KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

KARATE: ANTARA MITOS DAN LEGENDA (3)

Mengetahui wilayahnya dikuasai penjajah, penduduk Ryukyu tidak tinggal diam. Karena senjata apapun dilarang, mereka mengembangkan bela diri yang mengandalkan tangan kaki. Untuk menghindari intaian, latihan biasanya dilakukan malam hari dan di tempat tertentu. Tidak seperti sekarang dimana sebuah perguruan mempunyai dojo tetap, di masa itu tempatnya berpindah-pindah. Bahkan karena sangat dirahasiakan, sesama ahli bela diri saat itu tidak akan bercakap-cakap tentang ilmunya di muka umum.

Di masa itu pula tidak jarang sesama ahli bela diri terlibat dalam pertarungan dengan resiko hidup dan mati. Sebuah prinsip lama yang berkembang dalam dunia bela diri Ryukyu adalah “isshi-soden” yang artinya teknik bela diri hanya akan diterima oleh ahli warisnya. Yang dimaksud ahli waris disini belum tentu keturunan atau keluarga dari sang ahli bela diri. Orang luar yang tidak ada hubungan darahpun bisa menerima teknik rahasia jika si ahli merasa calon muridnya itu memang layak.


SHURI-TE, NAHA-TE DAN TOMARI-TE
 

Tahun 1729 peran samurai Satsuma di Ryukyu berakhir dan membawa perubahan besar dalam kehidupan sosial masyarakat. Sementara itu dalam dunia bela diri sejak tidak ada lagi musuh bersama, muncullah persaingan antar wilayah. Biasanya setiap wilayah mempunyai jagoan terkuat yang mewakili daerahnya melawan juara dari wilayah lain dalam sebuah pertandingan terbuka.  Ada tiga kelompok terkuat yaitu Shuri-te, Naha-te dan Tomari-te.

Shuri-te, teknik ini berkembang di wilayah Shuri yang menjadi ibu kota Ryukyu saat itu. Di sana pula para raja dan bangsawan tinggal. Shuri-te mengandalkan kombinasi kecepatan dan kelincahan. Ada teori menyatakan jika Shuri-te dipengaruhi teknik dari Tiongkok utara terutama Shaolin. Gerakan kaki condong membentuk garis lurus dan gaya Shuri-te cenderung lebih menyerang. Pernapasan dilakukan secara alamiah dan tanpa variasi khusus. Di kemudian hari Shuri-te akan berkembang menjadi Shorin-ryu.


Naha-te, teknik ini berkembang di Naha yang merupakan kota pelabuhan yang ramai. Tekniknya sarat dengan pernapasan karena dipengaruhi Taoisme. Kebalikan dari Shuri-te, Naha-te dipengaruhi oleh teknik Tiongkok selatan. Ada juga gaya lain yang mempengaruhinya seperti Hsing-I dan Pakua.  Gerakan Naha-te cenderung lebih bertahan namun tetap fleksibel. Di kemudian hari Shuri-te akan berkembang menjadi Shorei-ryu dan Goju-ryu.

Tomari-te, teknik ini berkembang di Tomari, sebuah kota pelabuhan kecil yang dekat dengan Shuri. Mirip dengan Shuri-te, teknik dalam Tomari-te juga menonjolkan kecepatan. Ada juga teori lain menyebutkan jika Tomari-te dipengaruhi oleh Naha-te. Dasarnya adalah salah satu versi kata Seishan yang sarat pernapasan. Banyak yang menyimpulkan Tomari-te di kemudian hari bergabung dengan Shuri-te menjadi Shorin-ryu.


PARA TOKOH PERINTIS
 

Saat itu tersebutlah nama Sakugawa Kanga (1733 – 1815) dari Akata yang menurut legenda menjadi tokoh awal perkembangan karate. Tidak banyak memang, yang bisa diceritakan dari Sakugawa. Mulanya Sakugawa tidak berniat belajar bela diri hingga ayahnya mati dibunuh sekelompok penjahat. Dia lalu belajar pada Takahara Peichin (1683 – 1760) selama enam tahun. Takahara adalah seorang biksu, ahli perbintangan dan kartografer (pembuat peta). Sedangkan Peichin adalah semacam gelar yang membuktikan kepiawaiannya. Sebelum mati Takahara memberi nasihat pada Sakugawa agar meningkatkan ilmunya dengan belajar pada Kusanku.

Konon Kusanku (atau Kwang Shang Fu; Kung Hsiang Chung) adalah ahli Chuan Fa yang tengah bertugas sebagai atase militer di Ryukyu. Saat masa tugasnya usai, Kusanku kembali ke Tiongkok dan Sakugawapun mengikutinya selama enam tahun. Demi mengingat gurunya, Sakugawa menciptakan kata Kushanku yang sekarang banyak versinya. Sekembalinya ke Ryukyu, Sakugawa sudah menjadi seorang yang ahli bela diri. Masyarakat lokal memberinya julukan “Tode.” Bahkan sang raja memberi gelar “Satonushi” atau “Satonuku” (semacam peringkat) dan mengangkatnya sebagai kepala pasukan di Shuri. Sakugawa adalah orang yang menetapkan etika dojo (Dojo Kun), atau sikap yang wajib dilakukan praktisi karate sebelum dan sesudah latihan di dojo.

Salah satu murid Sakugawa yang paling terkenal adalah Sokon Matsumura (1797 – 1889) yang dianggap sebagai Miyamoto Musashinya Ryukyu. Selama 20 tahun lamanya Matsumura juga belajar bela diri di Tiongkok. Ada kisah unik ketika Matsumura ingin menikahi seorang gadis bernama Yonamine Chiru. Ketika itu Matsumura baru berumur 18 tahun dan si gadis berasal dari keluarga yang hebat seni bela dirinya. Yonamine menolak dinikahi jika Matsumura tidak mampu mengalahkannya. Pertarungan itu sebenarnya tradisi yang lazim dalam budaya lama. Meskipun akhirnya menang, Matsumura sendiri baru menikahi Yonamine tiga tahun kemudian. (Bersambung - Indoshotokan)

RESENSI J-MOVIE: RUROUNI KENSHIN: KYOTO TAIKA-HEN

Mengikuti sukses versi live action pertamanya yang tayang 2012 lalu, sutradara Keishi Otomo kembali melanjutkan petualangan Kenshin Himura dalam sekuelnya yang berjudul Rurouni Kenshin: Kyoto Inferno (Jepang: Rurouni Kenshin: Kyoto Taika-hen). Film ini tayang di Jepang awal Agustus 2014 dan menyusul Filipina sekitar dua minggu kemudian. Jika biasanya sebuah film sekuel akan jeblok di pasaran, tidak demikian halnya dengan Kyoto Inferno ini. Hanya dalam waktu beberapa hari saja sudah menduduki posisi teratas di box office Jepang. Film ini juga mendapat banyak pujian berkat sinematografi yang apik hingga memuaskan banyak fans dari serialnya.







SINOPSIS
 

“Yang kuat akan hidup dan yang lemah akan mati....”

Beberapa bulan sejak kedatangannya di dojo Kamiya Kasshin-ryu milik keluarga Kaoru, dan sesudah pertarungannya dengan  Jin-e Udo, masa-masa damai dinikmati oleh Kenshin dan teman-temannya. Namun ketenangan itu terusik setelah Kenshin dicari oleh Hajime Saitou, orang yang mengaku sebagai pegawai pemerintah.  Bersama-sama dengan Sanosuke Sagara, sahabatnya, Kenshin diantar ke rumah Perdana Menteri Toshimichi Okubo. Lewat pengakuan Okubo diketahui bahwa Jepang sedang dalam bahaya dan dalang dibalik semua itu adalah mantan pembunuh bernama Makoto Shishio. Demi mencegah kekacauan yang lebih besar,  Okubo meminta Kenshin pergi ke Kyoto untuk menghentikan Shishio.


Siapa sebenarnya Shishio Makoto? Di masa lalu dia adalah pembunuh bayaran yang bekerja untuk pejabat rezim Tokugawa yang korup. Demi menutupi bukti kejahatan mereka, para pejabat korup itu sepakat untuk menghabisi nyawa Shishio dengan jalan membakarnya hidup-hidup. Namun dugaan mereka keliru. Shisio yang disangka sudah mati ternyata lolos dari maut. Dengan seluruh tubuh berbalut perban yang menutupi luka bakarnya, Shisio bangkit dari kematian. Dendam kesumat karena merasa dikhianati, membuat Shisio ingin seluruh Jepang merasakan panasnya api yang membakar tubuhnya. Dan rencana mengambil alih Jepang itu dimulai dari membumihanguskan Kyoto yang merupakan ibu kotanya.

Ingat pada Kaoru yang mencintainya dan juga sahabat yang sudah seperti keluarga membuat Kenshin bimbang dengan tugas itu. Namun ketika salah satu anggota Juppongatana yaitu Seta Sojiro muncul membuat Kenshin harus merubah keputusannya. Juppongatana (Sepuluh Pedang) adalah pasukan elit yang dipimpin langsung oleh Shishio. Mereka adalah sekelompok petarung hebat yang konon terbaik di Jepang. Tugas mereka adalah mendukung rencana Shisio menggulingkan Pemerintahan Meiji.


Demi melindungi orang-orang yang dicintainya, Kenshinpun berangkat ke sarang para pemberontak di Kyoto. Di tengah perjalanannya, Kenshin berjumpa dengan banyak orang yang akan membantu misinya.  Diantaranya adalah Kashiwazaki Nenji  atau kakek Okina, mantan pemimpin Oniwabanshuu, yaitu kelompok ninja mata-mata di era Tokugawa.  Pensiun dari tugas spionase, kakek Okina membuka sebuah penginapan dan membesarkan seorang gadis bernama Makimachi Misao yang juga menjadi ninja. Ada juga Aoshi Shinomori, pemimpin baru dari Oniwabanshuu ini menaruh dendam pada Kenshin karena kematian teman-temannya. Namun begitu keahlian berpedangnya sangat berguna saat melawan Juppongatana.
   
Berjuang menyelamatkan Kyoto, dan di sisi lain harus menghadapi Makoto Shishio sebagai musuhnya yang terkuat, sanggupkah Kenshin bertahan pada sumpahnya untuk tidak membunuh lagi?   


SEKUEL YANG LAYAK DITONTON 

Poin yang membuat film ini berhasil adalah aktor dan aktrisnya yang mampu menghidupkan karakter dari animasinya dengan sangat baik. Takeru Sato misalnya, sangat pantas dengan perannya sebagai Kenshin Himura. Bukan hanya menampilkan fisik Kenshin dengan sempurna, Sato bisa menampilkan aura Battousai sang pembantai yang tangguh namun kadang konyol. Yosuke Iguchi pemeran Hajime Saitou tampil dingin tapi tangguh. Gayanya yang santai sambil menghisap sebatang rokok ketika membunuh musuh benar-benar mengintimidasi.

Adegan pertarungan juga dikoreografi dengan baik, dari yang awalnya mirip tarian meningkat pada duel intens yang memacu adrenalin. Gaya Kenshin yang cepat, lincah hingga gaya Hiten Mitsuruginya benar-benar memukau. Untuk urusan koreografi ditangani oleh Kenji Tanigaki yang sebelumnya pernah bekerja sama dengan aktor laga Hongkong Donnie Yen. Begitu juga dengan soundtracknya yang terdengar mencekam tapi tidak menyeramkan. Penonton serasa dibawa pada situasi Kyoto yang tegang dan suram.


Menonton Kyoto Inferno seperti mengikuti episode animenya dengan maraton. Memang ada sedikit penyimpangan di versi layar lebar ini, tapi alur cerita tetap terjaga. Jangan mengira film akan berakhir disini karena di serial aslinya Chapter Kyoto ini cukup panjang. Dalam Kyoto Inferno walau Kenshin sempat bertarung dengan Makoto Shishio, namun fokus pertarungan sebenarnya adalah dengan pemimpin Juppongatana yaitu Seta Sojiro. Mengapa begitu? Ya, karena Kyoto Inferno ini adalah awal dari ending film berikutnya yang berjudul Rurouni Kenshin: The Legend Ends.

Singkatnya, Kyoto Inferno adalah film yang harus Anda tonton. Dengan alur cerita yang menegangkan, karakter yang pas, musik latar yang keren, film berdurasi 139 menit ini dijamin mampu mengobati kerinduan fans Rurouni Kenshin. Selamat menonton (Indoshotokan).

PETUNJUK BERLATIH KARATE-DO (3)

Kelima, yang perlu kau ingat adalah kau harus senantiasa menghargai sopan santun, dan kau harus patuh serta hormat pada seniormu. Tidak ada seni bela diri manapun yang tidak memperhatikan pentingnya kesopanan dan tata krama.
   
Sopan santun dan sikap hormat tidak hanya terbatas di dojo saja. Adakah orang yang memberi hormat ketika di depan dojo tapi tidak melakukan hal yang sama ketika berjalan di samping sebuah kuil? Aku harap tidak. Hal yang sama, adakah orang yang bersedia mengikuti perintah seniornya di dojo tapi mengabaikan kata-kata dari ayah dan saudara-saudaranya yang lebih tua? Aku harap tidak. Jika benar ada orang semacam itu, maka dia tidak berhak untuk berlatih seni bela diri.
   
Di rumah seseorang wajib mendengarkan ayah dan saudara yang lebih tua. Di sekolah seseorang wajib mematuhi guru dan kakak kelasnya. Di ketentaraan seseorang wajib mengikuti perintah dari atasan dan perwira. Di tempat kerja seseorang berbuat  tidak bertentangan atau berlawanan dengan kata-kata dari seniornya. Karena itulah, ada nilai-nilai dari orang yang berlatih karate.  


Keenam, kau harus mengambil hal yang baik dan membuang hal yang buruk. Ketika kau mengamati latihan orang lain dan menemukan sesuatu yang harus kau pelajari, maka kuasailah tanpa keraguan. Jika kau melihat orang yang jatuh pada kemalasan, maka periksalah kembali dirimu. Saat kau melihat orang yang bagus tendangannya, maka tanyalah dirimu mengapa tendangannya begitu bagus. Bagaimana caranya kau bisa belajar tendangan seperti itu; mengapa tendanganmu berbeda?  

Dengan demikian, kau harusnya bisa menemukan cara untuk memperbaiki tendanganmu. Ketika kau melihat orang yang tidak meningkat kemampuannya, sekali lagi, tanyalah dirimu. Mungkin saja dia tidak cukup berlatih, atau mungkin dia tidak mempunyai tekad. Tanyalah dirimu, apakah benar hal itu juga terjadi padamu?

Sikap seperti ini tidak hanya berlaku untuk meningkatkan kemampuan teknik seseorang. Kita semua punya kelebihan dan kelemahan masing-masing. Jika kita tulus untuk memperbaiki diri sendiri, tiap orang yang kita temui bisa menjadi contoh dan cerminan. Sebuah pepatah lama berkata, “Sannin okonaeba kanarazu waga shi ari.“ (Ketika aku berjalan dengan dua orang, mereka akan bertindak seperti layaknya guruku. Aku akan mengambil hal yang baik dan mengikutinya, sedangkan hal yang buruk aku akan menjauhinya).


Ketujuh, pikirkan hidup sehari-hari sebagai berlatih karate. Jangan berpikir karate hanya dilakukan di dojo atau sebagai cara untuk bertarung saja. Semangat berlatih karate dan elemen  latihannya dapat diterapkan dalam hidup sehari-hari. Semangat lahir dan muncul dari gemeretak gigimu menahan hawa dingin dalam latihan di musim dingin, atau keringat yang menetes keluar dari kedua matamu saat latihan di musim panas bisa membantu dalam pekerjaanmu. Dan tubuh yang ditempa oleh pukulan, tendangan dan latihan yang terus-menerus tidak akan menyerah pada ujian yang sulit atau menyelesaikan pekerjaan yang menjengkelkan.

Orang yang semangat dan mentalnya telah diperkuat melawan sifat pantang menyerah, akan mudah menghadapi tantangan yang berat sekalipun. Orang yang selama bertahun-tahun merasakan fisiknya sakit and tekanan mental untuk belajar satu pukulan, satu tendangan akan mampu menghadapi tugas apapun hingga akhir, tidak peduli betapapun sulitnya. Orang seperti inilah yang benar-benar bisa dikatakan telah mempelajari karate (Indoshotokan). 
 
Artikel ini dikutip dan diterjemahkan dari buku “Karate-do Nyumon” yang ditulis oleh Gichin Funakoshi dari Bab VII dengan judul aslinya “Training Precepts of Karate-do”. Editing dan alih bahasa oleh Bachtiar Effendi.

PETUNJUK BERLATIH KARATE-DO (2)

Ada juga cerita lain yang mengisahkan tentang seorang ahli Gidayu (admin: seniman syair Jepang).  Ketika masih pemula dia belajar melantunkan cerita narasi yang panjang. Dia mempunyai seorang guru yang keras, yang selama bertahun-tahun menolak mengajarinya baris sajak dari Taikoki, sebuah drama yang menceritakan kehidupan Toyotomi Hideyoshi. Ratusan kali dalam sehari, hari demi hari, sang murid harus melantunkan baris yang sama. Dan tiap kali gurunya hanya menjawab, “Masih belum cukup,” dia tidak akan mengijinkan sang murid melanjutkan ke bagian berikutnya.

Akhirnya, sang murid yang jengkel tadi merasa jika dia tidak cocok untuk pekerjaan itu dan kemudian di tengah malam dia melarikan diri demi mencoba hal lain yang lebih menyenangkan di ibu kota Shogun di Edo. Di tengah perjalanan dia menginap di Propinsi Suruga (sekarang Prefektur Shizuoka) dimana sekelompok penggemar Gidayu tengah menggelar kontes amatir. Merasa masih lekat dengan seni yang telah lama dipelajarinya, sang murid tadi tidak bisa menahan diri untuk bergabung. Walaupun orang asing, dia naik ke panggung dan melantunkan satu-satunya bait yang dia tahu dengan sepenuh hati.

Ketika sudah selesai dia didekati oleh orang tua yang mensponsori kontes itu. “ Sungguh, benar-benar indah.” Kata pria tua itu. “Saya ingin tahu nama asli Anda. Kecuali mata dan telingaku yang salah, Anda pastilah seorang master yang ternama.”
  
Si mantan murid tadi merasa bingung untuk menjawab pujian itu. Sambil menggaruk-garuk kepala dia berkata, “Saya tidak bisa menyembunyikan apapun, tapi peringkat saya masih pemula.  Saya akui jika saya bahkan tidak tahu baris sebelum dan sesudah yang baru saja saya lantunkan.” Orang tua tadi terlihat sangat terkejut. “Benarkah itu? Tapi keahlianmu setara dengan para master Bunraku. Siapa sebenarnya gurumu?”

Sang murid kemudian bercerita tentang latihannya yang sangat berat dan bagaimana dia akhirnya menyerah dan melarikan diri. Sambil menghela napas, orang tua itu berkata, “Anda telah membuat kesalahan besar. Justru karena Anda telah diberkati oleh seorang guru yang keras yang membuat Anda bisa belajar banyak hal dalam waktu yang begitu singkat. Dengarkan nasihatku: segeralah kembali pada gurumu, minta maaflah padanya dan lanjutkan pelajaranmu.”

Mendengar nasihat orang tua tadi, sang murid tiba-tiba menyadari kesalahannya dan kembali pada gurunya. Pada akhirnya dia menjadi seorang master dalam seni yang dipelajarinya. Kurasa cerita ini tidak lain tentang Master Koshiji, namun siapapun itu, banyak hal dalam cerita ini yang patut untuk direnungkan.

 
Keempat, jangan berpura-pura untuk menjadi seorang master hebat dan jangan coba-coba memamerkan kekuatanmu. Hal yang menggelikan jika kebanyakan orang yang berlatih seni bela diri merasa harus menunjukkan diri sebagai seorang seniman bela diri. Bayangkan seorang laki-laki yang bahunya diangkat tinggi-tinggi, sikunya mengayun, berjalan dengan sombong di jalanan seolah dialah pemiliknya, dengan ekspresi di wajahnya, “Akulah pahlawan terhebat yang pernah ada.”

Seandainya hal itu memang benar adanya, orang lain akan menghormatinya hanya sesaat. Dan tentu saja, dia bukanlah orang yang hebat kemampuannya melainkan hanya pahlawan palsu. Situasi seperti itu sangat konyol untuk diucapkan dengan kata-kata.
  
Seorang pemula biasanya cenderung ingin tampil lebih besar atau lebih superior. Dengan bertingkah laku seperti ini mereka sudah menurunkan dan merusak nama baik mereka yang serius berlatih seni bela diri. Kemudian ada juga mereka yang hanya tahu satu atau dua teknik karate, mengepalkan tinjunya sedemikian rupa demi menarik perhatian di tengah kerumunan orang untuk mencari keributan. Benar-benar sebuah kebodohan yang sulit untuk diungkapkan.

“Senyumnya bahkan bisa memenangkan hati anak-anak kecil; kemarahannya bisa membuat seekor harimau menunduk ketakutan.” Inilah gambaran singkat seorang ahli bela diri yang sejati. (Bersambung – Indoshotokan).

Artikel ini dikutip dan diterjemahkan dari buku “Karate-do Nyumon” yang ditulis oleh Gichin Funakoshi dari Bab VII dengan judul aslinya “Training Precepts of Karate-do”. Editing dan alih bahasa oleh Bachtiar Effendi.

PETUNJUK BERLATIH KARATE-DO (1)

Sebelum memulai hal teknis dalam karate, aku ingin memberikan petunjuk yang umum pada para pembaca tentang bagaimana cara untuk berlatih sekaligus menjelaskan tentang sikap yang harus dimiliki seseorang dalam berlatih karate.

Pertama, karena karate adalah sebuah seni bela diri, kau harus berlatih dengan sangat serius sejak dari awal. Hal ini berarti lebih dari sekedar patuh atau jujur dalam berlatih. Dalam setiap langkah, dalam setiap gerakan tanganmu, Kau harus membayangkan diri sendiri sedang menghadapi lawan dengan sebuah pedang terhunus.

Setiap dan masing-masing pukulan harus dilancarkan dengan seluruh tenaga dari tubuhmu, dengan keinginan mengalahkan lawanmu dengan satu serangan. Kau harus yakin bahwa jika pukulanmu itu gagal, Kau akan kehilangan nyawa. Pikirkan hal ini, maka tenaga dan pikiranmu akan terkonsentrasi dan semangat akan mencapai maksimal. Tidak masalah berapa lama waktu yang kau curahkan untuk berlatih, tidak masalah berapa bulan dan tahun berlalu, jika latihanmu tidak lebih dari hanya menggerakkan tangan dan kaki,  maka kau tidak ubahnya seperti belajar menari. Kau tidak akan mengetahui makna sesungguhnya dari karate.

Kau akan menemukan bahwa sikap serius dalam berlatih tidak hanya akan menguntungkan latihan karate, namun juga juga aspek lain dalam hidup. Hidup itu sendiri sama seperti sebuah pertarungan melawan pedang yang tajam. Dengan sikap yang meremehkan – seperti asumsi bahwa setelah kegagalanmu pasti masih ada kesempatan kedua – apa yang bisa kau capai dalam hidup lima puluh tahun yang singkat ini?


Kedua, cobalah untuk melakukan persis seperti yang diajarkan tanpa mengeluh atau mengomel. Hanya merekalah yang tidak punya semangat dan niat yang hanya mengomel. Seringkali omelan konyol mereka terdengar menyedihkan. Sebagai contoh, ketika mengajari kuda-kuda belakang, aku menemukan orang-orang yang dengan mudahnya berkata tidak mampu belajar kuda-kuda itu, seberapa keraspun mereka mencoba.

Mereka bertanya kepadaku apa yang harus mereka lakukan – setelah berlatih kurang dari satu jam! Bahkan jika seseorang terus melakukan kuda-kuda belakang setiap hari, berdiri sampai kakinya menjadi sekeras batu karang, hal itu butuh enam bulan sampai dengan satu tahun untuk mempelajarinya. Sangat konyol mengatakan, “Sekeras apapun aku mencoba,”  tanpa mengeluarkan setetespun keringat. Seorang biksu Zen yang mendengar hal ini bisa jadi akan berteriak, memarahi dan memukuli orang itu dengan tongkatnya.

Gichin Funakoshi (paling kiri) dalam sebuah sesi latihan di salah satu dojo universitas di tahun 1930-an.

Kau tidak bisa berlatih hanya dengan bicara.. Kau harus belajar melalui tubuhmu. Bertahan dari rasa sakit dan penderitaan ketika kau berusaha untuk disiplin dan membentuk dirimu. Kau harus percaya jika orang lain mampu, maka begitu pula dengan dirimu. Tanyalah pada dirimu sendiri, “Apa yang menghentikanku? Apakah aku membuat kesalahan? Apa ada yang kurang dengan caraku?” Inilah cara berlatih seni bela diri.

Hal penting yang diajarkan orang lain pada kita mungkin saja akan cepat dilupakan.  Tapi esensi dari pengetahuan yang diperoleh dari kerja keras dan penderitaan tidak akan pernah dilupakan.  Aku percaya itulah sebabnya para ahli bela diri jaman dulu akan memberikan penghargaan dan membuka rahasia teknik hanya pada murid terpilih yang berlatih keras dan disiplin, yang akan mengarahkan mereka pada semangat budo yang sebenarnya.


Ketiga, ketika kau belajar teknik yang baru, pelajarilah dengan sepenuh hati hingga kau benar-benar memahaminya. Jangan berharap mengerti banyak hal sekaligus hingga berlatih susah payah. Karate mempunyai banyak teknik dan kata. Jangan terjebak pada pola pikir karena banyak yang harus dipelajari, maka kau harus mempelajari seluruhnya dengan cepat dengan cara yang biasa.  Akan sangat tidak mungkin bagi orang yang tidak berpengalaman untuk mengetahui arti dari kata atau teknik didalamnya, dan kemudian menyatukan seluruhnya dalam ingatan.
 
Bagi orang seperti ini, kata tidak akan berarti apa-apa kecuali deretan teknik yang kacau. Belajar tiap teknik dan gerakan terpisah, maka dia akan gagal melihat hubungan antara kata dengan kata, dan bagaimana kata menyatukan teknik dan gerakan. Belajar satu hal, melupakan yang lain, hasil akhir yang didapatnya adalah kebingungan saja.

Seorang murid yang pandai meski hanya satu teknik saja akan mampu melihat hubungan dalam teknik yang lain. Pukulan sasaran atas, pukulan sasaran bawah, pukulan depan dan pukulan kebelakang pada intinya semua sama. Melihat pada tiga puluh jenis kata, dia akan mengetahui jika semua intinya adalah variasi dari satu bentuk yang sederhana.  Jika kau benar-benar mengerti sebuah teknik, kau hanya perlu mengamati bentuknya dan membandingkannya dengan yang lain.  Kau akan bisa memahaminya dalam waktu yang singkat. (Bersambung - Indoshotokan)

Artikel ini dikutip dan diterjemahkan dari buku “Karate-do Nyumon” yang ditulis oleh Gichin Funakoshi dari Bab VII dengan judul aslinya “Training Precepts of Karate-do”. Editing dan alih bahasa oleh Bachtiar Effendi.

KARATE: ANTARA MITOS DAN LEGENDA (2)

Sebagai kerajaan yang bebas merdeka, Ryukyu banyak melakukan perdagangan dengan negara lain. Ketika itu banyak masyarakat Ryukyu yang berdagang ke wilayah tetangga seperti Taiwan, Tiongkok, Korea dan beberapa negara Asia Tenggara. Sekembalinya ke Ryukyu mereka membawa budaya baru yang bercampur dengan budaya lokal. Bahkan ada juga orang asing yang memilih menetap di sana.

Dari sekian banyak raja yang pernah memimpin Ryukyu, adalah Raja Satto (1350 – 1405) yang paling terkenal karena membuka hubungan diplomatik dengan Tiongkok di tahun 1372. Sejak itu banyak orang Tiongkok dengan beragam profesi seperti pengrajin, sastrawan, dan biksu yang datang ke Ryukyu. Tahun 1393 Kaisar Hung Wu di Tiongkok memerintahkan seniman dan pengrajin datang ke Ryukyu untuk memperagakan kebolehan dalam politik dan teknik perkapalan. Dipercaya mereka juga memperkenalkan Kenpo Cina pada penduduk lokal.

Selanjutnya masyarakat Ryukyu mengembangkan teknik bela diri yang mereka sebut dengan istilah “te” yang secara harfiah berarti “tangan” atau “tote” (ada yang menyebutnya tode, toude, toudi) yang berarti “Teknik Cina”. Sebagai perwujudan dari Kenpo Cina, teknik dalam tote jelas kental dengan bela diri ala Tiongkok. Namun demikian para sejarawan meyakini bahwa tote menjadi pendahulu dari karate. 

Saat itu Ryukyu terbagi menjadi tiga kerajaan (sanzan) yang masing-masing berdiri sendiri yaitu; Chuzan di pusat, Nanzan di selatan dan Hokuzan di utara. Ketiganya saling bersaing dan ingin menunjukkan dominasinya. Hingga akhirnya Chuzan berhasil menang dari dua pesaingnya, seluruh wilayah Ryukyu kemudian diunifikasi/disatukan oleh Raja Shou Hashi (1406 – 1469) di tahun 1429.

Di masa pemerintahan Raja Shou Shin (1465 – 1526) diberlakukan kebijakan non militeristik. Tujuannya adalah menghindari persaingan antar kerajaan yang menjurus pada peperangan. Realisasinya adalah larangan bagi masyarakat untuk membawa atau menggunakan senjata. Untuk mempertegas larangan itu sang raja membuat semacam undang-undang. Hasilnya Ryukyu mengalami masa damai selama 200 tahun sejak larangan itu ditetapkan.


INVASI SAMURAI JEPANG
 

Tahun 1598 Tokugawa Ieyasu ingin memulihkan hubungan baik Jepang dengan Tiongkok. Ketegangan sempat terjadi antara dua wilayah itu setelah pasukan samurai Jepang di masa pemerintahan Toyotomi Hideyoshi memasuki semenanjung Korea. Hideyoshi memang gagal dan namanya menjadi tercemar dalam sejarah Jepang. Saat Ieyasu mengetahui hubungan baik antara Ryukyu dan Tiongkok, maka ia mengajukan permintaan pada Raja Ryukyu untuk bergabung menjadi bagian pemerintah Shogunate Jepang.

Demi memenuhi ambisinya, Ieyasu meminta bantuan samurai klan Satsuma dari Kyushu utara (sekarang Prefektur Kagoshima) sebagai wakil mediasinya. Karena dianggap menghina, proposal itu ditolak oleh Raja Ryukyu. Ketika sudah tidak mungkin lagi menundukkan Ryukyu tanpa kekerasan, Ieyasu mengijinkan kelompok Satsuma menjalankan upaya invasi di bulan Maret 1609.

 Makam keluarga Samurai Shimazu di Gunung Koya. Foto berasal dari Wikipedia

Dengan dipimpin oleh Shimazu Iehisa, kelompok Satsuma memasuki wilayah Ryukyu lewat dermaga Unten di pulau Amami dengan membawa tidak kurang dari 3.000 pasukan. Mereka mendapat perlawanan sengit di Naha yang menjadi pintu gerbang Ryukyu. Tapi perlawanan itu gagal karena penduduk lokal tidak punya pengalaman perang. Ditambah lagi larangan penggunaan senjata membuat Ryukyu tidak punya senjata yang cukup. Setelah dikepung selama 10 hari, Ryukyu akhirnya berhasil dikuasai oleh kelompok Satsuma.

Satsuma terkenal sebagai samurai kejam dan berhasil meraih banyak kemenangan. Konon Toyotomi Hideyoshi kesulitan mendirikan pemerintahan Shogunate juga karena keberadaan kelompok ini. Setelah berhasil menguasai Ryukyu, mereka berkeliling untuk mengumpulkan sumber dayanya. Mereka juga menarik pajak berupa beras dari penduduk lokal. Untuk mencegah perlawanan, kelompok Satsuma merampas semua senjata dari tangan penduduk. Mereka yang ketahuan membawa, menyimpan dan menggunakan senjata akan segera dihukum.

Akibat peraturan sepihak itu sangat sulit menemukan peralatan yang terbuat dari logam. Raja Ryukyu kemudian dipaksa menanda tangani semacam perjanjian kesetiaan dengan kelompok Satsuma. Sebagai gantinya, mereka akan mengembalikan pulau-pulau lain kecuali Pulau Amami. Dengan kata lain, Raja Ryukyu masih berkuasa meskipun tidak penuh. (Bersambung – Indoshotokan)

KARATE: ANTARA MITOS DAN LEGENDA (1)


Kemampuan untuk membela diri sebenarnya dimiliki oleh semua makhluk hidup. Bukan hanya manusia, bahkan binatang dan tumbuhan mempunyai cara masing-masing untuk membela diri. Hal itu diperlukan agar setiap makhluk dapat bertahan hidup, karena satu makhluk kadang menjadi ancaman bagi makhluk hidup lainnya. Meski sebenarnya binatang yang menyerang binatang lain adalah bagian dari usaha untuk bertahan hidup.

Manusia sebagai makhluk yang beradap mempunyai keunggulan dibanding makhluk hidup lainnya. Selain fisik, manusia mempunyai akal sehingga bisa berpikir dan mengambil keputusan. Karate sebagai salah satu seni bela diri adalah juga hasil olah pikir manusia. Bela diri yang sangat tua ini mempunyai sejarah yang unik dan misterius. Sampai sekarang menelusuri sejarah karate bukanlah perkara mudah. Karena catatan tertulis yang amat sangat sedikit, para peneliti banyak mengambil sumber dari kisah, legenda, mitos dan teknik dari perguruan karate yang ada.
  
Gichin Funakoshi dalam buku Karate-do Nyumon menyatakan:

“Sejak tidak adanya catatan tertulis, tidak diketahui siapa yang menciptakan karate dan bagaimana karate disebarkan. Apapun keterangan yang kita dapat dapat hari ini tentang latar belakang sejarahnya telah diceritakan dari mulut ke mulut. Dan karena kerahasiaan tradisi, melalui cerita ini seringkali membuatnya tidak jelas. Berusaha menelusurinya untuk menemukan fakta seperti memegang awan dengan tangan. Seperti yang telah kuceritakan sebelumnya, bahkan sejak aku dan teman-temanku masih anak-anak, segalanya tentang karate benar-benar dirahasiakan.”

Ada banyak teori  yang menyebutkan asal muasal karate. Tapi teori yang banyak diterima saat ini adalah asal karate berhubungan dengan India dan Tiongkok. Dasarnya adalah Bodhidarma dari India yang menyebarkan Budhisme di Tiongkok. Bukti lainnya adalah di Okinawa ada aliran karate Shorin-ryu yang masih menggunakan istilah Shaolin. Seperti diketahui Shaolin adalah biara Budhisme di Tiongkok yang kemunculannya berhubungan dengan Bodhidarma.


SEJARAH KARATE – INDIA DAN TIONGKOK

Konon sekitar 1500 tahun yang lalu Bodhidarma atau Tamo Laotsu (di Jepang Daruma Daishi) meninggalkan India demi menyebarkan Budhisme. Bodhidarma adalah anak ketiga dari Raja Suganda dari kasta ksatria. Demi menjalankan misinya, Bodhidarma singgah ke banyak tempat dan salah satunya adalah Tiongkok. Konon dalam perjalanannya itu Bodhidarma melintasi pegunungan Himalaya yang medannya luar biasa berat dengan hanya berjalan kaki.
  
Bodhidarma akhirnya tiba di kaki pegunungan Sung Shan yang terletak di propinsi Hennan, Tiongkok. Dipercaya dia lalu mendirikan sebuah biara bernama Shaolin (Jepang: Shorinji) dan mulai menyebarkan agama Budha. Penduduk setempat tertarik dengan ajaran kebajikan yang dibawanya. Mereka lalu menjadi biksu yang belajar Budhisme dibawah Bodhidarma.

 Sebuah patung yang menggambarkan figur Bodhidarma. Sumber

Bodhidarma mengajarkan prinsip meditasi yang menuntut kekuatan fisik dan mental. Ajaran itu agaknya terlalu berat hingga pengikutnya tidak sanggup bertahan.  Untuk mengatasinya, Bodhidarma kemudian menunjukkan jalan untuk mendapat kondisi fisik yang lebih baik. Latihan itu berupa kombinasi gerakan bela diri dan pernapasan yang dikemudian hari dipercaya menjadi dasar dari seluruh teknik bela diri Shaolin yang terkenal seperti yang terlihat saat ini. Hasilnya para biksu tadi mempunyai kekuatan fisik yang tangguh. Mereka tidak hanya belajar Budhisme karena juga pandai teknik pengobatan tradisional seperti akupuntur.

Dipercaya dalam perkembangan selanjutnya teknik yang diajarkan Bodhidarma mempengaruhi kemunculan “Chuan Fa”, yang kasarnya berarti “beragam seni Tiongkok” namun diterjemahkan sebagai “Kenpo Cina”. Oleh orang barat Chuan Fa sering disempitkan artinya sebagai Kungfu Cina. Teknik masing-masing Chuan Fa umumnya menyesuaikan dengan kondisi budaya, wilayah dan geografisnya. Kelak Chuan Fa yang beragam tadi akan masuk ke Okinawa dan mempengaruhi perkembangan karate.


SEJARAH KARATE - OKINAWA

Sebelum menjadi Prefektur Jepang ke-47 Okinawa bernama Ryukyu dan merupakan kerajaan yang bebas merdeka. Ryukyu mempunyai empat pulau utama yaitu Amami Oshima,  Okinawa, Miyako dan Yaeyama. Jumlah seluruh pulaunya saat ini adalah 161 pulau dan 44 diantaranya berpenghuni.

Di Samudera Pasifik Okinawa terlihat hanya seperti sebuah titik. Nama Okinawa sendiri berarti untaian pantai, karena banyaknya pantai yang terbentang indah layaknya zamrud. Ibu kotanya adalah Naha yang merupakan kota pelabuhan yang ramai karena sebagai transit kapal pendatang. Okinawa tidak hanya terkenal sebagai tempat asal karate namun juga pulaunya badai. Setiap tahun badai disertai hujan hebat rajin melanda wilayah ini dan meninggalkan kerusakan yang tidak sedikit. (Bersambung – Indoshotokan)

RESENSI FILM: STREET FIGHTER: ASSASSIN'S FIST

Anda termasuk penggemar game fighting Street Fighter? Jika ya, tentunya sudah mengetahui jika serial video game populer  ini sudah banyak diangkat ke layar kaca. Dari seri anime yang terbilang cukup sukses di negara asalnya, sampai film layar lebar yang cukup mengecewakan. Dibilang mengecewakan karena kebanyakan versi layar lebarnya digarap oleh produser Hollywood yang justru menghilangkan aura game legendaris ini. Lihat saja Street Fighter (1994) yang digarap Steven E. de Souza dan dibintangi Jean-Claude Van Damme. Selain tokoh utama yaitu Guile - dan bukan duo Ryu dan Ken - , aksi laga dalam film ini terkesan biasa saja.

Yang masih segar dalam ingatan adalah Street Fighter: The Legend of Chun-Li (2009) yang dibintangi oleh Kristin Kreuk. Penyuka serial Smallville tentu sudah mengenalinya sebagai Lana Lang. Aksi laga yang ditawarkan jauh lebih baik karena dibantu efek grafis masa kini. Namun film yang mengambil background cerita Chun-Li ini jalan ceritanya terbilang standar. Apalagi sudah terlalu banyak film laga yang menggunakan motif balas dendam tokoh utama sebagai inti cerita.
 
Nah, di bulan Mei 2014 ini sebuah film berjudul Street Fighter: Assassin's Fist (SFAF) akhirnya mengembalikan alur cerita Street Fighter ke asalnya. Film yang dikembangkan oleh Joey Ansah dan Christian Howard ini adalah proyek kelanjutan dari Street Fighter: Legacy, sebuah film indie pendek berdurasi tiga menit. Awalnya SFAF tidak dirilis di pasar mainstream karena hanya muncul dalam bentuk web series di situs Machinima dan Youtube sepanjang 12 episode. SFAF mengambil setting Street Fighter Zero dimana Ryu dan Ken sebagai tokoh utama.


SINOPSIS

Jepang tahun 1979, di sebuah dojo karate terpencil di wilayah Prefektur Wakayama, Gouken (Akira Koieyama) sang penerus yang sah dari aliran karate Ansatsuken (berarti: Tinju Pembunuh) sedang berlatih dengan murid semata wayangnya yaitu Ryu. Tak berapa lama datanglah Tuan Masters, seorang pengusaha bersama dengan anak laki-lakinya yaitu Ken Master. Ayah Ken mempercayakan anaknya pada Gouki karena perusahaannya sedang terpuruk. Ditambah lagi setelah kematian istrinya - yang juga sahabat baik Gouki -  tidak mungkin baginya mengurus Ken yang tertutup dan manja.


Gouki bersedia menerima Ken sebagai muridnya untuk waktu yang tidak terbatas. Walau perkenalan awal dengan Ryu tidak begitu mulus, kedua anak itu akhirnya menjadi teman dekat sekaligus rival. Delapan tahun kemudian, setelah setiap hari diisi dengan berlatih dan berlatih, Ryu (Mike Moh) dan Ken (Christian Howard) sudah mendekati akhir latihan mereka. Mereka tidak sabar belajar tenaga “Hadou” yang merupakan jurus rahasia aliran Ansatsuken.  Cemas akan kekuatan dahsyat jurus ini, Gouken menyuruh kedua muridnya menuju dojo Goutetsu, yang sebelumnya adalah tempat Gouken mendalami Ansatsuken saat masih muda.

Disanalah masa lalu Gouken terungkap. Gouken ternyata mempunyai adik kandung bernama Gouki yang bersama-sama belajar Ansatsuken pada Goutetsu. Sayang sekali, Gouki diusir oleh Goutetsu karena berambisi menguasai teknik terlarang “Satsui no Hadou” (berarti: niat jahat). Yakin bahwa Satsui no Hadou adalah jalan untuk memaksimalkan potensinya, Gouki memilih meninggalkan dojo, meninggalkan sang kekasih Sayaka, Gouki dan juga guru mereka. Gouki memilih jalan sebagai “Shin Oni” (berarti: iblis sejati) dengan menghilangkan rasa kemanusiaan dan tidak belajar apapun selain Satsui no Hadou. Walau kekuatannya luar biasa, dalam Ansatsuken teknik ini dilarang karena bisa merusak tubuh dan pikiran penggunanya.

Sementara itu setelah melalui latihan dan meditasi, Ryu dan Ken berhasil menemukan tenaga Hadou mereka. Namun tanpa diduga, Gouki tiba-tiba muncul di hadapan Gouken. Dia menantang kakaknya bertarung sampai mati demi mendapatkan gelar Master Ansatsuken. Demi melindungi kedua muridnya, Gouken menerima tantangan Gouki untuk bertarung di kemudian hari jika saatnya tepat. Kini Ryu dan Ken mengetahui jika Gouki-lah yang telah membunuh Goutetsu dengan “Shun Goku Satsu”  (berarti: Iblis Mengamuk), yaitu teknik tertinggi namun mengerikan bagi pengguna Satsui no Hadou.



Saat Ryu dan Ken telah berhasil menggunakan Hadouken atau tinju Hadou, Gouken merasa masa latihan kedua muridnya itu telah mencapai klimaks.  Sudah saatnya mereka meninggalkan dojo, namun sebelum itu keduanya harus bertarung dengan seluruh teknik dan salah satu harus muncul sebagai pemenang. Saat pertarungan itu tiba-tiba saja aura gelap menyelimuti tubuh Ryu. Ternyata Ryu mulai dikuasai oleh Satsui no Hadou. Namun sebelum Ryu berhasil melontarkan Hadouken miliknya, Ken membuatnya pingsan dengan Shoryuuken api miliknya. Meski cedera, untungnya nyawa Ryu masih selamat.

Setelah ujian akhir itu Gouken merasa jika kedua muridnya sudah cukup dewasa dan siap. Sudah waktunya bagi Ryu dan Ken memilih takdir mereka masing-masing. Meski berat, Gouken melepas keduanya. Dojo Atsatsuken tidak akan lagi sama, namun petualangan baru menunggu Ryu dan Ken sebagai pewaris aliran Ansatsuken yang baru. 



IMPRESI AKHIR
 

Sebagai film yang dibuat oleh sutradara non Jepang, SFAF terbilang memuaskan. Jalan cerita yang otentik dan karakter yang dibuat semirip mungkin membuat film ini sangat direkomendasikan. Penonton juga disuguhi jurus-jurus khas seperti Hadouken, Shouryuuken dan Tatsumaki Senpuukyaku. Bahkan jurus dari seri game terbarunya (Street Fighter IV) seperti Metsu Hadouken dan Koushouken tampil apik disini. Ini jelas sebuah lompatan besar karena jurus-jurus tersebut tidak pernah tampil dalam live action manapun.

Melihat kesuksesan SFAF, Joey Ansah selaku sutradara memberikan informasi jika sekuel dari film ini tengah dalam pengerjaan. Rencananya karakter baru seperti Guile dan Chun-Li akan menemani aksi Ryu dan Ken. Jalan cerita film akan mengambil langsung dari sekuel gamenya yaitu Street Fighter II: The World Warrior. Walau jadwal rilis masih sangat lama yaitu 2015 atau 2016, namun film tersebut sangat layak ditunggu. (Indoshotokan)