Ketika mengembangkan program Kenshusei,
Okazaki menyebut dirinya seperti “kelinci
percobaan.” Bagaimana tidak, dia harus bertanding melawan dojo karate lain.
Kemudian dia harus belajar ilmu kesehatan dan kedokteran untuk kemudian dipadukan
dengan karate. Akhirnya, laporan tertulis layaknya seorang ilmuwan harus rutin
diberikan pada Nakayama.
Meriset kurikulum program
pelatihan instruktur memang pekerjaan yang sangat melelahkan. Walau hanya
dibayar sedikit, Okazaki
melakukannya dengan senang hati. Jerih payahnya tidak sia-sia. Tiga lulusan Kenshusei
yang pertama yaitu Hirokazu Kanazawa, Takayuki Mikami dan dan Takaura Eiji
dikirim ke Amerika sebagai wakil JKA. Hingga kini program Kenshusei masih
dipertahankan dan terus diperbaiki sebagai ide orisinil JKA.
TANTANGAN BARU DI BENUA AMERIKA
Sukses dengan Kenshusei tidak
lantas membuat Okazaki bisa santai
sejenak. Kini dia harus bersiap dengan tantangan yang lebih besar. Okazaki
dipilih untuk melebarkan sayap JKA di Amerika. Ini jelas bukan perkara mudah
karena hal ini nantinya akan menjadi pembuka jalan bagi instruktur lainnya.
Dalam waktu yang sangat singkat Okazaki
harus mempersiapkan diri, termasuk belajar Bahasa Inggris.
Tahun 1961 Okazaki
menuju ke Philadelphia untuk
menjadi instruktur selama enam bulan. Satu wakil JKA lainnya adalah Hidetaka
Nishiyama yang menuju ke Los Angeles.
Tiba disana Okazaki melakukan
beberapa tur untuk demonstrasi karate. Salah satu yang terbilang sukses adalah
demonstrasi karate di Universitas La Salle. Kira-kira
200 orang menonton acara itu dan antusias karena sebelumnya hanya melihat
karate di film.
Okazaki
membuka klub karate pertamanya di Universitas Temple
Philadelphia. Pada mulanya latihan
hanya dasar dan bukan teknik yang rumit. Tapi tetap saja mengajar karate untuk
orang Amerika tidak sama dengan di Jepang. Menurut Okazaki ini karena orang
Amerika mempunyai perbedaan fisik terutama pada kakinya. Misalnya jika di
Jepang lompat kelinci adalah hal biasa, maka justru menyulitkan di Amerika.
Kesulitan Okazaki tidak berhenti
sampai disitu. Orang barat biasanya mengandalkan logika, dan karena itu mereka
akan sering bertanya. Apalagi Okazaki mengajar di universitas yang kebanyakan dihuni
anak-anak muda. Akibat kesulitan berkomunikasi, sedikit demi sedikit muridnya
mulai berkurang hingga akhirnya tak bersisa.
Teruyuki Okazaki dalam sebuah sesi latihan. Foto berasal dari Shotokanmag
Melihat hal itu Okazaki
sedikit kesal dan mulai putus asa. Ingin dia berkata, “diam dan ikuti saja
aku!” Namun dia sadar jika apa yang dilakukannya saat itu tidak jauh berbeda seperti
saat Gichin Funakoshi membawa karate ke Jepang. Belajar dari kesalahannya, Okazaki
membawa seorang penerjemah. Sedikit repot memang, tapi jauh lebih baik.
Muridnya kian bertambah dan makin antusias. Murid Okazaki juga menjadi tertarik
membaca buku filsafat timur seperti Zen dan Budhisme.
Tahun 1962 Okazaki
membentuk East Coast Karate Association (ECKA) dan mendaftarkannya sebagai
anggota dari American Amateur Karate Federation (AAKF). Sayangnya akibat
konflik antar sesama instruktur Jepang yaitu Nishiyama dan Ohshima membuat Okazaki
terpaksa menarik diri. Tahun 1977 dia kemudian membentuk International Shotokan
Karate Federation (ISKF) yang berpusat di Philadelphia.
Semakin besarnya ISKF membuat Okazaki
ingin meminta bantuan tambahan instruktur dari JKA Jepang.
“Master Nakayama selalu hadir di
Master Camp kami setiap tahunnya. Kukatakan padanya ISKF makin besar namun kami
tidak punya instruktur. Saat dia bertanya berapa yang kau butuhkan, aku
menjawabnya dengan 50 karena di Amerika ada 50 negara bagian. Dia mengira aku
sedang bercanda dan berkata bahkan JKA Jepangpun tidak punya instruktur
sebanyak itu.”
“Untuk mengatasi masalah itu
Master Nakayama menyarankanku memulai program Kenshusei sendiri. Dia tahu aku
banyak membantunya di Jepang meriset program itu. Seluruh program Kenshusei di
Amerika dibuat sama persis seperti di Jepang. Di Amerika lulusan program ini
masih dapat menjadi instruktur part time. Berbeda dengan di Jepang yang harus bekerja
full time.”
ISKF menjadi satu-satunya organisasi
perwakilan JKA yang boleh mengadakan Kenshusei sendiri. Sekarang organisasi ini
telah berkembang terutama di Amerika Utara dan selatan. Setidaknya ada 200 dojo
dengan jumlah anggota lebih dari 50.000 orang tersebar di 13 negara bagian
Amerika.
Okazaki
menyatakan keinginannya untuk tidak lagi berafiliasi dibawah JKA. Bukan sebuah
perpecahan, karena tujuan Okazaki
agar ISKF mempunyai jangkauan yang lebih luas seperti organisasi Shotokan
lainnya. Di bulan Juni 2007 ISKF resmi menjadi organisasi independen yang
menyebarkan gaya Shotokan JKA. Sejak
itu ISKF kini telah mempunyai perwakilan di lebih 30 negara. Tidak berapa lama
kemudian Okazaki mendapatkan peringkat
paling prestisius dalam karate yaitu judan (dan sepuluh) di bulan Oktober 2007.
PERSEPSI AKHIR FILOSOFI KARATE
Di usianya yang sudah 81 tahun
(2012) semangat Okazaki dalam
karate tidak berbeda seperti saat masih muda.
“Master Funakoshi berkata jika
karate adalah berlatih sepanjang hidup. Bahkan di usianya yang telah 89 tahun
dia masih saja berlatih dan mengajari kami. Dia ingin membagi pengalamannya
dengan kami. Aku ingin menjadi sepertinya. Tentu saja, ketika semakin tua kau
tidak secepat saat masih muda. Hal itu wajar. Kau tidak bisa menentang hukum
alam, tapi kau masih bisa terus berkembang. Aku ingin memberikan seluruh
pengalamanku pada generasi berikutnya.”
Bicara anak muda zaman sekarang
yang berlomba-lomba dalam kompetisi karate, Okazaki
tidak menyalahkannya. Namun dia tetap mengingatkan bahwa antara kompetisi dan
latihan hakikatnya adalah sama saja. Senada dengan mengembangkan fisik dan
mental yang sama baiknya.
“Ketika kau masih muda tentunya
ingin jadi juara. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Kompetisi membuat
semuanya berlatih keras. Yang keliru ketika setelah pertandingan dan mendapat
juara kau berhenti berlatih. Contoh lain adalah ketika berusaha mendapatkan sabuk
hitam kau sangat rajin berlatih. Tapi ketika sabuk hitam berhasil didapat, kau
akan berhenti.”
“Itulah sebabnya ada peraturan di
honbu dojo bahwa setiap peserta harus menunggu setahun sebelum mendapatkan
sertifkat. Jika tidak berlatih mereka tidak akan mendapat sertifikat. Tujuannya
adalah agar mereka mengerti mengapa mereka berlatih. Sama dengan kompetisi yang
bisa kau anggap sebagai latihan khusus. Itulah yang dimaksud oleh Master
Funakoshi dengan menganggap semua hal seperti latihan di dojo.”
Akhirnya, Okazaki
yang menyukai Heian Shodan (kata paling dasar dalam Shotokan) ini berpesan pada
setiap instruktur karate untuk menjadi contoh yang baik.
“Walaupun seorang instruktur, kau
harus meluangkan waktu untuk berlatih. Sangat penting menjadi contoh yang baik
untuk murid-muridmu. Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya, aku bisa membaca
karaktermu (admin: para instruktur) dari muridmu Jika muridmu melakukan hal
yang keliru, itu berarti kau sudah melakukan kesalahan. Jika hal itu sampai
terjadi jangan salahkan muridmu, tapi koreksilah dirimu. Dan itulah tantangan
besar yang sebenarnya.” (tamat – indoshotokan).