KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

SANG GURU: KISAH ANKOH AZATO (4 - FINAL)

DUEL ANTAR AHLI PEDANG

Di masa itu masih ada ahli bela diri lain dengan kemampuan yang sepadan dengan Azato. Yoshin Kanna adalah laki-laki terpelajar tapi juga piawai ilmu bela diri. Bahkan Kanna juga menguasai ilmu pedang layaknya Azato. Semangat bertarung dan keberaniannya sudah tersohor dimana-mana. Karena banyak kemiripan, tidak heran jika banyak orang lantas membandingkan keduanya.

Dalam budaya lama Okinawa orang seperti Azato dan Kanna disebut dengan “bun bu ryo do.” Artinya agar pantas disebut sebagai ahli bela diri maka kekuatan harus didukung kecerdasan. Perbedaan Kanna dan Azato hanya pada ukuran tubuhnya. Kanna  lebih menonjol karena bahunya lebih besar dari orang Okinawa umumnya. Selain itu otot leher dan lengannya terlihat kekar sebagai bukti kesungguhannya dalam ilmu bela diri.

Kabar kehebatan ilmu pedang Azato akhirnya sampai juga ke telinga Kanna. Yakin dengan kemampuannya, Kanna menantang Azato dalam sebuah duel. Menurutnya dengan mengalahkan Azato maka reputasinya akan meningkat. Azato yang memang gemar ilmu pedang memenuhi tantangan itu. Tapi yang mengejutkan, walau musuhnya menantang dengan pedang, Azato memilih menghadapi dengan tangan kosong. Melihat Azato tidak mengeluarkan senjata tidak menyurutkan niat Kanna. Dia akan membuat Azato menyesal karena sudah meremehkannya.

Dengan sigap Kanna menyerang Azato dengan beberapa sabetan teknik pedangnya. Walau diserang berkali-kali Azato tetap tenang sambil menghindar dan membaca gerakan lawannya. Ketika sudah cukup bagi Azato melihat teknik musuh, tanpa basa-basi dia membanting Kanna dengan gerakan yang cepat. Ketika lawan telah roboh barulah Azato mencabut pedang miliknya dan membuat lawan tidak bergerak.

Kalah dari Azato agaknya tidak membuat Kanna merasa jera. Rasa penasaran membuatnya ingin kembali menantang Azato. Tapi sebanyak itu Kanna menantang Azato dan sebanyak itu pula dia selalu kalah. Azato tampaknya tidak begitu terkejut dengan keberhasilannya mengalahkan Kanna berkali-kali. Menurut Azato kekalahan itu karena musuhnya terlalu percaya diri. Merasa hebat, Kanna tidak mau mengambil pelajaran. Lebih jauh Azato menegaskan bahwa untuk menang, seorang petarung harus mengenali diri sendiri dan juga lawan.

Bagi Azato tujuan ilmu bela diri yang sebenarnya adalah membangun tubuh, jiwa, pikiran dan semangat yang sama baiknya. Walau kehebatannya sudah tidak diragukan lagi, Azato senantiasa mengingatkan Funakoshi agar tidak sembarangan mengeluarkan teknik kecuali memang terdesak. Azato mengingatkan lewat nasihatnya yang terkenal, “hito no te ashi wo ken to omoe” yang berarti, “pikirkan bahwa kedua tangan dan kakimu adalah pedang yang tajam.” Oleh Funakoshi nasihat itu diabadikan dalam salah satu Shoto Niju Kun.

Di usia tuanya Azato masih mempunyai sebuah keinginan. Dia ingin menulis sebuah buku tentang bela diri setelah pensiun sebagai pejabat pemerintah. Buku itu rencananya berisi petunjuk berlatih tode dari pengalamannya selama ini. Tidak banyak yang tahu jika Azato memang gemar menulis di masa mudanya. Di setiap akhir tulisannya Azato selalu membubuhkan tanda tangan “Rinkakusai”. Sebuah kebiasaan yang kemudian diikuti oleh Funakoshi yang selalu membubuhkan tanda tangan “Shoto” di akhir puisi karangannya.

Sayang sekali, niat Azato untuk menulis buku tidak sempat terlaksana karena tahun 1906 kematian telah menjemputnya. Walau Okinawa kehilangan salah satu legenda terbaiknya, namun cita-citanya masih hidup hingga kini. Adalah Gichin Funakoshi, sebagai murid satu-satunya yang mendirikan Shotokan yang dipengaruhi Shorei-ryu dan Shorin-ryu sebagai bukti teknik Azato ada di dalamnya. (Indoshotokan)