KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

REVIEW J-GAMES: CASTLEVANIA THE LORDS OF SHADOW - MIRROR OF FATE

Serial Castlevania sudah menjadi ikon bagi developer Konami. Serial ini sudah merambah banyak konsol sejak dirilis di NES tahun 1986 silam. Di tahun 2010 developer asal Spanyol yaitu MercurySteam diberi kepercayaan oleh Konami untuk membuat versi re-boot dari franchise terkenal ini. Titel pertama mereka adalah Castlevania: Lords of Shadow untuk Xbox, Playstation 3 dan Windows. Untuk menjaga kualitasnya, Konami menunjuk Kojima Productions sebagai partner. Walau ada kekurangan, MercurySteam menganggap Lords of Shadow berhasil mencapai target hingga dibuatkan sekuelnya yaitu Castlevania: Lords of Shadow 2 dan Mirror of Fate. Nah, pada ulasan kali ini Indoshotokan akan me-review Mirror of Fate. Game ketiga dari MercurySteam ini berusaha kembali pada formula klasik serialnya.

Gabriel Belmont, seorang satria dari Order of the Light berubah menjadi vampir bernama Drakula setelah terkena kutukan di akhir pertarungannya melawan Lords of Shadow. Tanpa diketahui oleh Gabriel, dia mempunyai seorang anak laki-laki bernama Trevor Belmont. Drakula mengobarkan perang melawan Brotherhood of Light dan bersumpah akan melenyapkan ordo tersebut. Demi menyelamatkannya dari bahaya, Trevor yang masih bayi dibawa oleh Brotherhood of Light dan dibesarkan menjadi seorang satria. 25 tahun kemudian Trevor tumbuh dewasa dan bertemu dengan Sypha Belnades. Mereka menikah dan mempunyai seorang anak laki-laki bernama Simon Belmont. Para tetua Order of the Light menceritakan kisah tragis yang menimpa orang tua Trevor; bahwa ayahnya adalah Lord Drakula sang penguasa kegelapan yang mereka lawan selama ini, bahwa dialah pembunuh ibu Trevor.


Disulut kemarahan, Trevor memburu Drakula ke Bernhard Castle. Tapi dalam pencarian itu dia menghilang hingga disangka telah tewas di kastil itu. Beberapa tahun kemudian pasukan Drakula menyerang manusia. Simon yang masih berumur enam tahun terpisah dari orang tuanya. Ibunya terbunuh dalam kejadian itu. Ditemukan oleh para penduduk di pegunungan, Simon lalu dibesarkan sebagai pejuang tangguh. Walau sudah dewasa dendam di hatinya tidak pernah hilang. Suatu hari Simon meninggalkan gunung menuju tanah kelahirannya demi mencari jejak pembunuh ibunya. Tanpa diketahui oleh Simon, perjalanan itu akan menguak kisah kelam keluarganya.

Menyatukan banyak plot sekaligus dalam sebuah game adalah hal yang sulit. Tapi MercurySteam berhasil melakukannya dan itu menjadi satu keunggulan. Mirror of Fate membantu pemain seolah memainkan Lords of Shadow, meskipun tidak mempunyai gamenya. Simon tetap sebagai tokoh utamanya, tapi di awal permainan pemain mengendalikan Gabriel Belmont. Di tengah chapter karakter akan beralih pada Trevor Belmont dan Alucard. Siapa Alucard? Ya, dia adalah Trevor yang berubah menjadi menjadi vampir. Seluruh karakter menggunakan chain whip, sebuah cambuk dari rantai yang fungsinya mirip cambuk vampire killer dari game aslinya.


Hanya asal menekan tombol serang bukan ide yang bagus. Berbeda dari Castlevania klasik, disini Simon harus mengkombinasikan gerakan cambuknya untuk membunuh musuhnya. Musuh yang mati akan mengeluarkan orb berwarna ungu yang bisa dikumpulkan pemain dan menaikkan experience bar. Jika levelnya sudah cukup, maka Simon bisa belajar gerakan baru. Gerakan ini bisa digabung menjadi combo mematikan yang bisa membunuh musuh lebih cepat. Dengan cambuknya Simon juga bisa melakukan grapple atau finishing move. Saat melakukan grapple kamera akan mendekat dan even yang cinematik dimulai. Simon akan mendapatkan experience point yang lebih banyak jika berhasil melakukan grapple.

Di Mirror of Fate musuh yang mati tidak menjatuhkan item spesial. Simon harus membuka peti keramat atau menemukan gulungan kertas dari satria yang mati. Reward jika berhasil mendapatkannya adalah memperpanjang life bar, magic bar dan stok ammo untuk secondary weapon. Peti keramat atau gulungan biasanya tersembunyi dan sulit dijangkau. Lantas bagaimana caranya? Disinilah cambuk Simon akan sangat menolong karena bisa digunakan untuk berayun. Lokasi item berharga bisa dilihat di peta sehingga tidak ada alasan bagi pemain tidak mengeksplorasi sebuah stage. Pemain tidak usah khawatir karena game akan menyimpan otomatis di setiap check point. Bahkan di tengah duel dengan boss-pun ada check point sehingga pemain tidak perlu mengulang dari awal.


Untuk urusan grafis biarpun diberi label “HD” game ini terbilang cukup standar. Walau lebih halus tekstur karakter masih terlihat sedikit kasar. Tapi ini bisa dimaklumi karena Mirror of Fate untuk PS3 dan Windows hanyalah versi resolusi lebih tinggi dari Nintendo 3DS. Satu-satunya nilai minus terletak pada musiknya. Seri Castlevania terkenal berkat alunan musiknya yang gothic dan klasik. Musik garapan Óscar Araujo sebenarnya tidak jelek, tapi gagal menampilkan aura megah Castlevania. Memang ada background musik, tapi gamenya tetap saja sepi. Tidak usah kaget karena developer yang menggarap versi re-boot dari game terkenal biasanya tidak sebaik developer aslinya. Masih ingat dengan Ninja Theory yang menggarap versi re-boot Devil May Cry?

Seolah terkena kutukan dari Drakula, serial Castlevania selalu gagal di pasaran jika dirilis dalam format 3D. Sekedar informasi, walau banyak game yang dirilis Castlevania terbaik masih dipegang oleh Symphony of the Night dan Dawn of Sorrow. Mirror of Fate bukanlah game yang gagal karena berusaha kembali ke akarnya, yaitu gameplay 2D. Memang ada yang sedikit berbeda. Akan tetapi sedikit perubahan adalah hal yang bagus, bukan? (Indoshotokan)