Sekitar tahun 60-an beberapa mahasiswa Indonesia yang telah menyelesaikan studinya di Jepang kembali ke tanah air dengan membawa ilmu karate. Satu hal yang menggembirakan karena masyarakat kita akhirnya bisa belajar bela diri yang sarat filosofi ini. Hingga terbentuknya Persatuan Olah Raga Karate-do Indonesia (PORKI) tahun 1964, yang banyak berkembang saat itu adalah aliran Shotokan dan Goju. Tidak lama sesudah itu aliran karate baru seperti Kushin-ryu, Shito-ryu dan Kyokushinkai juga masuk ke Indonesia. Fakta itu kian menambah warna baru dalam dunia karate Indonesia. Hingga artikel ini ditulis, telah ada 28 perguruan karate yang resmi terdaftar sebagai anggota FORKI.
Dari sekian banyak perguruan karate Indonesia ada yang sangat populer karena sering tampil di panggung sport karate, didukung cabang yang tersebar di seluruh tanah air dan anggotanya mencapai ribuan. Sebaliknya, ada perguruan karate yang tidak begitu populer karena sedikit anggotanya, jarang tampil di kompetisi karate, dan daerah penyebarannya masih terbatas. Untuk menambah pengetahuan pembaca sekalian, Indoshotokan kali ini akan mengulas Go Shin Jutsu Funakoshi Karate-do (selanjutnya dalam artikel ini disebut Perguruan Funakoshi). Salah satu perguruan karate lawas yang masih terus eksis dan aktif hingga kini. Perguruan Funakoshi diklaim mempunyai teknik yang paling kompleks karena bisa mengadaptasi dengan baik gaya karate ortodok dan modern; antara karate bela diri dan sport karate.
SEJARAH SINGKAT PERGURUAN FUNAKOSHI
Di masa hidupnya Soegijat Baba dikenal sebagai sosok yang santun dan sederhana. Inilah salah satu sebab mengapa namanya tidak pernah ditulis dalam sejarah karate Indonesia. Tapi saat bicara kemampuan karate, namanya disegani tidak hanya oleh muridnya, tapi juga oleh banyak perguruan karate lain di masa itu. Salah satu kemampuannya adalah memecahkan benda keras seperti batu dan kemiri. Ada sebuah cerita di salah satu demonstrasi karate Soegijat Baba berniat menghancurkan kemiri dengan telapak tangannya. Sayangnya kemiri keras itu tidak hancur. Sadar nama baik perguruan sedang dipertaruhkan, Soegijat Baba mengambil kemiri itu dan meremukkan dengan jalan dikatupkan diantara kedua telapak tangannya. Kemiri itu hancur remuk walaupun tangannya sendiri harus berdarah.
Murid-murid paling awal dari Soegijat Baba merasakan bagaimana luar biasa beratnya latihan di perguruan ini. Untuk mendapatkan sabuk hitam saat itu benar-benar sulit. Banyak peserta yang ikut, tapi hanya dua atau tiga orang saja yang lulus. Belajar ilmu karate sejatinya memang tidak mudah. Untuk itulah Soegijat Baba memberikan motivasi yang sampai sekarang masih dipegang praktisi Perguruan Funakoshi:
“Sakit jangan dirasakan sakit. Lelah jangan dirasakan lelah. Panas jangan dirasakan panas. Dingin jangan dirasakan dingin. Semuanya anggaplah teman latihan maka rasa yang mengganggu itu akan hilang.”
Sekitar tahun 1980-an sport karate sedang populer di tanah air. Sayangnya gaya full body contact yang dianut perguruan ini tidak cocok digunakan dalam kompetisi yang dinaungi FORKI. Saat itu banyak peserta dari Perguruan Funakoshi yang mencederai lawan di arena. Namun begitu perguruan ini perlahan-lahan dapat menyesuaikan, dan bahkan mereka bisa mengadakan kompetisi sport karate sendiri. Saat ini Perguruan Funakoshi banyak tersebar di Jawa Timur khususnya Malang bagian selatan. Di luar wilayah tersebut perguruan ini juga mempunyai beberapa perwakilan meskipun masih sangat terbatas.
MAKNA SIMBOL DAN FILOSOFI
Lazimnya sebuah perguruan karate yang selalu mengucapkan dojo-kun sebelum dan sesudah latihan, maka Perguruan Funakoshi juga melakukan hal serupa. Ada lima sumpah karate yang wajib diucapkan para praktisi perguruan ini;
1. Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Setia Kepada Falsafah Negara Pancasila
3. Berperikemanusiaan dan Hormat Kepada Sesama Manusia
4. Berbudi Luhur, Rendah Hati dan Berjiwa Kesatria
5. Taat dan Menjunjung Tinggi Segala Peraturan Perguruan
(Bersambung - Indoshotokan)
(Bersambung - Indoshotokan)