Sebuah tendangan meluncur deras dari kakinya menuju sasaran kepala yang segera disusul sebuah pukulan lurus dengan sebuah teriakan keras. Penonton yang sebelumnya terdiam karena menyaksikan penampilannya segera riuh bertepuk tangan. Tidak lama kemudian laki-laki ini segera menutup gerakannya dan memberikan hormat. Bendera dari wasit dan juri diangkat sebagai tanda kemenangan berpihak padanya. Luca Valdesi dari Italia yang baru saja menampilkan kata Gankaku ternyata kembali meraih gelar juara dunianya.
Bagi mereka yang berlaga di nomor kata sudah tidak asing lagi dengan nama Luca Valdesi. Dirinya diakui sebagai salah satu figur yang mampu menunjukkan karakter kata Shotokan dengan maksimal. Peringkat 1 dunia ternyata sudah berhasil diraihnya pertama kali pada tahun 2000. Namun setelah itu peringkatnya sempat melorot ke posisi 2 dan 3 dunia meski akhirnya kembali ke posisi teratas. Walaupun sempat naik turun, Valdesi berhasil memantapkan posisinya di peringkat 1 dunia sejak tahun 2006 hingga sekarang. Tidak heran jika banyak lawannya dari negara lain menganggap Valdesi sebagai kompetitor terberat baik pada nomor perorangan maupun beregu.
Luca Valdesi lahir tanggal 18 Juni 1976 di Palermo, Sicilia. Awal keterlibatannya dalam karate dimulai saat usianya baru 6 tahun. Ayah dan pamannya ternyata juga memegang sabuk hitam karate, sehingga bagi Valdesi bergabung dengan tim karate tak ubahnya semacam tradisi keluarga. Di awal perkenalannya dengan karate, Andrea (ayah Valdesi) selalu membawanya di beberapa klub lokal di kota itu.
Bagi mereka yang berlaga di nomor kata sudah tidak asing lagi dengan nama Luca Valdesi. Dirinya diakui sebagai salah satu figur yang mampu menunjukkan karakter kata Shotokan dengan maksimal. Peringkat 1 dunia ternyata sudah berhasil diraihnya pertama kali pada tahun 2000. Namun setelah itu peringkatnya sempat melorot ke posisi 2 dan 3 dunia meski akhirnya kembali ke posisi teratas. Walaupun sempat naik turun, Valdesi berhasil memantapkan posisinya di peringkat 1 dunia sejak tahun 2006 hingga sekarang. Tidak heran jika banyak lawannya dari negara lain menganggap Valdesi sebagai kompetitor terberat baik pada nomor perorangan maupun beregu.
Luca Valdesi lahir tanggal 18 Juni 1976 di Palermo, Sicilia. Awal keterlibatannya dalam karate dimulai saat usianya baru 6 tahun. Ayah dan pamannya ternyata juga memegang sabuk hitam karate, sehingga bagi Valdesi bergabung dengan tim karate tak ubahnya semacam tradisi keluarga. Di awal perkenalannya dengan karate, Andrea (ayah Valdesi) selalu membawanya di beberapa klub lokal di kota itu.
Luca Valdesi melawan Akio Tamashiro dari Peru dalam turnamen WKF tahun 2004.
Tahun 1995 Valdesi bergabung dengan Fiamme Gialle, sebuah tim karate bergengsi yang bernaung dibawah otoritas Kepolisian Italia. Disini Valdesi dibimbing oleh Claudio Culasso yang menjabat sebagai kepala instruktur. Tidak lama kemudian sebuah turnamen lokal berskala nasional digelar di Italia. Di turnamen itu Valdesi berhasil meraih gelar pertamanya di usianya yang masih 18 tahun. Sejak itu dirinya terus mengasah kemampuannya hingga turnamen internasional tiba. Meski awalnya tidak cukup yakin mampu berlaga di nomor bergengsi kata perorangan, Valdesi ternyata berhasil menempati posisi puncak dalam European Championships yang digelar tahun 2000 itu. Dan sejak itu gelar juara dari berbagai turnamen selalu berhasil diraihnya.
Disela kesibukannya dalam karate, Valdesi tetap tidak melupakan kehidupan pribadinya. Tahun 2001 dirinya menikahi Ada Spinella, seorang penari sekaligus selebriti ternama. 3 tahun kemudian anak pertamanya, Andrea, lahir. Beberapa bulan kemudian dirinya lulus dari Universitas dengan meraih gelar sarjana dari jurusan ekonomi bisnis.
Saat ini banyak organisasi karate yang sengaja mengubah kata baik pada gerakan maupun iramanya agar terlihat lebih indah dan cepat. Valdesi menyatakan akan tetap berusaha mempertahankan prinsip dasar gerakan setiap kata. Namun demikian dirinya tidak menampik dengan kenyataan bahwa seiring berjalannya waktu, karate saat ini telah banyak berubah.
“Di semua cabang olah raga baik metode dan penampilan telah berubah. 20 tahun lalu, rekor lari berbeda, hal itu sama dengan karate. Waktu telah merubahnya.”
Antonio Diaz (kiri) dengan Chatanyara Kushanku di final turnamen WKF 2008 di Tokyo melawan Luca Valdesi dengan Gankaku. Pertandingan itu dimenangkan Valdesi.
Meskipun banyak orang yang memuji kecepatan tangan dan kaki Valdesi, namun tidak sedikit pula yang mengkritiknya. Bahkan di salah satu situs video sharing ada juga yang menyebut Valdesi sebagai si “tupai” karena saking cepatnya. Sebuah komentar negatif namun cukup menggelikan memang. Ada juga komentar miring lainnya yang menilai gaya Valdesi dianggap terlalu menonjolkan sisi sport karate daripada esensi teknik. Dengan kata lain, Valdesi hanya dianggap terlalu mementingkan keindahan gerak tak ubahnya penari dibanding menunjukkan makna bela diri. Namun karena itulah yang dituntut dari sport karate, gaya Valdesi agaknya tidak perlu diperdebatkan.
Jika setiap orang yang berlatih karate mempunyai kata favorit, maka demikian pula halnya dengan Valdesi.
“Kata favoritku adalah Unsu dan Gankaku. Yang pertama adalah sebuah kata yang sangat cepat dan spektakuler. Aku dapat menunjukkan karakterku didalamnya; yang kedua merupakan kata paling sulit di Shotokan karena membutuhkan keseimbangan dan konsentrasi yang besar….tubuh dan pikiran..”
Barangkali dari sebagian banyak rival Valdesi hanya Antonio Diaz yang terbilang cukup tangguh untuk berlaga dengannya. Antonio Jose Diaz Fernandez adalah karateka Venezuela terbaik yang meraih medali perunggu dalam turnamen di tahun 2002, 2004 dan 2006 di nomor kata perorangan. Diaz yang terkenal dengan kata Chatanyara Kushanku sebagai andalannya ini juga menjadi juara pertama di turnamen Pan America di tahun 2005, 2006 dan 2007. Terakhir Diaz berhasil meraih medali emasnya di Curacao (2009).
Meski pertemuan Valdesi dan Diaz cukup sering (11 kali total), penampilan mereka tidak pernah membosankan. Penonton agaknya selalu penasaran siapa pemenang antara Valdesi (Unsu – Gankaku) dengan Diaz (Superimpai – Chatanyara Kushanku)
Di usianya sekarang (2009) yang sudah terbilang tua sebagai atlit, Valdesi masih saja aktif berlaga di nomor spesialisasinya yaitu kata perorangan. Di tengah persaingan yang semakin ketat dengan munculnya atlit baru yang lebih muda dan enerjik, nama Valdesi ternyata masih sulit digeser dari peringkat 1 dunia saat ini. Bicara masalah keinginannya selepas pensiun dari kompetisi karate, Valdesi begitu antusias ingin keliling dunia sambil memberikan berbagai seminar dan pelatihan.
“Aku ingin berkeliling dunia memberikan pelajaran dan seminar dan aku menyukainya. Aku juga ingin berbagi apa yang telah kupelajari untuk membantu membimbing calon kompetitor baru dalam turnamen.” ungkapnya. (Indoshotokan)
Di usianya sekarang (2009) yang sudah terbilang tua sebagai atlit, Valdesi masih saja aktif berlaga di nomor spesialisasinya yaitu kata perorangan. Di tengah persaingan yang semakin ketat dengan munculnya atlit baru yang lebih muda dan enerjik, nama Valdesi ternyata masih sulit digeser dari peringkat 1 dunia saat ini. Bicara masalah keinginannya selepas pensiun dari kompetisi karate, Valdesi begitu antusias ingin keliling dunia sambil memberikan berbagai seminar dan pelatihan.
“Aku ingin berkeliling dunia memberikan pelajaran dan seminar dan aku menyukainya. Aku juga ingin berbagi apa yang telah kupelajari untuk membantu membimbing calon kompetitor baru dalam turnamen.” ungkapnya. (Indoshotokan)