“Dia luar biasa, bukan?” Raja Sho bertanya pada Matsumura. “Dia terlalu liar dibanding lembu petarung pada umumnya. Dia sudah membunuh beberapa ekor lembu lain di arena.”
Di depan sang raja dan Matsumura, di dalam kandang istana berdiri dengan gagahnya seekor lembu jantan. Yang menarik perhatian Matsumura, otot-otot lengan lembu jantan itu sungguh menunjukkannya sebagai binatang yang kuat. Ukuran lengannya bahkan mengalahkan kepalanya yang besar.
“Benar, Yang Mulia,” Matsumura menjawab. “Dia benar-benar binatang yang luar biasa.”
“Kau akan membunuhnya,” jawab sang raja.
Matsumura terdiam. Dia memandangi binatang itu, tanduknya yang besar meruncing, ukuran kepala yang besar. Kekuatannya. Kemegahannya.
“Maaf, Yang Mulia?” Dia menjawab, “Aku tidak mengerti apa yang Anda minta dariku.”
“Di acara festival besok,” sang raja menjawab, “Di arena, dalam festival kau akan membunuh lembu jantan itu dengan tangan kosong. Semua orang akan menyaksikan komandan dari pasukan pengawalku, Matsumura yang tangguh, adalah pria terkuat di negeri ini.”
“Tuan, aku tidak pernah menggunakan Te milikku melawan binatang sebelumnya. Te adalah seni untuk bertahan, Yang Mulia. Dan tidak digunakan untuk membantai binatang. Bisakah aku melayani Anda dengan cara yang lain?”
Sang raja memandangnya dengan sorot kemarahan, “Kau ingin memberitahuku bagaimana seharusnya kau melayaniku? Aku sudah membawa lembu jantan ini untukmu. Aku membawa lembu ini untuk menghormati kemampuanmu sebagai ahli bela diri sebelum festival. Kau akan bertarung melawan lembu ini. Kau paham?”
“Yang mulia.....” Matsumura baru akan menjawab.
“Kau akan bertarung melawan lembu jantan itu, dan kau akan menang, atau kulempar kau ke penjara. Kau paham?”
“Baik Yang Mulia. Aku akan bertarung melawan lembu jantan itu.”
Setelah matahari terbenam Matsumura duduk seorang diri di sudut halaman istana. Dia berpikir tentang lembu jantan itu. Seekor binatang yang cantik, kuat dan hebat. Tidak akan mudah mematahkan lehernya, tapi Matsumura bisa melakukannya. Dia bisa melakukan tapi tidak menginginkannya.
“Gunakan Te milikmu hanya untuk bertahan.” Guru Matsumura mengajarkannya demikian. “Gunakan Te untuk membela dirimu sendiri, keluargamu, rajamu dan negerimu. Gunakan untuk membela yang lemah dan jangan memancing keributan. Jangan gunakan seni bela diri hanya untuk pamer.”
Membunuh seekor lembu bagi Matsumura sepertinya hanya menjadi ajang pamer semata. Tapi dia tidak mau masuk penjara. Dia kemudian berjalan ke lapangan. Mungkin sang raja bersedia mengubah pikirannya. Tapi sepertinya tidak mungkin.
Matsumura berjalan ke kebun dengan masalah yang menyesaki pikirannya. Melamun, dia mengarahkan tangannya pada bunga tanaman rambat di sepanjang pinggiran jalan. Seiring berjalan dan berpikir, dia merasakan kelopak bunganya yang lembut menggesek jari-jarinya. Tiba-tiba rasa nyeri menusuk tangannya. Matsumura kaget. Jarinya tertusuk duri bunga asal Cina milik sang raja yang menjorok ke jalan. Dengan hati-hati Matsumura mencabut duri itu dari jarinya. Dia merasakan darah keluar dari jarinya ketika dia menghisap lukanya. Rasanya luar biasa sesuatu yang sangat kecil ternyata bisa menimbulkan nyeri. Tiba-tiba dia mempunyai ide. Matsumura segera berlari dari kebun menuju ke kandang. (Bersambung – Indoshotokan)
Artikel ini diterjemahkan dari buku “Legend of the Martial Arts Master” yang ditulis oleh Susan Lynn Peterson dengan judul aslinya”The General Fights a Bull”. Editing dan alih bahasa oleh Bachtiar Effendi.