Ketika masih SD Sayaka Kudo (diperankan Kasumi Arimura) adalah seorang anak yang penyendiri. Dia sulit menjalin pertemanan. Ketika masuk SMP barulah dia berhasil mendapatkan beberapa teman. Apakah sebuah kabar baik? Antara ya dan tidak. Kabar baiknya Sayaka tidak lagi dicap sebagai gadis kurang pergaulan. Kabar buruknya, Sayaka lebih suka kabur saat jam pelajaran, bermain dan pergi keluyuran bersama teman-teman sebayanya.
Saat masuk SMU Sayaka sering berpindah-pindah sekolah hingga akhirnya dia masuk ke SMU wanita. Walaupun sudah kelas dua SMU, nilai akademiknya hanya setara anak kelas 4 SD. Penampilan Sayaka juga lebih unik ketimbang anak SMU pada umumnya. Dia mengecat pirang rambutnya dan memakai rok lebih pendek daripada teman-teman sekolahnya. Itulah mengapa sebelumnya banyak sekolah lain menolaknya karena berpikir Sayaka adalah anak nakal. Pernah dia harus diskors karena kedapatan membawa rokok ke sekolah. Tapi sebenarnya Sayaka bukanlah anak nakal. Sifatnya justru periang, dan sang ibu sangat menyayanginya walaupun di sekolah nilainya jeblok.
Karena kebiasaan lamanya sulit hilang, masa depan Sayaka bisa jadi suram. Ibunya lalu berpikir untuk memasukkan anaknya ke sekolah khusus Seiho. Sekolah ini memang ditujukan bagi remaja yang mempunyai problem khusus. Ibu Sayaka juga ingin melihat anaknya lulus SMU dan ujian masuk universitas yang semakin dekat. Tapi rencana itu ditentang oleh suaminya yang menganggap sekolah khusus hanya menipu demi uang saja. Bahkan ayah Sayaka kerap menyebut anaknya sendiri tolol. Berbeda dengan ibunya, ayah Sayaka lebih memperhatikan Ryuta, kakak Sayaka, untuk menjadi pemain baseball profesional.
Di Seiho sang kepala sekolah yaitu Yoshitaka Kubota mendengar kabar tentang Sayaka. Yoshitaka lalu mengambil keputusan bahwa dia sendiri yang akan membimbing Sayaka, agar muridnya itu berhasil masuk ke universitas favorit Jepang yaitu Keio. Yoshitaka adalah guru yang sangat sabar dan punya cara berbeda dalam mendidik muridnya. Memang tidak gampang pada awalnya. Tapi mereka berhasil melalui masa-masa sulit itu. Yang jelas Sayaka menjadi termotivasi dan fokus pada tujuannya. Dia bahkan mengembalikan warna rambutnya menjadi hitam. Sepanjang liburan musim panas hingga ujian akhir kelulusan, Sayaka belajar keras hingga kurang tidur. Dia ingin membuktikan bahwa ayahnya salah dan begitu juga teman-temannya yang mengejeknya.
Flying Colors adalah sebuah film apik adaptasi dari sebuah novel laris karya Nobutaka Tsubota berjudul “Gakunen Biri no Gyaru ga 1 nen de Hensachi o 40 Agete Keio Daigaku ni Geneki Gokaku Shita Hanashi” (wow, panjang sekali judulnya, ya?), yang artinya, “Seorang Gadis Terbawah di Kelasnya Berhasil Menaikkan Standar Nilainya Menjadi 40 dalam Setahun dan Lulus Ujian Masuk Universitas Keio.” Novel itu berdasarkan kisah nyata yang dialami oleh penulisnya yang membimbing seorang gadis bernama Sayaka Kobayashi yang berhasil menaikkan nilainya dalam waktu 1.5 tahun. Sayaka yang nilai standarnya sama dengan anak kelas 4 SD itu berhasil lulus ke Universitas Keio yang prestisius.
Lalu bagaimana dengan Sayaka di versi film ini? Apakah dia berhasil masuk ke universitas pilihannya? Tentu saja! Tidak akan jadi novel laris jika penulisnya gagal, bukan? Sebagai film yang tidak diunggulkan, tema dan alurnya mudah ditebak. Tapi film ini menyuguhkan sisi lain disamping realita persaingan ketat antar murid di Jepang. Seolah enggan memilih tema serius, Flying Colors lebih menonjolkan unsur komedi. Nobuhiro Doi sang sutradara berhasil membuat film yang menginspirasi, tapi tetap menyenangkan dan menghibur penontonnya.
Kasumi Arimura yang sebelumnya tampil di Strobe Edge berakting bagus di film ini. Gayanya yang komikal tapi percaya diri menjadi memorable. Sementara itu Atsushi Ito sebagai Yoshitaka sang kepala sekolah culun tapi super sabar juga patut diacungi jempol. Bagaimana usahanya untuk membantu Sayaka menjadi momen terbaik. Secara keseluruhan Flying Colors terbilang memuaskan. Namun ada beberapa lelucon yang penontonnya butuh pengetahuan tentang Jepang agar bisa mengerti. Tapi toh itu bukan keharusan karena film tetap asyik ditonton. Flying Colors tayang di Jepang bulan Mei 2015 lalu, dan saya penasaran apa yang berikutnya akan dilakukan oleh Sayaka. (Indoshotokan)