KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

HIROKAZU KANAZAWA - SEBUAH BIOGRAFI (6 - FINAL)


Kebanyakan instruktur JKA sebelum mempelajari karate ada yang sudah menguasai bela diri lain. Misalnya saja Masatoshi Nakakayama dengan kendo dan Keigo Abe (pendiri JSKA) dengan Iaido. Namun setelah bergabung di JKA, publik hanya mengenal mereka lewat karate, sedang bela diri lain mereka seolah tidak terekspos.

Hal senada juga dilakukan oleh Kanazawa yang berkenalan dengan Tai Chi sejak tahun 1958 silam. Bukan tanpa alasan Kanazawa lantas belajar Tai Chi. Adalah Nakayama yang meminta Kanazawa mengembangkan teknik pernapasannya sendiri. Untuk itulah Nakayama mengirim Kanazawa belajar pada ahli Tai Chi dan Aikido.

“Aku dapat terus berlatih karate selama lebih dari 70 tahun adalah karena melakukan Tai Chi. Dalam karate kecepatan, kekuatan dan fokus sangatlah penting. Namun di Tai Chi ketiganya justru sebaliknya. Dalam Tai Chi segalanya berjalan lebih rileks. Karena itulah Tai Chi mendukung karateku menjadi lebih baik.”

Itulah sebabnya Kanazawa lantas memberikan sentuhan elemen Tai Chi dalam karatenya. Dibandingkan gaya JKA yang orisinil, SKIF lebih banyak memasukkan teknik pernapasan. Anda bisa mengeceknya dengan melihat beberapa video kata lawas yang dilakukan Kanazawa. Menurut Kanazawa pernapasan adalah inti kehidupan. Namun sayangnya banyak orang bernapas dengan cara yang keliru.

Elemen Tai Chi lain yang dimasukkan Kanazawa adalah konsep mengalahkan lawan dengan tenaga minimal. Cara bertarung ala Tai Chi ini hanya menggunakan 60% tenaga sendiri, sedang 40% sisanya adalah tenaga lawan.


NIJUHACHIHO DAN GANKAKU SHO

Setelah sebelumnya sempat dituding mengubah kata Shotokan agaknya tidak membuat Kanazawa jera. Dirinya tidak berhenti berinovasi dengan memperkenalkan dua kata baru hasil modifikasinya.

Nijuhachiho atau yang berarti 28 langkah ini pertama kali ditampilkan sekitar tahun 1996 -1997-an silam saat Kanazawa melakukan tour di benua Eropa. Namun baru di tahun 2005 kata ini dipublikasikan dalam DVD yang berjudul Mastering Karate. Kanazawa hanya menyebutkan Nijuhachiho berasal dari bentuk bangau putih karate bergaya Shurei. Namun jika diamati, Nijuhachiho sangat mirip dengan Kururunfa dan Nipaipo. Kata kedua dari Kanazawa adalah Gankaku Sho. Kata yang dilakukan pada arah diagonal ini mirip dengan Chinto versi Tomari.

Hirokazu Kanazawa. Foto ini diambil disela produksi DVD Mastering Karate tahun 2005.

Di luar kata yang diperkenalkan olehnya, Kanazawa juga mewajibkan anggota SKIF berlatih Seipai versi Goju-ryu dan Seienchin versi Shito-ryu. Menurut Kanazawa teknik Shotokan adalah terbatas dalam beberapa hal.

“Shotokan tidak mempunyai Shiko Dachi, padahal ini kuda-kuda yang baik. Kiba Dachi sangat kuat, namun jika ada kesalahan maka dapat hilang keseimbangan. Jika diumpamakan, Shiko Dachi seperti rumah Jepang yang terbuat dari kayu. Sedangkan Kiba Dachi seperti rumah Skotlandia yang terbuat dari batu. Jika topan berhembus rumah dari batu akan tetap kokoh, namun tidak dengan rumah kayu. Jika gempa bumi terjadi rumah batu akan roboh sedangkan rumah kayu masih berdiri tegak. Karena itu sangat penting mengambil masing-masing yang terbaik.”


SKIF DI MASA MENDATANG

Dari seluruh organisasi pecahan JKA, SKIF memang terbilang paling banyak berinovasi. Selain dua kata baru, Kanazawa juga mewajibkan instruktur senior di SKIF untuk mempelajari senjata. Jenis senjata yang dipelajari mirip dengan kobudo di Okinawa, namun ada juga yang orisinil. Bicara masalah senjata, Kanazawa ternyata juga menguasai nunchaku, bo dan katana. Bahkan untuk nunchaku Kanazawa juga sempat menulis buku panduannya.

Saat ditanya rencana SKIF berikutnya, Kanazawa ingin lebih mengembangkan karate terutama untuk anak-anak baik fisik dan mentalnya.Kanazawa tidak menampik kompetisi karate sebagai tujuan SKIF, namun dirinya juga tidak ingin melupakan konsep budo. Bagi Kanazawa seni bela diri mempunyai dua dimensi, yaitu fisik dan spiritual.

“Karate kompetisi tidak menjadi soal. Namun antara olah raga dan budo adalah sesuatu yang berbeda. Olah raga sama dengan laki-laki, dan budo sama dengan perempuan. Keduanya belawanan dalam pemikiran.”

“Dalam seni bela diri pengembangan karakter sangatlah penting. Jika orang selalu saja marah dan marah, sama saja menjauhkan diri dari keberuntungan. Namun jika kau jujur dan senantiasa berterima kasih, maka hal baik apapun akan terjadi. Itulah sebabnya aku selalu berusaha berterima kasih dan berterima kasih.”

Di usia tuanya, Kanazawa masih mempunyai sebuah cita-cita. Dirinya ingin membuat sebuah olah raga (atau bela diri?) baru yang akan digemari semua orang. Salut! Semoga sukses. Tamat (Indoshotokan – berbagai sumber, foto-foto berasal dari Shotokanmag).