Perpecahan yang terjadi dalam Japan Karate Association (JKA) di tahun 1970-an memunculkan banyak organisasi Shotokan yang baru. Hampir dari seluruh organisasi pecahan itu sukses dan bisa bersaing dengan JKA sendiri. Salah satunya adalah Karatenomichi World Federation (KWF). Bagi publik karate tanah air nama KWF mungkin terdengar asing. Ini karena kebanyakan perguruan karate Shotokan di Indonesia berafiliasi pada JKA atau SKIF (Shotokan Karate-do International Federation). Padahal KWF saat ini memiliki lebih dari 40 cabang di seluruh dunia. Keberhasilan ini tidak lepas dari reputasi Mikio Yahara, mantan instruktur JKA yang tangguh, mematikan tapi juga kharismatik.
Anda pasti bertanya-tanya siapa Mikio Yahara? Jika kebetulan pernah melihat video kata lawas keluaran JKA, Anda bisa melihatnya melakukan kata Unsu dan Kanku Sho. Mikio Yahara lahir pada 4 April 1947 di Prefektur Ehime. Yahara dibesarkan dalam keluarga yang gemar bela diri. Kakaknya pandai karate, sementara pamannya mahir kendo. Yang mengejutkan, ternyata ibu Yahara masih keturunan salah satu kelompok perompak. Tidak mengherankan jika ini membentuk watak Yahara menjadi pemberani.
Ketika masih anak-anak Yahara adalah anak yang aktif dan enerjik. Di waktu luang dia sering memukuli pilar batu di kuil dekat rumahnya. Lambat laun kebiasaan itu membentuk pukulannya menjadi keras. Sifatnya juga lebih percaya diri dibanding anak seusianya. Ketika baru menginjak 13 tahun Yahara sudah sering terlibat dalam perkelahian jalanan. Bahkan tanpa rasa takut Yahara berkelahi dengan sekelompok mahasiswa yang bertubuh lebih besar darinya.
Perkenalan Yahara dengan karate baru dimulai setelah dia lulus dari SMU. Di usia 18 tahun Yahara memilih meneruskan pendidikannya ke Universitas Kokushinkan. Tapi sekolah ini tidak menawarkan sesuatu yang menarik untuknya. Nama besar JKA berhasil mengalihkan minatnya. Tanpa ragu-ragu dia mengemasi barangnya dan berangkat ke Tokyo untuk masuk ke JKA. Disana dia bertemu dengan Masatoshi Nakayama yang kemudian menjadi instrukturnya.
Antusias yang besar pada karate membuat Yahara menempuh program Kenshusei JKA (pelatihan instruktur). Tidak berapa lama kemudian dia berhasil lulus dari universitas dan diikuti program Kenshuseinya. Sejak itu Yahara resmi menjadi instruktur profesional yang bekerja full time untuk JKA. Melihat Yahara yang lulus dengan cepat sebetulnya tidak begitu mengherankan, karena pada dasarnya dia pekerja keras dan didukung oleh bakatnya. Nakayama mengatakan jika Yahara mempunyai teknik yang luar biasa hingga membuat penonton terdiam menahan napas.
Kebanyakan instruktur JKA terkenal karena pernah menjadi juara dalam turnamen. Ini juga berlaku bagi Yahara yang menjadi tenar karena menjadi juara di kompetisi lokal maupun internasional. Dimulai tahun 1974 dimana Yahara menjuarai kumite beregu piala asia di Singapura. Diikuti dengan juara kumite beregu All Japan Championships. Masih di tahun yang sama Yahara menjadi juara umum dalam IKAF World Championships di Los Angeles. Dalam even itu Yahara menjadi juara di dua nomor sekaligus kumite beregu dan kata beregu.
Sejak saat itu sampai tahun 1984 Yahara rajin memborong gelar bergengsi setiap tahunnya. Yang paling mengagumkan darinya adalah penampilan kata Unsu dengan gaya lompatan yang sulit ditiru. Tidak seperti gerakan kata saat ini yang lebih menjurus pada sport semata, gerakan Yahara lebih bertenaga, ortodok dan lebih kental aspek bela dirinya. Bahkan hingga kini kata Unsu Yahara masih banyak dibicarakan. Karena gayanya yang berbeda itulah Yahara dipilih oleh Masatoshi Nakayama sebagai model peraga kata Unsu dalam video produksi JKA.
Mikio Yahara melakukan senpu tobi geri (tendangan lompat memutar) dari kata Unsu dalam pertandingan di Jepang tahun 1980-an.
Bicara kontroversi, agaknya tidak pernah lepas dari figur Yahara. Namanya menjadi terkenal karena aksi gilanya menghajar 34 orang chimpira (yakuza lokal) seorang diri. Kisah menegangkan bermula ketika berandalan itu mengganggu klien Yahara di Shizuoka. Sadar kliennya dalam bahaya dan tidak ada pilihan lain, Yahara berkelahi dengan kelompok mafia itu. Walaupun menderita beberapa luka, Yahara berhasil membuat pengeroyoknya lari tunggang langgang.
Selesai begitu saja? Tidak juga. Buntut dari perkelahian itu Yahara didatangi oleh si ketua yakuza yang tidak terima dengan perbuatannya. Dia meminta Yahara bertanggung jawab dan membayar biaya rumah sakit anak buahnya. Meski diancam dengan sebuah pistol, Yahara tidak gentar dan lebih memilih berduel. Tapi untunglah tidak berapa lama kemudian polisi datang setelah mendengar ada keributan.
Banyak kalangan menilai Yahara sebagai predator yang tidak hanya ganas di jalanan tapi juga di turnamen. Konon Yahara pernah mengikuti pertandingan dengan luka bekas tusukan pisau yang belum sembuh. Di tahun 2006 Yahara lagi-lagi membuat kontroversi. Saat itu Yahara yang dipromosikan ke tingkat hachidan (dan delapan) sukses mematahkan tulang rusuk ketiga lawannya dalam ujian kumite. Padahal saat itu usianya sudah menginjak 59 tahun. (bersambung – Indoshotokan)