
Lewat kata dan etika, dua hal ini dikenal sebagai “sebuah jalan” (dalam karate). Sebuah jalan yang didalamnya diperlukan untuk memahami sifat manusia, merefleksikan diri sendiri dan membangun pikiran yang selaras dengan bumi lewat mencintai bunga-bunga, alam, dsb. Seni Jepang lain yang juga telah ditetapkan sebagai jalan adalah sho-do (cara menulis kaligrafi) dan ko-do (cara menyajikan wewangian).
Belajar seni-seni tersebut tanpa merangkul jalan yang menyertainya, belajar tanpa etika dan tata cara yang sesuai, akan menghasilkan karakter yang miskin pengetahuan. Atas dasar inilah Master Gichin Funakoshi dianggap sebagai Bapak Karate Moderen, sebagai orang yang menambahkan akhiran “do” pada karate hingga menjadi kata karate-do.
Sementara banyak atlet olah raga yang dianugerahi fisik yang kuat, karakter sebagian dari mereka masih dipertanyakan. Para atlet ini, diluar kekuatan fisiknya, tidak mematuhi pelatihan yang tepat yang sesuai dengan regulasi dan aturan olah raga mereka masing-masing. Mereka hanya berpikir untuk menang, untuk mengalahkan lawan mereka. Hanya karena satu tujuan ini dalam pikiran mereka, mereka mengesampingkan berlatih yang benar. Secara fisik mereka memang semakin kuat, sementara secara emosi mereka tidak berkembang. Keadaan seperti itu sangat berbahaya.

Hal yang benar adalah, orang-orang yang mempunyai kekuatan untuk mengalahkan diri sendiri – mereka inilah yang disebut mempunyai kekuatan hati yang luar biasa –, bertarung dalam kompetisi menumbuhkan kepercayaan diri dan jiwa besar mereka, dan lebih jauh kebaikan pada orang lain. Orang seperti inilah yang benar-benar tangguh, yang merasa tidak perlu untuk menonjolkan atau memamerkan kekuatannya.
Berlatih karate menghasilkan pribadi yang berbeda, cara berpikir yang fleksibel dan kemampuan yang lebih kreatif. Memperkuat perut bagian bawah akan mengembangkan kebebasan emosional yang lebih besar, memperlancar energi kehidupan dan lebih dalam sebagai seorang individu. Ada yang bilang jika anak muda jaman sekarang lebih mudah terpancing kemarahannya. Ini karena lemahnya kontrol kepada emosi di daerah perut. Saat merasa tidak puas, kemarahan dan keinginan memberontak muncul dan sulit dibendung oleh hara (admin: perut). Selanjutnya tidak butuh waktu lama bagi kemarahan untuk mendorong orang tadi pada masalah yang lebih besar.
Namun demikian, dengan emosi yang lebih fleksibel, ketika rasa tidak puas muncul, adalah mudah bagi orang tersebut untuk “melebarkan” perutnya – dalam kondisi ini boleh dipahami sebagai mengontrol pikiran – untuk memberikan ruang yang lebih lega. Segera ketika hara melebar dan orang itu bisa menahan diri, maka akan menghilangkan resiko kemarahan yang tiba-tiba.
Dengan karakter berjiwa besar membuat seseorang mudah melihat gambaran yang lebih besar tanpa disibukkan pada hal yang tidak penting. Hal ini akan mendorong pada pola pikir yang lebih fleksibel. Ambil saja contoh seorang seniman. Jiwa besar memungkinkannya membuat sebuah karya seni yang kaya akan kreatifitas. Seniman Hoan Kosugi, seorang pelukis tinta (sebelumnya melukis dengan minyak) dianggap sebagai “seniman kaligrafi Jepang moderen terbaik”, juga belajar karate pada master Gichin Funakoshi. (Indoshotokan)
Artikel ini dikutip dan diterjemahkan dari buku “Black Belt Karate - The Intensive Course” yang ditulis oleh Hirokazu Kanazawa dari bagian pendahuluan dengan judul aslinya “The Path That is Karate”. Editing dan alih bahasa oleh Bachtiar Effendi.