Di Jepang saat ini anime sudah menjadi industri yang serius dan tidak lagi dianggap sekedar hiburan anak-anak. Banyak sekali judul anime yang keluar setiap tahunnya, dan membuat anime klasik kian terlupakan. Dari sekian banyak anime klasik hanya sedikit yang memorable dan tetap bertahan hingga kini. Sobat Indoshotokan pernah mendengar Saint Seiya? Yap, anime berdasarkan manga populer garapan Masami Kurumada itu sangat sukses dan sempat menjadi hit tahun 1986 silam di Jepang.
Tidak hanya di negeri asalnya, Saint Seiya juga populer di banyak negara termasuk Indonesia. Di tanah air serial ini sempat ditayangkan oleh salah satu stasiun TV swasta sekitar tahun 1990-an. Protes dari para orang tua karena banyaknya adegan kekerasan dan darah membuat serial ini sempat dihentikan penayangannya. Untungnya ada stasiun TV lain yang memutar ulang lengkap hingga dua season. Saint Seiya juga berhasil menggeser opini penonton yang selama ini menganggap film kartun hanya hiburan anak-anak.
Saint Seiya – The Legend Sanctuary adalah sebuah film animasi CG garapan sutradara Keiichi Sato yang dirilis bulan Juni 2014. Proyek pengerjaannya sudah dimulai sejak 2012 lalu dan menggunakan teknologi animasi 3D terkini sehingga mampu menyuguhkan aksi yang lebih fantastis. Sebagai film keenam dari versi layar lebarnya, plot dalam The Legend of Sanctuary adalah berdasarkan season pertama dari seri animenya.
Sagittarius Aiolos berusaha meloloskan diri dari Sanctuary karena dituduh sebagai pengkhianat. Dua Gold Saint, yaitu Gemini Saga dan Capricorn Shura dikirim oleh ketua Sanctuary untuk menghabisi Aiolos. Dalam pengejaran itu Aiolos membawa seorang bayi perempuan yang diyakini sebagai reinkarnasi berikutnya dari Dewi Athena. Setelah pertarungan sengit di udara, Aiolos akhirnya dipukul jatuh ke bumi dan terluka parah, sedangkan Saga terbunuh.
Sementara itu Mitsumasa Kido, seorang arkeolog, bersama dengan asistennya sedang menjelajahi gua es di Pegunungan Himalaya. Tanpa sengaja mereka menemukan Aiolos yang sekarat bersama dengan bayi perempuan yang selamat. Lewat sebuah visi, Aiolos menjelaskan pada Mitsumasa bahwa dia menyelamatkan bayi itu dari rencana pembunuhan oleh ketua Sanctuary. Sebelum mati Aiolos menyerahkan bayi itu pada Mitsumasa dan meminta untuk menjaganya. Aiolos juga berpesan bahwa enam belas tahun kemudian akan ada lima pemuda pemberani yang dikenal sebagai para Saint yang akan menjaga Athena. Aiolos tidak lama kemudian tewas setelah meninggalkan Sagitarius Cloth miliknya.
Enam belas tahun kemudian bayi itu tumbuh menjadi gadis remaja bernama Saori Kido. Dalam sebuah perjalanan Saori diserang para Saint utusan Sanctuary yang menginginkan kematiannya. Untungnya Seiya dan teman-temannya datang tepat waktu dan berhasil menyelamatkannya. Tapi rencana pembunuhan Saori belum berhenti. Di rumahnya Saori kembali diserang dengan panah yang terus menyedot energi cosmonya. Demi menyelamatkan Saori dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, Seiya dengan teman-temannya menuju ke Sanctuary. Tapi itu tidak mudah karena mereka harus mengalahkan 12 Gold Saints yang menjaga di setiap istana.
Jika pernah mengikuti serialnya, maka ending dari versi animasi ini sudah bisa ditebak. Tapi The Legend Sanctuary juga wajib ditonton karena ada perbedaan yang cukup keren. Misalnya cloth para Saints yang kini tidak lagi dibawa di punggung, tapi hanya berupa lempeng kalung besi yang jika dilempar akan berubah. Lebih praktis dan tidak menyolok. Desain cloth juga diperbaiki dengan tambahan pelindung wajah yang menutup jika mereka akan menyerang. Ada lagi Scorpio Milo yang aslinya adalah laki-laki disini diubah menjadi perempuan.
Karena versi movie yang durasinya terbatas, ada banyak adegan yang dipotong terutama ketika scene pertarungan. Misalnya duel seru antara Virgo Shaka dengan Ikki Phoenix tidak terjadi disini. Shaka justru datang menolong Seiya dan Shun meloloskan diri dari istana Leo Aiolia. Perjuangan para Saint Athena yang berusaha membangkitkan indera ketujuh juga tidak begitu dikupas tuntas. Indera ketujuh hanya dibangkitkan oleh Seiya ketika duel terakhir melawan Gemini Saga. Walaupun filmnya seru dengan dukungan efek grafis yang mumpuni, jangan harap melihat pertarungan hidup mati yang berdarah-darah seperti di animenya.
Manga hasil goresan tangan Masami Kurumada memang memiliki alur cerita yang kuat. Selain Saint Seiya yang legendaris, masih ada pula judul lain yang memorable seperti Fuuma no Kojirou dan B’T X. Kedua judul anime ini juga sempat tayang di Indonesia hingga tamat, dan bahkan diputar ulang. Sebagai idola pahlawan masa kecil, saya sendiri sangat berharap ada produser yang berbaik hati mau membuat versi movienya. Semoga saja! (Indoshotokan)