KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

SHOTOKAN ATAU SHOTOKAI? (1)

Gichin Funakoshi (1868 – 1957) karena luas pengetahuannya baik budaya dan teknik yang dimilikinya diberikan kepercayaan oleh para ahli bela diri Okinawa untuk melakukan demonstrasi karate di luar Okinawa untuk pertama kalinya tahun sekitar 1916 di Butokukai. Selanjutnya Funakoshi diundang ke Jepang sekitar tahun 1921 memenuhi undangan calon Kaisar Jepang untuk mengadakan demonstrasi karate. Sebagai hasilnya, demonstrasi itu menarik banyak kalangan - termasuk Jigaro Kano pendiri Judo - dan sejak saat itu Funakoshi tinggal di Jepang untuk terus mempromosikan karate. Sejak saat itu klub-klub karate bermunculan di Jepang baik di sekolah, universitas dan lembaga-lembaga lain.

Sejak awal masuknya ke Jepang sebenarnya tidak ada aliran dalam karate. Dengan kata lain hanya satu karate yang diajarkan oleh Funakoshi, dan itupun tidak ada namanya. Sebagaimana juga telah diulas dalam artikel sebelumnya, Funakoshi tidak pernah menyebut alirannya dengan nama Shotokan atau apapun. Dan sebenarnya Funakoshipun tidak setuju dengan perpecahan atau pemberian nama aliran – temasuk pada karate yang diajarkannya. Nama Shotokan adalah nama dojo yang didirikan tahun 1936 di Tokyo. Nama itu diajukan oleh murid-muridnya sebagai penghormatan pada Funakoshi. Walaupun antusias masyarakat Jepang pada karate begitu besar, perkembangan karate bukan lantas mudah begitu saja namun tetap penuh perjuangan yang melelahkan.

Kembali ke tahun 1935 setahun sebelum didirikannya dojo Shotokan di Tokyo, saat itu Funakoshi membutuhkan begitu banyak dana & bantuan untuk mendirikan dojo. Kemudian Funakoshi membentuk Shotokai, sebuah organisasi yang khusus menangani masalah ini. Dengan demikian saat itu Funakoshi menjabat dua posisi : instruktur kepala di dojo cikal bakal Shotokan dan kepala Shotokai.

Dari huruf kanjinya, Shotokai terbentuk dari tiga huruf kanji : Sho berarti pohon cemara, To berarti gelombang, Kai berarti organisasi atau perkumpulan. Shotokai berarti Organisasi Shoto atau Organisasi yang didirikan Gichin Funakoshi. Sedangkan Shotokan terbentuk dari tiga huruf kanji Sho berarti pohon cemara, To berarti gelombang, Kan berarti ruang atau balai utama tempat berlatih. Jadi perbedaan nama hanya terletak pada huruf kanji terakhirnya.

Tahun 1936 akhirnya dojo tersebut berhasil didirikan di Tokyo, menjadi gedung utama saat itu bagi Funakoshi dan murid-muridnya dan nama Shotokan diusulkan oleh pengikut Funakoshi. Pada tahun yang sama menggunaan nama ”karate-do” sebagai seni bela dirinya, dan seluruh ahli bela diri Okinawa setuju dengan ini.

Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1951 Shotokai bersatu kembali. Organisasi ini selanjutnya memperkuat eksistensinya tahun 1956. Tujuannya adalah mewujudkan tujuan karate yang sejati, sebagai seni jalan hidup dan bukan untuk olah raga.

Tahun 1957 Gichin Funakoshi meninggal dunia. Keluarga Funakoshi menyerahkan seluruh aset, dokumen berikut simbol harimau kepada Shotokai sebagaimana permintaan terakhir Funakoshi. Setelah Funakoshi meninggal para pengikut Funakoshi terpecah menjadi dua kelompok. Satu kelompok di pihak yang saat ini dikenal dengan Japan Karate Association (JKA) yang kemudian lebih dikenal dengan nama Shotokan. Sementara kelompok yang lain adalah Shotokai yang yang masih sangat setia dengan ajaran dari Funakoshi.

Walaupun berpegang pada filosofi yang sama, satu-satunya penghalang antara dua kelompok ini adalah turnamen, kompetisi dan yang semacamnya harus diperkenalkan dan diadakan. Cukup dimaklumi sejak Funakoshi melarang adanya kompetisi yang selalu diusulkan oleh beberapa pengikutnya.

Selanjutnya, setelah Funakoshi meninggal Shigeru Egami dan Genshin Hironishi berbagi tanggung jawab untuk memimpin Shotokai. Shigeru Egami adalah salah satu murid Funakoshi yang paling awal sekaligus paling setia. Setelah bertahun-tahun berlatih, Egami menemukan cara yang lebih efisien dalam melancarkan suatu teknik. Teknik dilancarkan dengan pikiran dan tubuh yang rileks. Setelah menemukan metode ini Egami menyarankan metode ini untuk digunakan dalam latihan-latihan selanjutnya. Inilah yang menjadi dasar dari Shotokai.

Apa yang terlihat saat ini gerakan dalam Shotokai terlihat mengalir lebih natural, penuh tenaga namun dilakukan sejalan dengan prinsip harmonis dan relaksasi menghindari gerakan yang cenderung kasar. Karena itulah sejak Egami menyarankan metode latihan yang baru, sekalipun Shotokai adalah nama perkumpulan/organisasi maka banyak pihak yang beranggapan Shotokai telah menjadi suatu aliran karate.

Tujuan seseorang berlatih karate sangat beragam. Ada yang berlatih karate demi tujuan membela diri, ada pula yang demi mencapai kondisi fisik yang lebih baik, sementara ada pula yang demi meraih medali dan penghargaan. Jika Anda termasuk orang yang memilih salah satu dari ketiga alasan diatas, maka Anda tidak cocok berlatih di Shotokai. Shotokai lebih cenderung melatih karate sebagai filosofi.

Shigeru Egami selalu menjaga Shotokai tidak mengikuti turnamen atau kompetisi dan semacamnya bahkan hingga saat ini. Tampaknya inilah yang benar-benar membedakan Shotokai dengan Shotokan. Dalam salah satu tulisannya Egami menyatakan, ” Pertama-tama kita belajar karate sebagai sebuah teknik bertarung, kemudian dengan berlalunya waktu dan pengalaman kita akan memahami hakikat jiwa dan mampu membuka diri kita untuk bersatu dengan orang lain yang ingin bertarung dengan kita. Ini adalah prinsip yang mengajak kita untuk hidup bersama-sama dalam kedamaian.”

Selain Shigeru Egami ada pula Genshin Hironishi (1913 – 1999) yang berlatih karate dibawah Gichin Funakoshi dan Yoshitaka Funakoshi (anak Funakoshi). Hironishi mengambil alih posisi Presiden Shotokai dari Egami setelah meninggal akibat penyakit cerebral embolia.

Sebagai aliran yang tidak berorientasi pada kompetisi dan turnamen, Shotokai lebih memfokuskan pada pengembangan karakter pengikutnya melalui berlatih karate-do sebagai jalan hidup, filosofi hidup dan pengembangan energi internal (ki). Hal ini tentu saja terlihat sangat kontras dengan kenyataan berbagai aliran / perguruan karate di dunia saat ini mayoritas menggunakan karate sebagai olah raga yang bersifat kompetisi. Dimana terlihat mereka (umumnya yang berusia muda) akan terlihat lebih mendominasi dengan kondisi fisik yang prima. (Indoshotokan)