Penulis selalu berkata pada murid-muridnya, “Seni tidak membentuk manusia, tapi manusialah yang membentuk seni.” Mereka yang belajar seni apapun, tentu saja termasuk karate-do, tidak boleh lupa untuk memperkuat tubuh dan pikiran. Dalam karate-do, tujuan seseorang mungkin saja demi meningkatkan kesehatan atau melatih tubuhnya untuk berfungsi efisien. Yang jelas, orang boleh saja belajar karate-do agar menjadi rendah hati. Semua tujuan itu harus dikerjakan dengan dengan disiplin.
Sebaliknya, disaat seseorang menyalahgunakan teknik, sebagai contoh dalam perkelahian yang membuatnya melukai diri sendiri atau orang lain, atau membawa malu bagi dirinya, maka dia telah mengabaikan manfaat dan karakter dari karate-do. Penyalahgunaan seperti itu, yang timbul dari pemahaman yang dangkal, sebenarnya telah merugikan dirinya sendiri. Melalui manusia teknik akan berubah menjadi seni. Aku harus benar-benar mengulangi: jangan menyalahgunakan teknik karate-do.
Karate yang sejati adalah karate-do. Berusaha dari dalam untuk melatih pikiran demi mengembangkan hati nurani yang jernih yang membuat seseorang sanggup menghadapi dunia dengan penuh kejujuran. Sementara itu dari luar mengembangkan kekuatan hingga seseorang bahkan bisa menaklukkan seekor binatang liar yang buas.
Mereka yang mengikuti karate-do harus menempatkan sopan santun sebagai hal yang paling utama. Tanpa sopan santun, esensi karate-do telah hilang. Sopan santun harus dilatih tidak hanya ketika latihan karate saja, tapi setiap saat dalam kehidupan sehari-hari. Murid yang belajar karate harus membuat dirinya rendah hati untuk menerima latihan. Bisa dikatakan bahwa orang yang sombong atau angkuh tidak layak untuk mengikuti karate-do. Para murid harus senantiasa sadar dan bersedia menerima kritikan dari yang lain. Dia harus selalu mawas diri dan siap mengakui kekurangannya, daripada berpura-pura mengetahui apa yang sebenarnya dia tidak tahu.
Mereka yang mengikuti karate-do tidak boleh mengabaikan berpikir rendah hati dan perilaku yang lembut. Hanya mereka yang berpikiran sempitlah yang gemar membual setelah baru mendapatkan sedikit ilmu. Dan hanya mereka yang bodoh sajalah yang berpura-pura sebagai seorang ahli tapi kenakak-kanakan. Di dunia ini banyak ahli bela diri palsu yang oleh masyarakat cenderung diabaikan akibat sikap liarnya. Karena itulah banyak seniman bela diri yang serius menjadi ikut malu karenanya. Para murid karate-do harus benar-benar ingat akan hal ini.
Mereka yang mengikuti karate-do harus mengembangkan sikap tabah dan keberanian. Dua hal ini tidak ada hubungannya dengan tindakan berani atau mengembangkan teknik yang hebat. Penekanan terletak pada mengembangkan pikiran lebih baik daripada teknik. Saat muncul masalah besar di masyarakat, seseorang harus berani jika diperlukan demi keadilan untuk menghadapi satu atau bahkan sejuta musuh. Untuk para murid karate-do, hal yang paling memalukan adalah ketidaktegasan.
Selama bertahun-tahun, dengan segenap kerendahan hati telah kudedikasikan hidupku memperkenalkan karate pada orang banyak. Dalam waktu yang panjang itu aku telah menemukan teman-teman yang antusias dengan karate yang akan menjadi generasi penerus. Untungnya, pendapatku ini dapat mereka terima, dan berkat keramahannya mereka mendapat dukungan dari masyarakat. Aku percaya bahwa hasil yang baik ini adalah sebuah harta tak ternilai yang kami temukan lewat perjuangan yang baik bersama-sama.
Akhirnya, bagi mereka yang mencari karate tidak akan berhenti hanya sampai menyempurnakan teknik mereka saja. Bahkan aku berharap mereka akan mendedikasikan hidup mereka untuk mencari karate-do yang sejati. Ini karena hidup dalam karate-do adalah hidup yang sebenarnya itu sendiri, baik sendiri maupun bersama-sama. (Indoshotokan)
Artikel ini dikutip dan diterjemahkan dari buku “Karate-Do Kyohan: The Master Text” yang ditulis oleh Gichin Funakoshi dengan judul aslinya “The Way from Techniques”. Editing dan alih bahasa oleh Bachtiar Effendi.