Bicara pengalaman kompetisi, Okazaki muda justru tidak memilikinya. Hal itu bisa dimaklumi karena saat itu Funakoshi masih hidup dan melarang karate yang dipertandingkan. Kumite yang mirip pertandingan memang ada, namun hanya sebatas demonstrasi untuk umum.
“Ketika aku masih mahasiswa, kami tidak melakukan kompetisi hingga tahun 1957. Aku mulai berlatih karate tahun 1947, jadi selama 10 tahun tidak ada pertandingan karate karena kami butuh ijin dari Master Funakoshi. Saat itu aku membantu Master Nakayama dalam banyak perjalanan untuk memberikan demonstrasi karate.”
“Kemudian Master Nakayama mulai berpikir bagaimana jika kami mengadakan turnamen demi menarik perhatian publik untuk menunjukkan apa sebenarnya karate-do. Dia lalu bertanya pada Master Funakoshi yang langsung menjawabnya dengan tidak. Karate 100% bukan untuk olah raga.”
“Master Nakayama menjelaskan padanya dan akan membawa Master Funakoshi ikut serta. Tujuan sebenarnya tetap demonstrasi, namun dia akan mengumumkan sebagai kompetisi pada publik agar mereka tertarik dan menonton. Master Funakoshi ternyata setuju, namun mengingatkan agar para peserta tetap mengikuti prinsip seni bela diri dan peraturan yang ditentukan.”
PENGALAMAN AWAL SEBAGAI INSTRUKTUR
Okazaki ingat di awal karirnya sebagai instruktur karate universitas diisi penuh dengan kedisiplinan. Dia tinggal di sebuah asrama dan mulai latihan sejak jam 06.30 pagi hingga menjelang siang. Jam lima sore latihan kembali dimulai sampai menjelang makan malam. Calon instruktur full time wajib berlatih 3 s/d 4 kali setiap harinya. Mereka saat itu tidak dibayar, tapi mendapatkan kamar dan makanan gratis sampai menyelesaikan pelatihan dan lulus sebagai instruktur.
Teruyuki Okazaki (melompat) bersama dengan Hidetaka Nishiyama. Foto berasal dari karate-pskov.
Sebagai instruktur dari legenda Shotokan Hirokazu Kanazawa dan Hideo Ochi (sekarang di JKA Jerman), Okazaki sempat mempunyai pengalaman lucu dengan mereka.
“Sebelumnya di Takushoku aku menjadi instruktur dari Bapak Kanazawa dan Oichi. Ketika aku menetap di asrama, semua murid pasti akan menghilang di pagi hari. Saat itu semuanya masih muda. Mereka baru saja lulus dari universitas, usianya antara 21 sampai 22 tahun dan penuh energi. Di pagi hari mereka berlatih keras dan jam 10 malam mereka harus sudah tidur.”
“Tentu saja sebagai anak muda mereka ingin bermain, bersenang-senang dan minum-minum. Di asrama mereka tinggal di lantai dua, sementara para instruktur – termasuk aku – berada di lantai satu. Mereka tahu jika lewat lantai satu aku pasti akan mengetahuinya, karena itu mereka memilih keluar lewat jendela.”
“Aku merasa ada yang tidak beres dan karena itu diam-diam mengikuti mereka. Ternyata mereka pergi ke sebuah bar, minum-minum dan bergembira. Mereka melanggar peraturan, tapi aku diam saja.”
“Pagi harinya ketika sudah bangun aku menyuruh mereka lari keliling dojo. Sebelum latihan para murid biasanya memang pemanasan rutin dengan berlari satu atau dua kali putaran. Ketika sudah selesai dan masuk kembali ke dojo, aku berkata pada mereka “sekali lagi.” Khusus di hari itu tiap kali mereka selesai berlari aku selalu berkata “sekali lagi, sekali lagi dan seterusnya.”
“Mereka mulai sadar jika perbuatannya kemarin sudah ketahuan olehku. Tapi aku tidak berkata apapun pada Master Nakayama. Jika itu kulakukan dia pasti sudah mengusir mereka keluar. Karena itu kuberi mereka semacam hukuman. Tampaknya cara itu cukup jitu. Mereka tidak mengulangi kesalahannya.”
Dari kejadian lucu itu Okazaki sebenarnya ingat dengan dirinya dulu yang gemar berkelahi namun berubah sejak menjadi instruktur karate. Baginya hanya karena satu atau dua kesalahan tidak bijaksana jika lantas mengusir muridnya keluar. Perkiraannya ternyata benar, karena baik Kanazawa dan Oichi menjadi orang yang dapat diandalkan. Belakangan Kanazawa selalu menjuarai turnamen, sementara Oichi menjadi kapten untuk tim karate Takushoku.
Teruyuki Okazaki (melompat) bersama dengan Hidetaka Nishiyama. Foto berasal dari karate-pskov.
Sebagai instruktur dari legenda Shotokan Hirokazu Kanazawa dan Hideo Ochi (sekarang di JKA Jerman), Okazaki sempat mempunyai pengalaman lucu dengan mereka.
“Sebelumnya di Takushoku aku menjadi instruktur dari Bapak Kanazawa dan Oichi. Ketika aku menetap di asrama, semua murid pasti akan menghilang di pagi hari. Saat itu semuanya masih muda. Mereka baru saja lulus dari universitas, usianya antara 21 sampai 22 tahun dan penuh energi. Di pagi hari mereka berlatih keras dan jam 10 malam mereka harus sudah tidur.”
“Tentu saja sebagai anak muda mereka ingin bermain, bersenang-senang dan minum-minum. Di asrama mereka tinggal di lantai dua, sementara para instruktur – termasuk aku – berada di lantai satu. Mereka tahu jika lewat lantai satu aku pasti akan mengetahuinya, karena itu mereka memilih keluar lewat jendela.”
“Aku merasa ada yang tidak beres dan karena itu diam-diam mengikuti mereka. Ternyata mereka pergi ke sebuah bar, minum-minum dan bergembira. Mereka melanggar peraturan, tapi aku diam saja.”
“Pagi harinya ketika sudah bangun aku menyuruh mereka lari keliling dojo. Sebelum latihan para murid biasanya memang pemanasan rutin dengan berlari satu atau dua kali putaran. Ketika sudah selesai dan masuk kembali ke dojo, aku berkata pada mereka “sekali lagi.” Khusus di hari itu tiap kali mereka selesai berlari aku selalu berkata “sekali lagi, sekali lagi dan seterusnya.”
“Mereka mulai sadar jika perbuatannya kemarin sudah ketahuan olehku. Tapi aku tidak berkata apapun pada Master Nakayama. Jika itu kulakukan dia pasti sudah mengusir mereka keluar. Karena itu kuberi mereka semacam hukuman. Tampaknya cara itu cukup jitu. Mereka tidak mengulangi kesalahannya.”
Dari kejadian lucu itu Okazaki sebenarnya ingat dengan dirinya dulu yang gemar berkelahi namun berubah sejak menjadi instruktur karate. Baginya hanya karena satu atau dua kesalahan tidak bijaksana jika lantas mengusir muridnya keluar. Perkiraannya ternyata benar, karena baik Kanazawa dan Oichi menjadi orang yang dapat diandalkan. Belakangan Kanazawa selalu menjuarai turnamen, sementara Oichi menjadi kapten untuk tim karate Takushoku.
MENJADI KELINCI PERCOBAAN UNTUK PROGRAM KENSHUSEI
Sejak Funakoshi memberikan ijin demonstrasi karate dengan label “kompetisi” membuat Nakayama ingin menelitinya lebih jauh. Selama dua tahun dia mempelajari peraturan bela diri lain yang juga dipertandingkan seperti kendo, sumo, judo dan aikido. Dia mulai merancang peraturan kompetisi karate yang baik.
“Selama dua tahun Master Nakayama memeriksa peraturan berbagai cabang bela diri, termasuk sumo sebagai yang tertua. Pertama-tama aku mencobanya, terutama untuk sparring. Kata tidak menjadi masalah karena kami telah memilih sistem poin, tapi untuk kumite harus dianalisa lebih jauh. Aku harus mencobanya berulang kali untuk menemukan mana yang terbaik.”
“Awalnya lebar arena pertandingan meniru dari sumo. Namun karena wasit harus banyak bergerak, kami mengubahnya menjadi berbentuk persegi mirip arena tinju selebar 25 kaki. Setelah rancangan peraturan sudah selesai kami menyerahkannya pada Master Funakoshi. Dia membacanya dengan teliti dan berkata, “Tidak buruk, tapi cobalah dulu. Jika tidak berhasil, maka gantilah.”
Jawaban Funakoshi itu menjadi angin segar menuju turnamen karate yang sebenarnya. Tapi Nakayama juga masih mempunyai proyek lain, yaitu program pelatihan instruktur profesional yang disebut Kenshusei. Program inilah yang akan membedakan Shotokan JKA dengan organisasi karate lainnya. (bersambung)
“Selama dua tahun Master Nakayama memeriksa peraturan berbagai cabang bela diri, termasuk sumo sebagai yang tertua. Pertama-tama aku mencobanya, terutama untuk sparring. Kata tidak menjadi masalah karena kami telah memilih sistem poin, tapi untuk kumite harus dianalisa lebih jauh. Aku harus mencobanya berulang kali untuk menemukan mana yang terbaik.”
“Awalnya lebar arena pertandingan meniru dari sumo. Namun karena wasit harus banyak bergerak, kami mengubahnya menjadi berbentuk persegi mirip arena tinju selebar 25 kaki. Setelah rancangan peraturan sudah selesai kami menyerahkannya pada Master Funakoshi. Dia membacanya dengan teliti dan berkata, “Tidak buruk, tapi cobalah dulu. Jika tidak berhasil, maka gantilah.”
Jawaban Funakoshi itu menjadi angin segar menuju turnamen karate yang sebenarnya. Tapi Nakayama juga masih mempunyai proyek lain, yaitu program pelatihan instruktur profesional yang disebut Kenshusei. Program inilah yang akan membedakan Shotokan JKA dengan organisasi karate lainnya. (bersambung)