah!” Bersambung (Indoshotokan).