KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

BEHIND THE STORY OF AKB48: KISAH SUKSES GRUP IDOLA JEPANG (1)


Tahun 2011 lalu di salah satu TV swasta lokal muncul iklan softdrink Pocari Sweat, dimana beberapa gadis remaja ala Japanese-style tengah menari di pantai. Melihat sekilas dari wajahnya saya sempat mengira mereka ini benar-benar dari negeri sakura. Apalagi background musiknya juga lagu Jepang yang kurang familiar tapi enak didengar. Sejak itu di TV lokal kadang-kadang para gadis manis itu kembali namun dengan iklan yang berbeda. Hmmmm....siapa ya, mereka? Oo...ternyata mereka adalah idol group baru bernama JKT48. Sebagai group yang sekilas mirip girl band, JKT48 adalah sister group dari AKB48 yang sudah lebih dulu populer di Jepang.

AKB48 adalah sebuah grup idola asal Jepang yang diproduseri Yasushi Akimoto. Nama AKB48 diambil dari Akihabara, sebuah lokasi di Tokyo dimana teater mereka berada. Sedangkan 48 menunjukkan jumlah membernya. Saat ini AKB48 sudah menjadi salah satu grup papan atas di Jepang dengan penjualan album yang fantastis. Tahun 2013 mereka membukukan keuntungan 128 juta dolar dan di bulan Mei 2014, grup idola ini telah menjual tidak kurang dari 28 juta keping single. Prestasi ini dimulai sejak 2010 setelah single “Beginner” dan “Heavy Rotation” masuk di urutan pertama dan kedua Oricon. Sejak saat itu single mereka berturut-turut selalu masuk daftar urutan lagu terbaik di Jepang. Beberapa single bahkan ada yang meraih penghargaan seperti “Manatsu no Sounds Good” yang memenangkan Japan Record Award.

Dengan member yang sangat banyak dan “kawaii”, lagu yang enak didengar dan fans (disebut “Wota”) yang jumlahnya ribuan, membuat AKB48 layak dinobatkan sebagai grup idola yang fenomenal. Tapi tidak banyak yang tahu jika grup ini sudah lama berdiri dan banyak melalui suka dan duka. Nah, catatan singkat ini akan mengajak pembaca menelusuri kembali semangat dan kerja keras mereka hingga menjadi idola di Jepang.


PERJALANAN MENGGAPAI MIMPI DIMULAI


Semuanya dimulai bulan Juli 2005. Saat itu Yasushi Akimoto, seorang produser rekaman dan sutradara terkenal di Jepang mempunyai sebuah proyek unik “idola yang bisa kamu temui setiap hari.” Akimoto kemudian meminta bantuan Tomonobu Togasaki (sekarang General Manager teater AKB48) untuk mencari lokasi yang cocok untuk audisi. Setelah mencari kesana kemari Togasaki akhirnya menemukan tempat yang cocok di lantai 8 gedung Don Quijote yang berlokasi di Akihabara Tokyo. Tidak lama kemudian poster undangan audisi pun disebar yang ditujukan untuk para gadis remaja di Jepang.

“Aku ingin bertemu kalian yang berkepribadian kuat.”

Begitulah kira-kira isi kalimat yang tertera di poster itu. Akimoto yang sukses mengorbitkan artis berbakat menjadi daya tarik bagi para gadis mengikuti audisi itu. Di hari terakhir pendaftaran audisi terkumpul hampir 8.000 gadis yang ingin mencoba peruntungannya. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak punya latar belakang menyanyi atau menari. Setelah melalui seleksi yang sangat ketat, terpilih 24 orang yang akan menjadi anggota AKB48. Akan tetapi 4 orang dari mereka keluar dan satu orang lagi dikeluarkan lantaran satu kali datang terlambat. Akhirnya 20 orang sisanya menjadi generasi pertama AKB48 yang disebut Tim A. Termasuk diantaranya Atsuko Maeda, Haruna Kojima dan Minami Takahashi yang pastinya sudah tidak asing lagi di telinga para penggemar.

Para member kemudian belajar menyanyi dan menari. Mereka hanya diberi waktu satu bulan berlatih sebelum tampil di hari pembukaan teater tanggal 1 Desember 2005. Tapi karena menurut pelatih tari kemampuan mereka masih belum cukup, penampilan merekapun diundur seminggu kemudian. Tanggal 8 Desember 2005 AKB48 akhirnya diperkenalkan secara resmi di sebuah teater kecil berkapasitas 250 orang di Akihabara. Hanya ada sedikit orang yang menonton pertunjukan perdana itu. Penonton sesungguhnya hanya ada 7 orang sementara sisanya adalah staf dan manajemen. Walau sepi mereka tetap memberikan pertunjukan setiap hari di teater. Hingga ada saat dimana tidak satupun penonton yang mau menonton pertunjukan mereka. (Bersambung – Indoshotokan)