Remaja SMU biasanya punya impian yang besar, dan di Jepang salah satu impian yang banyak digandrungi remajanya adalah menjadi (mangaka) seniman manga yang sukses. Imbalan untuk sebuah judul manga yang terbit di majalah nasional atau dijual dalam bentuk buku sangat menggiurkan. Belum lagi fans berat yang rela antri demi berfoto atau mendapat tanda tangan dari sang mangaka adalah kepuasan yang tak ternilai. Sementara itu ada editor penerbit yang rela memohon pada si mangaka agar mau membuat karya berikutnya. Pendeknya, menjadi seorang mangaka sungguh pekerjaan yang menyenangkan.
Tapi itu tidak berlaku untuk Mashiro Moritaka (diperankan Takeru Satoh). Paman Mashiro adalah seorang mangaka yang sedang berjuang untuk sukses. Ketika karyanya akhirnya diterbitkan dalam Weekly Shonen Jump (majalah manga terbesar di Jepang), paman Mashiro meninggal dunia tidak lama kemudian karena bekerja ekstra keras. Hal inilah yang membuat Mashiro terpukul dan enggan mengikuti jejaknya menjadi mangaka. Dia lebih memilih bekerja kantoran di perusahaan besar selepas SMU dan lulus dari universitas. Padahal sebenarnya Mashiro mempunyai bakat untuk mengikuti jejak pamannya.
Bakat Mashiro itu diketahui oleh teman sekelasnya, Akito Takagi (diperankan Ryunosuke Kamiki), yang secara tidak sengaja melihat hasil corat-coret Mashiro di bukunya. Akito adalah orang yang pandai bercerita. Dia lalu mengajak Mashiro bekerja sama demi satu tujuan; menggoncang dunia mangaka profesional Jepang dengan terjun didalamnya. Caranya? Mashiro menjadi ilustrator, sedangkan Akito menjadi penulis naskah. Mendengar hal itu jelas saja Mashiro menolak dan kemudian menghindar. Tapi Akito tidak putus asa, dan mengejar Mashiro sampai mereka berdua bertemu dengan Miho Azuki.
Miho adalah gadis yang disukai oleh Mashiro. Mimpinya adalah menjadi seorang seiyuu (pengisi suara) profesional. Akito bercerita pada Miho bahwa dia dan Mashiro bercita-cita manjadi seniman manga. Akito juga bercerita jika karya mereka diadaptasi menjadi sebuah manga, akan lebih sempurna jika Miho menjadi tokoh utamanya. Mashiro yang mendadak bersemangat berkata pada Miho bahwa mereka akan menjadi mangaka sukses jika Miho mau menikah dengannya. Miho yang malu dan sedikit bingung, mengaku jika diapun menyukai Mashiro. Miho bersedia menunggu Mashiro yang bekerja keras untuk mewujudkan mimpinya itu. Seakan mendapatkan energi luar biasa, sejak hari itu Mashiro dan Akito berjuang keras membuat manga demi mencapai satu tujuan: Weekly Shonen Jump. Berhasilkah usahanya?
Bakuman adalah sebuah live action adaptasi dari serial manga populer berjudul sama karya Takeshi Obata dan Tsugumi Ohba. Bagi sobat pecinta manga pastinya sudah tidak asing lagi dengan keduanya. Benar, mereka adalah tim kreatif dibalik manga Death Note. Di versi manganya Bakuman terdiri dari 176 chapter dan terbit di Weekly Shonen Jump sejak 2008 sampai 2012. Tiga season animenya juga sempat dibuat dan baru berakhir 2013 lalu. Sedangkan untuk versi live actionnya tayang di bioskop Jepang 3 Oktober 2015. Takeru Satoh dan Ryunosuke Kamiki yang sebelumnya menjadi musuh bebuyutan dalam live action Rurouni Kenshin kembali dipertemukan sebagai partner. Di Festival Film Jepang 2015 Bakuman menjadi salah satu film terpopuler.
Bakuman ditujukan bagi para pecinta manga yang juga mengapresiasi proses pembuatannya. Sekedar informasi, Bakuman juga terinsipirasi dari real life yang dijalani oleh sang mangaka. Membuat sebuah manga yang diminati agar dimuat di Weekly Shonen Jump bukan perkara gampang. Apalagi untuk mangaka pendatang baru seperti Mashiro. Walaupun manga buatan mereka bagus bukan berarti lantas terbit begitu saja. Jika manga itu tidak populer, maka sang mangaka harus memutar otak membuat judul baru. Tidak populer bukan berarti karya mereka jelek, namun berarti pasar sulit menerima atau judul itu tidak bisa dibuatkan animenya. Di film ini juga diceritakan persaingan antara Mashiro dengan mangaka pendatang baru Eiji Nizuma yang tak kalah serunya.
Untungnya, film tidak melulu berisi jatuh bangun kerja keras Mashiro saja. Film ini juga dibumbui adegan komedi yang fresh. Misalnya ketika Mashiro dan Akito bertengkar masalah ide, mereka dibawa masuk ke dunia komik dan bertarung antar frame dengan menggunakan pena ajaib. Lucu dan orisinil idenya. Bakugan menonjolkan cerita yang dikemas sederhana, menarik, tidak ada karakter super hero dan tidak ada adegan action yang membuat tipis kantong produser. Ini semua yang membuat film ini sukses. Takeru Satoh mengaku dia sangat senang bekerja untuk sebuah film yang luar biasa, terlepas dari jumlah penontonnya. Bakugan menjadi live action tersukses kedua yang pernah dibintanginya setelah trilogi Rurouni Kenshin.
Sukses memang butuh pengorbanan dan tidak semudah saat kita membolak-balik halaman komik. Apakah sobat pecinta sejati manga? Atau justru ingin menjadi mangaka profesional? Silahkan menonton Bakuman. (Indoshotokan)