KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

INSPIRASI SANG JUARA – ANTONIO DIAZ (2)

Diluar arena Valdesi dan Diaz adalah teman baik. Keduanya sering bertukar pikiran berkaitan dengan kompetisi dunia. Akibat sering bertemu di arena, Diaz sedikit banyak menjadi hafal dengan gerakan rivalnya itu.

“Saat aku mengalahkan Valdesi di Italy Open, itu adalah pertarungan yang berat. Teknik kata-nya berubah dari keage menjadi kekomi. Kupikir tidak masalah jika merubah gerakan sepanjang tidak meninggalkan esensinya. Kadang-kadang kita melihat modifikasi yang benar-benar merubah kata. Biasanya hal ini dilakukan agar kata yang dilakukan terlihat lebih bertenaga. Tapi seseorang harus lebih berhati-hati agar tidak menghilangkan inti dari kata itu.”

Yang dimaksud Diaz adalah kata Gankaku Shotokan. Bentuk lama tendangan pada Gankaku adalah kekomi (tendangan pisau kaki ke sasaran tengah). Namun di tangan Valdesi arah sasaran lebih keatas dengan keage. Hal ini kemudian banyak ditiru oleh kompetitor dari Shotokan. Entah sengaja atau tidak, Valdesi memakai kekomi saat menghadapi Diaz di Italy Open. Mungkinkah Valdesi cedera saat itu? Ataukah kekuatannya menurun akibat usia? Tidak dapat dipastikan, namun hasilnya Valdesi dikalahkan oleh Diaz.

Bicara masalah modifikasi kata karate, sekarang makin banyak orang barat yang melakukannya. Beberapa tahun belakangan ini tren menambahkan lompatan pada kata Shito-ryu kian marak. Tidak cukup sampai disitu, kini muncul lagi modifikasi lompatan pada kata Shotokan (Unsu, Kanku Sho) dan Shito-ryu (Kosokun Dai, Chatanyara Kusanku) berupa tambahan tendangan tepat sebelum jatuh ke tanah. Orang Italia tercatat paling banyak melakukan ini, sebut saja Luca Brancaleon dan Lucio Maurino. Jika ingin tahu bentuknya, cobalah Anda buka situs Youtube.com dan ketiklah kata kunci “Luca Brancaleon” dengan “Chatanyara Kusanku.”


EKSPERIMEN SELAIN “108”

Dalam kompetisi kata sudah jadi rahasia umum jika kata Shito-ryu “lebih disukai pasar” ketimbang kata Shotokan. Selain jumlahnya yang sangat banyak, kata Shito-ryu mempunyai tingkat kesulitan lebih tinggi plus gerakan yang lebih bervariasi. Walau demikian, kompetitor Shotokan sebenarnya masih berpeluang untuk mengungguli. Sejak kata Shotokan kebanyakan lebih pendek, memaksimalkan setiap gerakan menjadi poin utama. Dengan kata lain kecepatan, power dan kime pada level maksimal adalah wajib bagi kompetitor Shotokan.

Senada dengan peserta lainnya, Diaz-pun mempunyai kata andalan. Namun seiring meningkatnya atmosfir kompetisi membuat Diaz memilih hanya kata Shito-ryu yang terbaik (Suparimpei dan Chatanyara Kusanku). Untuk menampilkan performa terbaiknya, Diaz lalu memodifikasi beberapa gerakan hingga terlihat sedikit berbeda dari aslinya.

“Aku selalu menyukai Suparimpei dan Chatanyara Kusanku. Bagiku keduanya mempunyai hubungan yang tidak terpisahan. Memang benar, beberapa gerakan terlihat berbeda pada temponya. Namun ini kulakukan semata-mata karena kompetisi. Aku juga merasakan Suparimpei mempunyai arti yang begitu dalam. “108 Gerakan” berhubungan erat dengan Budhisme. Penganut Budha percaya bahwa manusia mempunyai 108 nafsu jahat. Selanjutnya digambarkan oleh kata ini bahwa manusa harus senantiasa berusaha melawan 108 niat jahat itu.”

Sekedar informasi, Suparimpei milik Diaz sebenarnya adalah versi Ryuei-ryu namun dengan “sedikit sentuhan” hingga menyerupai versi Goju dan Shito. Jauh sebelumnya, Diaz sempat belajar beberapa kata aliran Ryuei-ryu saat bertandang ke Okinawa. Kata Ryuei-ryu lain yang juga sering ditampilkan oleh Diaz adalah Annan.

Diaz sebenarnya tidak membatasi diri pada kata tertentu. Pada kompetisi lokal Diaz akan menggunakan kata Shito-ryu yang jarang ditampilkan olehnya (Unsu, Paiku, Kosokun Dai dan Kosokun Sho). Walau kompetisi kata butuh pemilihan kata yang tepat, Diaz tidak takut mengambil resiko dengan mencoba rotasi yang baru. Ini dibuktikannya saat melawan Valdesi di final kejuaraan WKF tahun 2008 di Tokyo. Saat itu Diaz harus merelakan podium pertama dan takluk pada kata Gankaku.

“Tahun 2008 saat di Tokyo strategiku adalah melakukan Suparimpei di semi final. Ketika kulihat wakil Jepang telah kalah di babak pertama melawan Perancis, aku sempat berpikir untuk mengubah strategi. Namun akhirnya tidak kulakukan dan tetap mempertahankan rencana awal. Mungkin sebaiknya aku memang merubahnya, tapi aku toh tidak menyesalinya. Ketika kau mengambil keputusan, maka lakukanlah. Banyak teman berkata padaku, “Seharusnya kau melakukan Suparimpei di final!”

“Yah mungkin saja itu benar, tapi aku sudah berusaha yang maksimal. Aku menyukai Chatanyara dan bisa melakukannya dengan baik. Apalagi hasil pertandingan itu sebenarnya tidak begitu buruk, 3-2, tidak jauh berbeda. Aku tidak melihatnya sebagai sebuah kesalahan, itu hanyalah strategi. Sebuah pengalaman yang bagus. Selain itu kami (admin: Diaz dan Valdesi) juga sudah sangat sering bertemu di final.”

Berada di lingkungan dengan banyak orang dari aliran berbeda membuat Diaz berkesempatan menambah ilmuya. Kini Diaz bahkan mulai menjajaki kata Shotokan sebagai pelajaran barunya. Saat ini (2012) Diaz belajar tiga kata Shotokan yaitu Kanku Dai, Jion dan Enpi. Meski belum pasti kedepannya, belum terlintas di benaknya akan menampilkan kata Shotokan di kompetisi.

“Benar, saat ini aku berlatih beberapa kata Shotokan: Enpi, Kanku Dai dan Jion. Kebetulan aku punya beberapa teman di tim nasional yang juga menjadi sensei. Saat seminar di Jepang aku sempat belajar pada mereka. Belum begitu mahir memang, namun aku yakin dapat mengerjakannya dengan benar. Suatu saat nanti aku mungkin saja akan menampilkannya dalam sebuah demonstrasi. Jika aku harus menampilkan kata Shotokan di kompetisi aku akan memilih Enpi. Mengapa? Entahlah, mungkin karena aku menyukainya.” (bersambung - Indoshotokan)