KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

SANG BANGAU DI ATAS BATU

Diterangi sinar bulan purnama, di sebuah pulau yang nyaris terlupakan, seorang laki-laki duduk sendiri. Teringat kembali olehnya masa-masa berlatih karate yang begitu keras dan melelahkan bersama gurunya Sakugawa. Sendiri dalam kebisuan, matanya yang tajam mengawasi setiap sudut berharap bisa menemukan buruannya. Ah, rupanya Sokon Matsumura sang kepala pasukan tengah mengemban tugas dari raja Ryukyu.

Beberapa hari yang lalu, ganasnya ombak dan badai Ryukyu yang tersohor itu memakan korban. Kabarnya seorang pelaut dari Tiongkok selatan terdampar di pesisir pantai. Kapalnya yang karam dan upayanya untuk bertahan hidup membuatnya harus mencuri makanan dari rumah penduduk di malam hari. Demi memperbaiki kapalnya, sang pelaut malang itu juga mencuri kayu dan bahan material lainnya. Para penduduk dibuat resah dan mereka berusaha menangkapnya, tapi selalu gagal. Rupanya dia bukan pelaut biasa. Untuk menyelesaikan urusan yang satu ini Matsumura adalah orang yang tepat.

Pagi memecah dan bayangan seorang laki-laki tergambar jelas di kejauhan. Dengan keyakinan di kepalanya, Matsumura melangkah maju mendekati sang laki-laki Tiongkok itu. Dia memang target buruannya. Seperti rumor yang sudah-sudah, aura kekuatannya bahkan bisa membuat udara terasa menyesakkan. Takdir akhirnya mempertemukan mereka berdua; Matsumura dan Chinto. Berhadapan satu sama lain, keduanya bersiap untuk berduel. Sebuah pertarungan yang akan membuat sejarah karate berubah selamanya.

Matsumura menyerang lebih dulu, namun dengan mudahnya Chinto mengelak. Tidak apa-apa, hanya kebetulan, karena serangan berikutnya akan membalik keadaan. Matsumura menyerang lagi, lagi dan lagi. Tapi sebanyak itu Matsumura menyerang, sebanyak itu pula dia menelan pil pahit. Chinto sungguh licin dan mengelak dengan cara yang tidak biasa. Akhirnya, setelah sebuah serangan membuat Chinto terpojok. Berpikir akan menang, Matsumura mendaratkan pukulan terakhirnya. Sungguh ajaib, Chinto menghindar dengan memutar satu kakinya, dan sebuah tendangan sukses membuat Matsumura terjerembab mencium pasir.

Menyapu pasir yang menutupi wajahnya, Matsumura melihat si pelaut Tiongkok itu hanya tertawa terkekeh-kekeh sambil menikmati kue berasnya. Melupakan pertarungan yang sudah lewat, Chinto menceritakan kisahnya pada Matsumura. Dia juga bercerita gerakan rahasianya; yang memutar, berbalik dan rumit. Gerakan tipuan yang berasal dari satu kaki terangkat itu memang sungguh asing bagi Matsumura. Tidak menyia-nyiakan kesempatan langka itu, Matsumura belajar gerakan barunya. Kini jurus rahasia Chinto diabadikan Matsumura dalam kata milik Shorin-ryu yang bernama Chinto.
 
Di masa lalu baik Tomari-te dan Shuri-te menggunakan Chinto sebagai salah satu kata dalam silabus mereka. Nama Chinto sendiri diartikan sebagai “Pertempuran Fajar” yang merujuk pada legenda duel Matsumura dengan sang pelaut Tiongkok di pagi hari. Tapi ada juga yang beranggapan bahwa Chinto adalah nama si pelaut (meskipun sumber lain menyebutnya dengan Chin Tao atau Chin Ji). Sekali lagi, semua ini hanyalah legenda dan pembaca Indoshotokan tidak perlu menyerapnya terlalu serius. Sebagai kata yang sangat tua, Chinto masih dipertahankan oleh kebanyakan karate moderen.

Dari Matsumura kata ini diajarkan pada Yasutsune Itosu yang kemudian memberikan sedikit modifikasi. Gichin Funakoshi sebagai murid dari Itosu membawa Chinto bersama 14 kata lainnya ke Jepang. Karena saat itu sentimen anti Cina sedang ramai di Jepang, Funakoshi mengubah nama Chinto menjadi Gankaku, yang berarti “Bangau di Atas Batu”. Tidak sekedar mengubah namanya, Funakoshi juga melakukan sedikit perubahan pada gerakan berikut arah embusennya sehingga tampil lebih linear. Sedangkan versi Shotokan yang terlihat sekarang ini adalah hasil modifikasi JKA dengan Yoshitaka Funakoshi.


Walaupun dalam silabus Shotokan kata ini diperkenalkan pada level shodan, Gankaku adalah kata yang sangat sulit. Agar tampil baik, seorang praktisi Shotokan bisa jadi butuh waktu yang tidak sedikit. Menjaga keseimbangan, kontrol dan koordinasi tubuh yang baik saat memutar, serangan dalam Gankaku ringan namun tajam. Dengan berdiri pada satu kaki (tsuruashi dachi), akan memberikan sebuah tantangan pada praktisinya untuk meniru seekor bangau yang berdiri pada satu kakinya.

Ada yang bilang Gankaku dibuat hanya untuk orang yang berpostur tinggi. Pendapat ini tentu saja tidak benar. Lebih tepat jika dikatakan Gankaku cocok untuk praktisi karate dengan keseimbangan yang baik, mempunyai ketenangan, kelincahan dan mampu mengeksekusi serangan dengan ringan dan cepat. Gerakan dalam Gankaku juga mengajarkan praktisinya untuk bertahan dan dalam saat bersamaan menangkis serangan lawan. Yang terakhir, Gankaku juga praktis untuk menyerang lawan dengan serangan yang menjebak disertai elakan yang unik. (Indoshotokan)