Umumnya seorang instruktur karate saat berpromosi akan mendemonstrasikan kata atau tameshiwari (pemecahan benda keras). Namun lain halnya dengan Kanazawa. Saat di Hawaii dirinya mesti bekerja keras dengan melawan petarung dari beragam disiplin bela diri. Mulai dari kajukenbo, petinju hingga pegulat pernah dihadapinya. Sebagian dari lawannya bahkan memegang peringkat yang tinggi di organisasinya.
“Petinju dan pegulat adalah orang yang kuat. Pukulan mungkin bisa saja mereka tahan, tapi tidak dengan tendangan. Karena itu kugunakan teknik jodan mawashi geri (tendangan ke arah pelipis) untuk pegulat dan ashi barai (sapuan kaki) untuk petinju. ”Bang!!! begitu terkena mereka langsung tidak sadar.”
Meskipun banyak melawan petarung dengan bela diri bergaya barat, di Hawaii Kanazawa juga sempat melawan beberapa karateka. Ada kisah unik dimana setelah Kanazawa mengalahkan seorang karateka dari aliran Kushinkai, orang itu lalu pindah pada Shotokan.
Usaha Kanazawa mempromosikan Shotokan di benua Amerika berhasil dengan dibukanya cabang perwakilan JKA di Hawaii. Dua tahun kemudian Kanazawa kembali ke Jepang.
Namun agaknya Kanazawa tidak dapat berlama-lama di Jepang. Tahun 1965 JKA menugaskannya untuk serangkaian promosi di benua Eropa. Kanazawa yang menyukai karate agaknya tidak keberatan menerima tugas berat itu.
“Aku sangat menyukai karate dan kupikir karate bermanfaat dalam segala hal baik karakter, tubuh dan jiwa. Itulah sebabnya aku ingin membaginya dengan orang lain. Tentu saja kuharap akan ada persahabatan antara Jepang dengan negara lain. Saat JKA berkata, “kau harus pergi” aku tidak keberatan, karena aku menikmati berkeliling dunia untuk mengajar karate.”
Tahun 1965 Inggris menjadi ekspansi Kanazawa berikutnya. Sebuah tantangan baru kembali dihadapi Kanazawa. Namun kali ini bukan berasal dari petarung lain, melainkan dari orang awam yang ingin belajar gaya Shotokan JKA.
Orang barat ternyata mempunyai perbedaan fisik dengan orang Jepang. Meskipun berpostur lebih tinggi, orang barat ternyata mempunyai masalah dengan gerakan tertentu. Hal ini juga dialami Teruyuki Okazaki (pendiri ISKF) yang mengajar di Amerika. Menurut Okazaki jika orang Jepang mampu melakukan lompat kelinci, maka sebaliknya dengan orang barat.
“Petinju dan pegulat adalah orang yang kuat. Pukulan mungkin bisa saja mereka tahan, tapi tidak dengan tendangan. Karena itu kugunakan teknik jodan mawashi geri (tendangan ke arah pelipis) untuk pegulat dan ashi barai (sapuan kaki) untuk petinju. ”Bang!!! begitu terkena mereka langsung tidak sadar.”
Meskipun banyak melawan petarung dengan bela diri bergaya barat, di Hawaii Kanazawa juga sempat melawan beberapa karateka. Ada kisah unik dimana setelah Kanazawa mengalahkan seorang karateka dari aliran Kushinkai, orang itu lalu pindah pada Shotokan.
Usaha Kanazawa mempromosikan Shotokan di benua Amerika berhasil dengan dibukanya cabang perwakilan JKA di Hawaii. Dua tahun kemudian Kanazawa kembali ke Jepang.
Namun agaknya Kanazawa tidak dapat berlama-lama di Jepang. Tahun 1965 JKA menugaskannya untuk serangkaian promosi di benua Eropa. Kanazawa yang menyukai karate agaknya tidak keberatan menerima tugas berat itu.
“Aku sangat menyukai karate dan kupikir karate bermanfaat dalam segala hal baik karakter, tubuh dan jiwa. Itulah sebabnya aku ingin membaginya dengan orang lain. Tentu saja kuharap akan ada persahabatan antara Jepang dengan negara lain. Saat JKA berkata, “kau harus pergi” aku tidak keberatan, karena aku menikmati berkeliling dunia untuk mengajar karate.”
Tahun 1965 Inggris menjadi ekspansi Kanazawa berikutnya. Sebuah tantangan baru kembali dihadapi Kanazawa. Namun kali ini bukan berasal dari petarung lain, melainkan dari orang awam yang ingin belajar gaya Shotokan JKA.
Orang barat ternyata mempunyai perbedaan fisik dengan orang Jepang. Meskipun berpostur lebih tinggi, orang barat ternyata mempunyai masalah dengan gerakan tertentu. Hal ini juga dialami Teruyuki Okazaki (pendiri ISKF) yang mengajar di Amerika. Menurut Okazaki jika orang Jepang mampu melakukan lompat kelinci, maka sebaliknya dengan orang barat.
Melihat kelemahan itu, Kanazawa mencoba memikirkan cara lain. Dirinya mulai mengubah sedikit gerakan kata agar sesuai dengan fisik orang barat. Akibat tindakannya itu Kanazawa sempat dituduh telah mengubah esensi kata Shotokan. Meski sempat kontroversial, Kanazawa menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mengubah inti dari kata Shotokan. Dirinya beralasan apa yang dilakukannya hanya untuk mempermudah metode mengajarnya.
Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, Kanazawa mempunyai kelebihan dalam teknik tendangan. Saat mengajar di Inggris dan negara Eropa berikutnya, Kanazawa mengurangi porsi latihan pukulan. Dia melihat kelebihan orang barat dalam hal kekuatan kaki. Potensi ini ditanggapi Kanazawa dengan mengajarkan lebih banyak tendangan. Inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa hari ini karateka barat terlihat lebih unggul dalam hal tendangan.
Tahun 1968 Kanazawa melanjutkan perjalanannya menuju ke beberapa negara Eropa. Masih di tahun yang sama, Kanazawa ditunjuk sebagai manajer utama tim karate Eropa yang akan berlaga di turnamen WUKO di Meksiko. Penunjukkan ini membuktikan figur Kanazawa telah populer di kalangan orang barat.
MENGUNDURKAN DIRI DARI JKA DAN KEMUNCULAN SKIF
Banyak yang mengira karir karate Kanazawa akan cemerlang setelah segudang prestasi berhasil dicapainya. Namun asumsi itu keliru karena yang terjadi justru sebaliknya. Tahun 1977 Kanazawa membuat keputusan mengejutkan dengan mengundurkan diri dari JKA. Pernyataan yang tiba-tiba itu sontak membuat publik karate Jepang terkejut.
Hingga kini Kanazawa tidak pernah menyebutkan dengan jelas alasan kemundurannya itu. Namun disinyalir konflik kepentingan antar instruktur sebagai penyebabnya. Saat itu di JKA memang terjadi konflik dan Kanazawa diduga terlibat di dalamnya. Tidak berhasil menemukan solusi, akhirnya Kanazawa memilih hengkang.
Kanazawa lalu mendirikan organisasi sendiri yaitu Shotokan Karate International (SKI). Dapat ditebak, organisasi ini berkembang pesat hanya dalam hitungan beberapa tahun saja. Mulanya basis kekuatan SKI hanya di negara bagian Eropa dan Amerika. Tidak mengherankan karena Kanazawa sudah mengantongi nama besar di kedua benua itu. Sehingga pendukung yang dibutuhkan sebagai kekuatan organisasinya sudah tersedia.
Beberapa tahun kemudian SKI berubah nama menjadi Shotokan Karate International Federation (SKIF). Diantara organisasi pecahan JKA lainnya, SKIF adalah yang terbesar. Popularitasnya bahkan bersaing dengan JKA sebagai sumbernya. Hingga artikel ini ditulis (2011), SKIF mempunyai perwakilan lebih di 107 negara dengan anggota tidak kurang dari 5 juta orang. Jumlah ini dipastikan masih akan bertambah.
Keluarnya Kanazawa dari JKA juga diikuti juniornya yang bernama Hitoshi Kasuya. Pemuda ini adalah lulusan kenshusei ke-13 tahun 1973. Kasuya mengikuti Kanazawa selama 10 tahun di SKIF. Setelah itu dia mendirikan organisasinya sendiri yaitu World Shotokan Karate Federation (WSKF) tahun 1990. Tidak kalah besar, kini WSKF telah mempunyai perwakilan di lebih 80 negara. Bersambung (Indoshotokan).