KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

HIROKAZU KANAZAWA – SEBUAH BIOGRAFI (4)

Tanggal 20 Oktober 1957 menjadi momen penting dalam sejarah JKA dan dunia karate Jepang. Kota Tokyo dipilih menjadi perhelatan kompetisi karate pertama di Jepang. Seperti yang telah diduga sebelumnya, acara itu berlangsung sangat ramai. Bahkan kursi yang disediakan panitiapun tidak kuasa membendung antusiasme penonton. Media lokal dan asing berbondong-bondong meliputnya. Dunia internasional dibuat kagum dengan Jepang yang mampu menggelar event besar hanya berselang 12 tahun setelah kalah perang.

Kanazawa yang menjadi peserta sebenarnya tidak berharap akan menang. Tujuannya hanya untuk menyenangkan ibunya. Karena itu meraih satu atau dua kemenangan saja baginya sudah cukup.

“Begitulah, aku memenangkan pertarungan pertama. Kemudian kurasa sudah cukup. Tapi ternyata aku menang lagi dan lagi---lucu sekali rasanya. Keponakanku datang dan berkata, “Baiklah paman, nenek bilang itu sudah cukup.”

“Namun aku berkata, “Tidak, aku harus melanjutkan karena masih menang. Jika kau sedang menang, kau tak akan bisa berhenti.” Karena itulah aku melanjutkan pertarungan, namun anehnya semua gerakan lawan terlihat begitu pelan. Aku bisa melihatnya dengan teliti. Aku hanya menggunakan tangan kiri untuk menangkis dan menyerang dengan tendangan.”

Langkah Kanazawa ternyata tidak terbendung kontestan lainnya. Namun di final dia harus berhadapan dengan Tsuyama yang juga seorang juara. Di universitas Tsuyama juga terkenal kuat dan gemar melakukan teknik jodan geri seperti Kanazawa. Sepertinya Kanazawa akan menghadapi pertarungan akhir yang sulit.

“Tsuyama tidak memerlukan awalan untuk menendang. Dengan tendangan lurus, tiba-tiba--bang!!!-- dia sudah mengalahkan lawannya. Aku tidak menangkis karena tangan kananku cedera, begitu juga tangan kiriku ternyata yang tidak cukup kuat. Karena itulah saat dia mendekat, secara bersamaan aku menyelinap dan mendorongnya dengan bahuku.”

“Kuserang kakinya yang tidak menendang hingga membuatnya terjatuh. Dia sangat terkejut karena sebelum ini tak ada seorangpun yang mampu melakukannya. Kupikir sekarang dia tidak lagi percaya diri dan aku mempunyai kesempatan bagus. Kulancarkan kombinasi tendangan dan akhirnya menghasilkan angka.”

Begitulah, Kanazawa akhirnya berhasil mengalahkan Tsuyama dan menjadi juara kumite JKA yang pertama. Namanya menjadi populer dan kontroversi karena menjadi juara dengan keadaan cedera. Plus, tekniknya yang hanya menggunakan tendangan. Peristiwa itu sangat membekas dalam pikirannya hingga kini. Menjadi juara kumite menjadi pelengkap keberhasilannya setelah lulus dari program pelatihan instruktur (kenshusei) JKA pertama.

Bicara masalah tendangan, juga mengangkat nama Kanazawa dalam hal lainnya. Namanya menginspirasi komikus Jepang bernama Ryuichi Matsuda dan Yoshihide Fujiwara sebagai salah satu tokoh komiknya. Dalam manga Kenji yang terbit tahun 1990-an, sosok Kanazawa digambarkan sebagai karateka Shotokan bernama Sohachi Takayama. Kontroversinya seputar pertandingan, berikut prestasi lainnya digambarkan mirip aslinya. Di manga itu gaya pertandingannya yang selalu memakai kaki membuatnya dijuluki “Takayama si penyepak.”


PERTANDINGAN JKA YANG KEDUA

JKA benar-benar meraup sukses besar. Meskipun ada kritikan tajam dari Shotokai, hingar bingar pertandingan seakan telah menutupinya. Dunia internasional memberitakannya dimana-mana. Apalagi kemudian Kaisar Jepang belakangan juga mendukung kompetisi berikutnya. Masatoshi Nakayama benar-benar puas dengan hasil itu. Menurutnya peserta kata telah menampilkan gerakan yang bagus, sementara peserta kumite juga terkontrol.

Setahun kemudian JKA bersiap menggelar All Japan Grand Karate Tournament yang kedua. Kemenangan pertamanya membuat Kanazawa kembali ingin mengulang sukses yang sama. Kali ini Kanazawa juga ingin berkompetisi pada nomor kata perorangan. Dan seperti yang telah diduga sebelumnya, kejuaraan yang digelar tahun 1958 itu kembali dipadati penonton.

“Aku sangat menyukai Gankaku. Karena itu aku ingin menggunakannya di turnamen All Japan kedua. Namun Sensei Nakayama berkata, “Kau harus memakai Sochin.” Karena itulah melakukannya dan menang. Namun tetap saja aku ingin melakukan Gankaku.”

Dalam turnamen itu Kanazawa berhasil menjuarai baik nomor kata dan kumite. Membuat namanya makin terkenal. Dengan segala kelebihan yang dimilikinya, JKA mulai berpikir untuk mengirimkan Kanazawa sebagai wakil mereka di Eropa dan Amerika.

Hirokazu Kanazawa (kanan) melawan Takayuki Mikami dalam final kumite All Japan Grand Karate Tournament yang kedua tahun 1958. Kanazawa berhasil menang dalam pertarungan itu.

Yang jelas, nama JKA membuat orang Amerika dan Eropa yang gemar basket dan rugby mulai menyukai karate. Mulanya mereka sulit menerima karate karena filosofinya yang dianggap njlimet. Namun setelah melihat karate yang dapat dipertandingkan, mereka mulai tertarik. Tentu saja JKA melihat hal ini sebagai hal (atau pasar?) yang potensial.

Sejak saat itulah JKA mulai ekspansi besar-besaran dengan membuat buku dan video tutorial karate. Kelebihan JKA adalah seluruh produknya dibuat dalam Bahasa Inggris dan mudah diikuti. Hasilnya JKA mulai menggeser Wado-ryu yang sudah lebih dulu membuat buku karate berbahasa Jepang. Buku Wado-ryu tidak sukses di pasaran karena banyak orang Amerika dan Eropa yang tidak paham isinya.


AWAL KARIR DI AMERIKA DAN EROPA

Begitulah, tahun 1960 Kanazawa mulai mengembangkan karirnya di luar negeri. Tempat pertama yang ditujunya adalah Hawaii. Kanazawa menganggap negara di luar Jepang memang butuh lebih banyak instruktur karate. Hal itu karena kebanyakan instruktur karate adalah eks prajurit yang pernah belajar karate. Namun karena terlalu singkat, mereka belum mencapai sabuk hitam. Akibatnya standar mereka juga tidak begitu tinggi.

“Kebanyakan mereka adalah prajurit dan pernah berlatih di dojo Okinawa maupun Jepang. Karena berlatih dalam waktu yang singkat, kebanyakan mereka hanya memegang sabuk coklat. Mereka harus kembali ke Amerika sebelum mendapat sabuk hitam. Lalu mereka mulai mengajar karate.” Bersambung (Indoshotokan).