KONTEN DILINDUNGI HAK CIPTA. DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGEDIT DAN MEMPERBANYAK SEBAGIAN ATAU SELURUH HALAMAN SITUS INI TANPA IJIN.

Cari Artikel

PROFIL ORGANISASI KARATE: KARATENOMICHI WORLD FEDERATION (2)


Kenyataan itu menegaskan jika Yahara masih termasuk petarung berbahaya meski sudah tidak muda lagi. Yang kontras, figur Yahara di dojo sangat disiplin saat melatih, tapi saat latihan usai sifatnya berubah menjadi orang yang hangat dan menyenangkan. Dia seringkali bertingkah lucu dan menggoda muridnya yang masih anak-anak. Yahara juga tidak segan membantu muridnya membersihkan dojo seusai latihan.

Saat ini Yahara sukses tidak hanya dalam karate, tapi juga bisnis pribadinya. Selain disibukkan sebagai kepala di KWF, penggemar musik klasik ini juga mengelola bisnis resort mewah dan jasa pengawal pribadi. Di sela kesibukannya yang sangat padat, Yahara masih sempat bertindak sebagai instruktur di honbu KWF. Dojo yang terletak di kawasan elit Tokyo itu selalu dipenuhi banyak peserta setiap harinya. Mereka tidak hanya orang Jepang tapi juga ekspatriat yang ingin merasakan atmosfir berlatih karate di Jepang.


KWF SAAT INI
 

Perseteruan dalam tubuh JKA di Jepang memaksa Yahara mengundurkan diri dari organisasi yang sudah membesarkan namanya itu. Tahun 2000 dia mendirikan organisasinya sendiri yang bernama Karatenomichi World Federation. Teknik dalam KWF sebenarnya sama dengan Shotokan JKA, hanya saja lebih fokus pada filosofi ikken hissatsu (membunuh dengan satu serangan). Walau begitu, bagi Yahara tidak ada filosofi dalam karate karena yang ada hanyalah bagaimana merobohkan lawan dengan cepat.

“Karate tidak mempunyai filosofi. Beberapa orang berpikir jika tradisi karate berasal dari Budhisme dan karate berhubungan dengan ruang dan alam semesta. Tapi aku tidak percaya dengan semua itu. Filosofiku adalah mengalahkan lawanku, dengan hanya menggunakan satu teknik. Satu serangan mematikan!”  

Nama Karatenomichi berarti jalan menuju karate. Yahara percaya bahwa setiap orang yang berlatih karate mempunyai tujuan dan semangat yang sama dengannya. Konsep Yahara ini kemudian dituangkan pada logo KWF yang berupa empat garis yang sama panjang dan tegak sejajar. Hal ini berbeda dengan organisasi Shotokan lain yang biasanya menyertakan simbol “tora no maki” (harimau Shotokan).  

Dalam KWF aplikasi dan latihan kihon (dasar) sangat diperhatikan. Menurut Yahara, rahasia dirinya menjuarai banyak kompetisi adalah selalu menggunakan kihon. Dengan begitu dia tidak perlu memakai teknik yang rumit. Yahara juga menyayangkan banyak orang meninggalkan kihon dan memilih kumite dan kata karena lebih menarik. Pendapat Yahara ini sebetulnya bisa dimaklumi karena dia sering terlibat dalam perkelahian jalanan. Dalam situasi seperti itu teknik yang sederhana dan cepat mengeksekusi lawan lebih berguna. Teknik kihon yang diarahkan pada titik vital tubuh sudah pasti menjadi jawabannya.

Di dojo KWF seorang sabuk hitam yang masih mengulang kata dasar seperti Heian Shodan adalah pemandangan biasa. Di beberapa cabang KWF sabuk hitam pada level nidan bahkan baru sampai pada kata Bassai Dai. Dengan kata lain, biarpun sudah senior belum tentu jumlah kata yang dikuasai juga banyak. Dan memang, untuk mendapatkan shodan saja di KWF terbilang sulit. Ini kontras dengan organisasi lain dimana sabuk hitam bukanlah “barang mahal”. Terbukti dengan banyaknya anak-anak yang belum waktunya tapi sudah sabuk hitam.   

Lain dasar dan kata, lain pula kumitenya. Di KWF latihan kumite baru diperkenalkan pada level kyu I. Latihan jiyu ippon kumite dikerjakan tanpa menggunakan pelindung apapun termasuk tangan dan kaki. Dalam kumite yang bergaya tradisional ini peserta diharapkan mampu menjatuhkan lawan dengan teknik tunggal. Untuk itu mereka diijinkan menyerang sekeras mungkin ala kumite full body contact. Dengan begitu si penerima serangan hanya mempunyai dua pilihan; menghindar atau bertahan dengan mengambil posisi yang lebih kuat. 

Tapi dalam pertandingan resmi peserta KWF diijinkan memakai pelindung meski sebatas pelindung gigi, lutut atau persendian lain. Peserta KWF juga terkenal karena menang turnamen kebanyakan hanya menggunakan teknik sederhana seperti oi tsuki atau oi geri. Sehingga ada juga yang mengkritik mereka miskin teknik. Hal itu juga membuat Yahara sering terlibat perdebatan dengan ahli karate lain. Tapi Yahara tidak begitu memikirkannya karena dia hanya mempunyai satu misi; mengembalikan karate pada akarnya sebagai bela diri yang bernafaskan semangat budo dan bushido. (tamat - Indoshotokan)


Karatenomichi World Federation

Barbizon 25 B1F, Shirokanedai 5-4-7, Minatoku, Tokyo 108-0071
Phone 03-6228-3966 / Fax 03-6228-3967 / mail@kwf.jp
Official website: http://www.kwf.jp

REVIEW GAME DOUJIN #10: GENSOU TANSAKU NITROID!

Utsuho Reiuji, sang penjaga api neraka tiba-tiba menghilang dari fasilitas penelitian nuklir di bawah Gunung Youkai. Para penghuni Kuil Moriya dibuat kebingungan dan melakukan pencarian besar-besaran. Sementara itu sang teknisi Nitori Kawashiro juga mendengar kabar itu dan diam-diam ikut mencari Utsuho. Tidak hanya demi kebaikan Gunung Youkai tapi Nitori juga berharap mendapatkan barang-barang baru.

Gensou Tansaku Nitroid! yang dalam versi Inggrisnya Fantasy Explorer Nitroid! adalah sebuah game puzzle explorasi dari Desunoya. Bagi pemain game doujin mungkin sudah tidak asing lagi dengan circle yang satu ini. Tapi bagi yang belum tahu, Desunoya adalah salah satu developer indie Jepang yang banyak mengeluarkan game-game puzzle berkualitas. Sebelumnya mereka sudah merilis Marisa and Alice, Guruguru Suika dan Fortune Star Panic! Nah, Gensou Tansaku Nitroid! ini dirilis dalam even Reitaisai 8, Maret 2011 dan versi Inggrisnya sudah tersedia dalam bentuk patch update.


Gameplay dari Gensou Tansaku Nitroid! menggabungkan gaya metroidvania dan teka-teki. Sebagai Nitori pemain akan menjelajah dengan bebas area yang ada dalam format dua dimensi. Sepanjang permainan ada banyak platform yang bisa dibuka jika Nitori mampu memecahkan teka-teki yang ada. Nitori bisa mengumpulkan gadget atau tool yang akan memberinya kemampuan baru. Beberapa tool ini jika digunakan membutuhkan energi, tapi ada juga yang tidak. Di layar permainan tool ini berupa ikon persegi enam. Ada sembilan tool plus satu tool spesial yang tersebar di empat level permainan.

DaShoes
:
Ditemukan di level 1-2. Sesuai namanya item berupa sepatu ini memberi Nitori kemampuan dashing atau bergerak lebih cepat.
Drill
:
Ditemukan di level 1-4. Hancurkan batu bata jika menemukan item ini. Ketika di melayang di udara, menggunakan drill akan me-reset momentum pemain. Dengan begitu jika melompat Nitori bisa mencapai jarak yang lebih jauh.
Stinky Ball
:
Ditemukan di level di level 1-5. Sebuah senjata jarak pendek yang jika dilempar butuh aktivasi dengan menekan tombol. Bergantung jenis musuhnya, ada yang langsung mati, pusing sesaat atau bahkan kebal.
Shiriko Bombs
:
Ditemukan di level 1-6. Bom waktu yang bisa menghancurkan batu bata atau musuh. Bisa digunakan beberapa sekaligus.
Exteending Aaarm
:
Ditemukan di level 2-6. Lengan jarak panjang ala Bionic Commando. Digunakan untuk mengambil item yang jauh dari jangkauan.
Earthkeeper Nitori
:
Ditemukan di level 2-11. Akan mengubah Nitori menjadi patung dan membuatnya lebih berat. Cocok digunakan di level yang licin dan berangin kencang.
Walk-Walk Shoes
:
Ditemukan di level 3-5. Nitori bisa memanjat dinding dan berjalan vertikal.
Hyper DaShoes
:
Ditemukan di level 4-8. Sama seperti DaShoes, tapi jauh lebih cepat, bisa mengacaukan momentum dan Nitori juga bisa menggunakan item lain.
Water Jer
:
Ditemukan di level 4-Core. Nitori bisa terbang selama pemain menekan dan menahan tombol item. Menguras banyak energi, tapi tool ini cocok digunakan untuk mengambil item diluar jangkauan.
Stadust
:
Tool spesial yang membuat Nitori bisa terbang dengan hanya menekan tombol arah. Tekan tombol item untuk menembakkan bintang. Tekan dan tahan tombol lompat untuk membuat Nitori berjalan lambat tapi dengan gerakan lebih akurat dan fokus. Tool ini tidak menguras energi, tapi pemain tidak bisa membuka tool menu.



Ada empat stage dalam permainan, dimana setiap stage terdiri dari sub-stage dengan boss battle di akhir stage-nya. Ketika pemain menyelesaikan stage 1, sebuah peta akan terbuka dan begitu pula Rumah Marisa yang kini bisa diakses. Di rumah ini pemain bisa membeli item dengan jamur sebagai pengganti uang atau menyimpan permainan. Gensou Tansaku Nitroid! juga menyimpan level ekstra jika pemain berhasil memenuhi syaratnya, yaitu: menyelesaikan stage 4 dan mengumpulkan 15 UFO dari stage 1 sampai 4. Bicaralah pada Nue dan dia akan membuka extra level. Di level ini Nitori harus mengumpulkan tool-nya yang hilang di lokasi yang berbeda.

Overall, Gensou Tansaku Nitroid! adalah game yang cukup mengasyikkan bagi gamer yang mau sedikit memutar otak. Grafis yang ditampilkan juga cerah dan berwarna-warni, khas ala Desunoya. Musik? Tidak terlalu istimewa, tapi juga tidak mengecewakan. Sobat bisa mengunjungi situs resmi gamenya disini atau mengunduh gamenya disini. (Indoshotokan)

PROFIL ORGANISASI KARATE: KARATENOMICHI WORLD FEDERATION (1)


Perpecahan yang terjadi dalam Japan Karate Association (JKA) di tahun 1970-an memunculkan banyak organisasi Shotokan yang baru. Hampir dari seluruh organisasi pecahan itu sukses dan bisa bersaing dengan JKA sendiri. Salah satunya adalah Karatenomichi World Federation (KWF). Bagi publik karate tanah air nama KWF mungkin terdengar asing. Ini karena kebanyakan perguruan karate Shotokan di Indonesia berafiliasi pada JKA atau SKIF (Shotokan Karate-do International Federation). Padahal KWF saat ini memiliki lebih dari 40 cabang di seluruh dunia. Keberhasilan ini tidak lepas dari reputasi Mikio Yahara, mantan instruktur JKA yang tangguh, mematikan tapi juga kharismatik.



KISAH SANG PEMANGSA
 

Anda pasti bertanya-tanya siapa Mikio Yahara? Jika kebetulan pernah melihat video kata lawas keluaran JKA, Anda bisa melihatnya melakukan kata Unsu dan Kanku Sho. Mikio Yahara lahir pada 4 April 1947 di Prefektur Ehime. Yahara dibesarkan dalam keluarga yang gemar bela diri. Kakaknya pandai karate, sementara pamannya mahir kendo. Yang mengejutkan, ternyata ibu Yahara masih keturunan salah satu kelompok perompak. Tidak mengherankan jika ini membentuk watak Yahara menjadi pemberani.

Ketika masih anak-anak Yahara adalah anak yang aktif dan enerjik. Di waktu luang dia sering memukuli pilar batu di kuil dekat rumahnya. Lambat laun kebiasaan itu membentuk pukulannya menjadi keras. Sifatnya juga lebih percaya diri dibanding anak seusianya. Ketika baru menginjak 13 tahun Yahara sudah sering terlibat dalam perkelahian jalanan. Bahkan tanpa rasa takut Yahara berkelahi dengan sekelompok mahasiswa yang bertubuh lebih besar darinya.

Perkenalan Yahara dengan karate baru dimulai setelah dia lulus dari SMU. Di usia 18 tahun Yahara memilih meneruskan pendidikannya ke Universitas Kokushinkan. Tapi sekolah ini tidak menawarkan sesuatu yang menarik untuknya. Nama besar JKA berhasil mengalihkan minatnya. Tanpa ragu-ragu dia mengemasi barangnya dan berangkat ke Tokyo untuk masuk ke JKA. Disana dia bertemu dengan Masatoshi Nakayama yang kemudian menjadi instrukturnya.

Antusias yang besar pada karate membuat Yahara menempuh program Kenshusei JKA (pelatihan instruktur). Tidak berapa lama kemudian dia berhasil lulus dari universitas dan diikuti program Kenshuseinya. Sejak itu Yahara resmi menjadi instruktur profesional yang bekerja full time untuk JKA. Melihat Yahara yang lulus dengan cepat sebetulnya tidak begitu mengherankan, karena pada dasarnya dia pekerja keras dan didukung oleh bakatnya. Nakayama mengatakan jika Yahara mempunyai teknik yang luar biasa hingga membuat penonton terdiam menahan napas.

Kebanyakan instruktur JKA terkenal karena pernah menjadi juara dalam turnamen. Ini juga berlaku bagi Yahara yang menjadi tenar karena menjadi juara di kompetisi lokal maupun internasional. Dimulai tahun 1974 dimana Yahara menjuarai kumite beregu piala asia di Singapura. Diikuti dengan juara kumite beregu All Japan Championships. Masih di tahun yang sama Yahara menjadi juara umum dalam IKAF World Championships di Los Angeles. Dalam even itu Yahara menjadi juara di dua nomor sekaligus kumite beregu dan kata beregu.

Sejak saat itu sampai tahun 1984 Yahara rajin memborong gelar bergengsi setiap tahunnya. Yang paling mengagumkan darinya adalah penampilan kata Unsu dengan gaya lompatan yang sulit ditiru. Tidak seperti gerakan kata saat ini yang lebih menjurus pada sport semata, gerakan Yahara lebih bertenaga, ortodok dan lebih kental aspek bela dirinya. Bahkan hingga kini kata Unsu Yahara masih banyak dibicarakan. Karena gayanya yang berbeda itulah Yahara dipilih oleh Masatoshi Nakayama sebagai model peraga kata Unsu dalam video produksi JKA.

Mikio Yahara melakukan senpu tobi geri (tendangan lompat memutar) dari kata Unsu dalam pertandingan di Jepang tahun 1980-an.

Bicara kontroversi, agaknya tidak pernah lepas dari figur Yahara. Namanya menjadi terkenal karena aksi gilanya menghajar 34 orang chimpira (yakuza lokal) seorang diri. Kisah menegangkan bermula ketika berandalan itu mengganggu klien Yahara di Shizuoka. Sadar kliennya dalam bahaya dan tidak ada pilihan lain, Yahara berkelahi dengan kelompok mafia itu. Walaupun menderita beberapa luka, Yahara berhasil membuat pengeroyoknya lari tunggang langgang.

Selesai begitu saja? Tidak juga. Buntut dari perkelahian itu Yahara didatangi oleh si ketua yakuza yang tidak terima dengan perbuatannya. Dia meminta Yahara bertanggung jawab dan membayar biaya rumah sakit anak buahnya. Meski diancam dengan sebuah pistol, Yahara tidak gentar dan lebih memilih berduel. Tapi untunglah tidak berapa lama kemudian polisi datang setelah mendengar ada keributan.

Banyak kalangan menilai Yahara sebagai predator yang tidak hanya ganas di jalanan tapi juga di turnamen. Konon Yahara pernah mengikuti pertandingan dengan luka bekas tusukan pisau yang belum sembuh. Di tahun 2006 Yahara lagi-lagi membuat kontroversi. Saat itu Yahara yang dipromosikan ke tingkat hachidan (dan delapan) sukses mematahkan tulang rusuk ketiga lawannya dalam ujian kumite. Padahal saat itu usianya sudah menginjak 59 tahun. (bersambung – Indoshotokan)

SANG BANGAU DI ATAS BATU

Diterangi sinar bulan purnama, di sebuah pulau yang nyaris terlupakan, seorang laki-laki duduk sendiri. Teringat kembali olehnya masa-masa berlatih karate yang begitu keras dan melelahkan bersama gurunya Sakugawa. Sendiri dalam kebisuan, matanya yang tajam mengawasi setiap sudut berharap bisa menemukan buruannya. Ah, rupanya Sokon Matsumura sang kepala pasukan tengah mengemban tugas dari raja Ryukyu.

Beberapa hari yang lalu, ganasnya ombak dan badai Ryukyu yang tersohor itu memakan korban. Kabarnya seorang pelaut dari Tiongkok selatan terdampar di pesisir pantai. Kapalnya yang karam dan upayanya untuk bertahan hidup membuatnya harus mencuri makanan dari rumah penduduk di malam hari. Demi memperbaiki kapalnya, sang pelaut malang itu juga mencuri kayu dan bahan material lainnya. Para penduduk dibuat resah dan mereka berusaha menangkapnya, tapi selalu gagal. Rupanya dia bukan pelaut biasa. Untuk menyelesaikan urusan yang satu ini Matsumura adalah orang yang tepat.

Pagi memecah dan bayangan seorang laki-laki tergambar jelas di kejauhan. Dengan keyakinan di kepalanya, Matsumura melangkah maju mendekati sang laki-laki Tiongkok itu. Dia memang target buruannya. Seperti rumor yang sudah-sudah, aura kekuatannya bahkan bisa membuat udara terasa menyesakkan. Takdir akhirnya mempertemukan mereka berdua; Matsumura dan Chinto. Berhadapan satu sama lain, keduanya bersiap untuk berduel. Sebuah pertarungan yang akan membuat sejarah karate berubah selamanya.

Matsumura menyerang lebih dulu, namun dengan mudahnya Chinto mengelak. Tidak apa-apa, hanya kebetulan, karena serangan berikutnya akan membalik keadaan. Matsumura menyerang lagi, lagi dan lagi. Tapi sebanyak itu Matsumura menyerang, sebanyak itu pula dia menelan pil pahit. Chinto sungguh licin dan mengelak dengan cara yang tidak biasa. Akhirnya, setelah sebuah serangan membuat Chinto terpojok. Berpikir akan menang, Matsumura mendaratkan pukulan terakhirnya. Sungguh ajaib, Chinto menghindar dengan memutar satu kakinya, dan sebuah tendangan sukses membuat Matsumura terjerembab mencium pasir.

Menyapu pasir yang menutupi wajahnya, Matsumura melihat si pelaut Tiongkok itu hanya tertawa terkekeh-kekeh sambil menikmati kue berasnya. Melupakan pertarungan yang sudah lewat, Chinto menceritakan kisahnya pada Matsumura. Dia juga bercerita gerakan rahasianya; yang memutar, berbalik dan rumit. Gerakan tipuan yang berasal dari satu kaki terangkat itu memang sungguh asing bagi Matsumura. Tidak menyia-nyiakan kesempatan langka itu, Matsumura belajar gerakan barunya. Kini jurus rahasia Chinto diabadikan Matsumura dalam kata milik Shorin-ryu yang bernama Chinto.
 
Di masa lalu baik Tomari-te dan Shuri-te menggunakan Chinto sebagai salah satu kata dalam silabus mereka. Nama Chinto sendiri diartikan sebagai “Pertempuran Fajar” yang merujuk pada legenda duel Matsumura dengan sang pelaut Tiongkok di pagi hari. Tapi ada juga yang beranggapan bahwa Chinto adalah nama si pelaut (meskipun sumber lain menyebutnya dengan Chin Tao atau Chin Ji). Sekali lagi, semua ini hanyalah legenda dan pembaca Indoshotokan tidak perlu menyerapnya terlalu serius. Sebagai kata yang sangat tua, Chinto masih dipertahankan oleh kebanyakan karate moderen.

Dari Matsumura kata ini diajarkan pada Yasutsune Itosu yang kemudian memberikan sedikit modifikasi. Gichin Funakoshi sebagai murid dari Itosu membawa Chinto bersama 14 kata lainnya ke Jepang. Karena saat itu sentimen anti Cina sedang ramai di Jepang, Funakoshi mengubah nama Chinto menjadi Gankaku, yang berarti “Bangau di Atas Batu”. Tidak sekedar mengubah namanya, Funakoshi juga melakukan sedikit perubahan pada gerakan berikut arah embusennya sehingga tampil lebih linear. Sedangkan versi Shotokan yang terlihat sekarang ini adalah hasil modifikasi JKA dengan Yoshitaka Funakoshi.


Walaupun dalam silabus Shotokan kata ini diperkenalkan pada level shodan, Gankaku adalah kata yang sangat sulit. Agar tampil baik, seorang praktisi Shotokan bisa jadi butuh waktu yang tidak sedikit. Menjaga keseimbangan, kontrol dan koordinasi tubuh yang baik saat memutar, serangan dalam Gankaku ringan namun tajam. Dengan berdiri pada satu kaki (tsuruashi dachi), akan memberikan sebuah tantangan pada praktisinya untuk meniru seekor bangau yang berdiri pada satu kakinya.

Ada yang bilang Gankaku dibuat hanya untuk orang yang berpostur tinggi. Pendapat ini tentu saja tidak benar. Lebih tepat jika dikatakan Gankaku cocok untuk praktisi karate dengan keseimbangan yang baik, mempunyai ketenangan, kelincahan dan mampu mengeksekusi serangan dengan ringan dan cepat. Gerakan dalam Gankaku juga mengajarkan praktisinya untuk bertahan dan dalam saat bersamaan menangkis serangan lawan. Yang terakhir, Gankaku juga praktis untuk menyerang lawan dengan serangan yang menjebak disertai elakan yang unik. (Indoshotokan)

EVOLUSI IDEOGRAM DAN MAKNA KARATE

Banyak orang mengira jika Gichin Funakoshi adalah orang yang merubah makna dan ideogram (huruf kanji) karate. Namun kenyataannya tidaklah demikian, karena sebelumnya sudah ada ahli karate lain yang melakukannya. Seperti diketahui, masyarakat Okinawa di masa lalu sudah mengembangkan teknik bela diri yang lazim mereka sebut dengan “te” atau “tode”. Namun karena serba dirahasiakan tidak banyak informasi yang bisa didapat. Masyarakat saat itu juga tidak menulis “karate” atau nama suatu teknik dalam ideogram yang spesifik.

Sekitar tahun 1905-an barulah muncul penulisan karate yang dilakukan oleh Chomo Hanashiro. Dalam bukunya yang berjudul “Karate Shosu Hen” Hanashiro menggunakan dua huruf yang diucapkan “tode”. Namun huruf pertamanya juga bisa dibaca “kara”. Itulah sebabnya Hanashiro dianggap sebagai pelopor penulisan huruf kanji karate. Yang perlu diingat adalah meskipun huruf yang digunakan Hanashiro bermakna “Teknik Cina” atau “Dinasti T’ang”, tidak pernah ada huruf seperti itu di kamus Tiongkok saat itu.

Tiga tahun kemudian Yasutsune Itosu, sang Bapak Karate Okinawa, mengirim surat pada Menteri Pendidikan Jepang. Dalam surat yang bertajuk Tode Jukun itu Itosu juga menggunakan ideogram yang bermakna Cina yang berbeda dengan milik Hanashiro. Sehingga dapat disimpulkan jika saat itu masih belum ada standar penulisan yang baku untuk ideogram karate.

Beberapa tahun kemudian wacana perubahan ideogram karate kembali mengemuka. Tahun 1922 dalam bukunya yang berjudul “Ryukyu Kenpo: Tode” Gichin Funakoshi memakai ideogram yang hampir sama dengan yang pernah ditulis Hanashiro. Tapi milik Funakoshi berbeda pada salah satu hurufnya. Dan karena saat itu Funakoshi tengah berusaha mempopulerkan karate di Jepang, tindakannya itu memicu gelombang protes dari ahli karate Okinawa. Sehingga ada dua perbedaan penyebutan pada buku Funakoshi saat itu. Yang pertama adalah “Ryukyu Kenpo: Tode” sedang yang kedua adalah “Ryukyu Kenpo: Karate”.


Perdebatan ideogram karate terus berlanjut. Tahun 1929 Funakoshi dan murid-muridnya di Universitas Keio membicarakan perubahan ideogram karate. Dalam diskusi itu mereka setuju merubah ideogramnya menjadi bermakna “Tangan Kosong”. Selain demi meredakan protes, Funakoshi juga berencana merangkum semua artikelnya di surat kabar menjadi sebuah buku. Rencananya buku itu diberi judul “Karate-do Kyohan”. Setelah melalui konsensus, akhirnya disepakatilah penulisan ideogram karate seperti yang lazim terlihat saat ini.

Yang jelas, karate tidak lagi mengandung makna “tangan atau teknik Cina”, karena lebih filosofis. Mengikuti bela diri tradisional Jepang lainnya, Funakoshi juga menambahkan akhiran “do” yang berarti jalan. Istilah “do” juga kental dengan pengaruh Zen dan Budhisme. Dengan demikian, sejak saat itu karate lebih dari sekedar teknik bela diri untuk membunuh lawan (atau disebut karate-jutsu). Karate-do adalah seni bela diri yang mengajak praktisinya menempa fisik dan mental dengan kesempurnaan karakter sebagai tujuan akhir.

Setelah Funakoshi mempublikasikan ideogram karate-do yang baru, tahun 1936 para ahli karate Okinawa bertemu untuk membahas perubahan itu. Acara yang digagas Nakasone Genwa itu disponsori oleh Chofu Ota dari Ryukyu Shinpo, sebuah media surat kabar terkemuka di Okinawa. Meski ada yang bimbang, akhirnya mereka sepakat menerima perubahan itu. Alasannya adalah agar karate menjadi bela diri yang bebas dari unsur Cina dan bisa diterima lebih mudah di Jepang. Dan demikianlah, sejak tahun 1960 ideogram karate-do resmi distandarisasi seperti yang umum digunakan sekarang ini (Indoshotokan).

REVIEW GAME DOUJIN #4: TOUHOU HYAKKI KASSEN - KUNITORI DAI YUUGI

Sobat Indoshotokan pernah bermain Plants vs. Zombies? Game kasual yang menceritakan Dave, orang yang berjuang mempertahankan rumahnya dari serbuan mayat hidup dengan dibantu tanaman ajaibnya itu memang sangat populer. Tapi Indoshotokan kali ini tidak akan membahas Plants vs. Zombies, namun game Touhou dengan gameplay serupa yang berjudul Touhou Hyakki Kassen – Kunitori Dai Yuugi (berarti: Seratus Perang Ogre di Timur). Hmm.. judulnya panjang juga ya?

Tidak diketahui dari mana asalnya, tiba-tiba saja ratusan monster bermunculan di Gensokyo. Sebagai komandan perang, pemain harus mengatur unit-unit mereka yaitu para gadis Touhou dan mencegah agar para monster tidak menerobos ke benteng. Unit-unit dibuat dalam bentuk kartu dan di awal permainan hanya ada 3 kartu yang bisa diambil secara acak oleh pemain. Selanjutnya unit yang sudah dipilih bisa ditempatkan di kotak berukuran 5x5 dalam posisi bertahan atau menyerang.

Tiap unit mempunyai kelebihan dan kekurangan. Ada unit khusus menyerang jarak dekat (melee unit) dan ada pula yang bisa menyerang musuh dari kejauhan (ranged unit). Ada juga unit yang mempunyai efek magic tambahan. Tiap unit mempunyai health points dan akan semakin berkurang tiap kali terkena serangan. Jika health points habis, maka unit tersebut akan mati. Untungnya, pemain dapat menyembuhkan unit yang terluka. Saat pemain berhasil mengalahkan semua gelombang musuh, sebuah kartu baru dapat disimpan sebagai reward. Sangat mirip Plants vs. Zombies, bukan?

http://i.imgur.com/fewL86q.jpg

Bagian terbaiknya adalah pemain bisa membangun deck ala Yu-Gi-Oh! Setiap kali menyelesaikan sebuah stage, pemain juga akan diberikan point. Nah, point-point tadi bisa digunakan untuk membeli kartu. Tiap kartu mempunyai harga point yang berbeda, bergantung pada efek dan kekuatannya. Misalnya kartu Marisa berharga 3 point dan bukan 1 point seperti halnya kartu biasa lainnya. Jumlah kartu yang bisa dibawa pemain dalam sebuah stage akan dibatasi. Namun jumlah dan variasinya akan meningkat seiring dengan stage yang semakin sulit.
 
Permainan bergaya tower defense seperti ini memang sangat menyenangkan dan adiktif. Tapi bagi pemain yang enggan berpusing ria, mengkoleksi kartu dari permainan ini sepertinya bisa menjadi alternatif pilihan yang baik. Untuk musiknya cukup oke dan khas ala Touhou, sedangkan grafisnya game ini masih diatas Plants vs. Zombies. Sobat bisa mengunjungi situs developernya disini atau mendownload gamenya disini. (Indoshotokan)

RESENSI J-MOVIE: RUROUNI KENSHIN: DENSETSU NO SAIGO-HEN

Sebagai penutup dari trilogi versi live actionnya, para fans Kenshin Himura akan dimanjakan dengan Rurouni Kenshin: The Legend Ends (Jepang: Rurouni Kenshin - Densetsu no Saigo-hen). Sama dengan prekuelnya yaitu Kyoto Inferno, film ketiga ini dirilis lebih dulu di Jepang tanggal 13 September 2014 dan menyusul dengan Filipina seminggu sesudahnya. The Legend Ends adalah bagian kedua dari Chapter Kyoto untuk serial manganya, atau sesudah pertarungan Kenshin melawan Soujiro Seta. Dan seperti yang sudah diperkirakan, film ini berhasil meraup sukses dengan memuncaki box office Jepang hanya dalam waktu empat hari sejak peluncurannya. 







SINOPSIS
 

Untuk menghentikan ambisi Shishio Makoto yang ingin mengambil alih Jepang, Kenshin Himura akhirnya tiba di Kyoto. Kenshin bertarung dengan pasukan Shishio, tapi Shishio sudah menjalankan rencananya yaitu masuk ke Tokyo dengan armada perangnya. Lebih buruk lagi, Kaoru yang juga berada di Kyoto berhasil ditangkap oleh Shishio. Demi mengejar Kaoru yang dilempar ke laut oleh anak buah Shishio, Kenshin mengikutinya dengan harapan bisa menyelamatkannya. Sayangnya, upaya itu gagal karena Kenshin terombang-ambing di laut dan akhirnya diapun pingsan.


Dengan menghilangnya Kenshin dan Kaoru, suasana Kyoto terasa suram dan mencekam. Mereka yang berani melawan akan ditangkap dan dihukum mati hingga membuat para penduduk ketakutan. Kakek Okina juga terluka parah akibat pertarungannya dengan Aoshi Shinomori. Tidak ada lagi orang atau kekuatan yang mampu membendung Shishio. Dengan bebasnya Shishio dan pasukan Juppongatana menebar teror di pemerintahan yang baru.

Terdampar di pantai, Kenshin kemudian ditemukan oleh Seijuro Hiko yang tidak lain adalah gurunya sendiri. Saat siuman kembali Kenshin menyadari jika dia bukanlah tandingan untuk Shishio. Hanya ada satu jalan bagi Kenshin untuk mengalahkan Shishio, yaitu dia harus menguasai Amakakeru Ryu no Hirameki (Tangkisan Naga Terbang) yang merupakan jurus tertinggi dalam aliran Hiten Mitsurugi. Tapi menguasainya bukan perkara mudah karena hanya ada dua pilihan untuk pemakai jurus itu dan lawannya yaitu hidup atau mati. Seijuro Hiko adalah sedikit dari pewaris aliran Hiten Mitsurugi yang bertahan hidup dari ujian jurus itu, dan karena itu dia bergelar Seijuro Hiko ke XIII.


Sementara itu Shishio mengetahui jika Kenshin masih hidup. Dengan menggunakan kekuatan politiknya, Shishio menekan Pemerintah Meiji untuk menangkap dan mengadili Kenshin atas dosa-dosanya di masa lalu saat bekerja sebagai pembunuh. Dengan susah payah Kenshin akhirnya memang berhasil menguasai jurus terhebatnya, namun tugas berat sudah menunggu di depan mata. Menghadapi Shishio sebagai musuh yang pantas mati, sanggupkah Kenshin bertahan pada sumpahnya? Berhasilkah Kenshin menyelamatkan Jepang dari bahaya? Bisakah dia bertemu kembali dengan Kaoru yang dicintainya?


SEBUAH AKHIR YANG MANIS
 

Inti cerita dari The Legend Ends terletak pada dua poin; yaitu bagaimana Kenshin berjumpa dengan gurunya dan belajar Hiten Mitsurugi. Sedangkan poin kedua sudah pasti pertarungannya dengan Shishio. Setelah opening film, alur cerita akan flashback sekitar setengah jam pada masa kecil Kenshin yang aslinya bernama Shinta. Penampilan Seijuro Hiko yang minim di Tokyo Inferno agaknya terbayar di film ini. Selanjutnya hampir separuh dari film yang berdurasi 135 menit ini adalah pertarungan Kenshin di Tokyo hingga pengejarannya di benteng Shishio.

Dalam versi animenya Chapter Kyoto terdiri dari 35 episode. Chapter Kyoto juga menjadi episode yang serius dan nyaris tanpa humor segar khas ala anime Jepang. Episode yang panjang dan harus muat dalam dua live action membuat penonton harus menikmati alur cerita yang agak terburu-buru. Misalnya pertarungan Kenshin dengan anggota Juppongatana yang terkuat yaitu Soujiro Seta yang seharusnya seru dan menegangkan berlangsung lebih cepat. Selain itu anggota Juppongatana juga tidak banyak tampil di layar kecuali samurai buta Usui Uonuma yang melawan Hajime Saitou dan sang biksu Budha Anji Yukyuzan yang berduel dengan Sanosuke.


Bicara efek grafis, The Legend Ends mampu tampil apik. Contohnya ketika Shishio menggunakan pedangnya yang berbalut api. Sabetan pedang yang ditambah efek debu dan abu membuat suasana duel kian dramatis. Di animenya Kenshin tampil lincah saat mengeluarkan jurus-jurusnya, dan di film ini kehebatan Kenshin sepertinya tidak berkurang berkat penggunaan efek yang pas. Hasilnya, petarungan Kenshin dengan Aoshi dan Soujiro meski singkat tetap saja memorable.

Yah, segala yang baik memang harus ada akhirnya. Banyak fans mengira film ketiga Kenshin ini adalah penutup dari triloginya. Namun Keishi Ohtomo sebagai sutradara belum mengeluarkan pernyataan resminya. Wajar jika penggemar (termasuk saya juga) berharap ada sekuel yang lain. Apalagi di manganya ada Chapter Shimabara yang mengangkat Shogo Amakusa dengan jurus yang sama dengan Kenshin sebagai musuh tangguh. Berharap boleh saja, khan? Semoga saja! (Indoshotokan).

JALAN YANG DISEBUT DENGAN KARATE

Secara tradisional, seni bela diri (dalam Bahasa Jepang disebut budo) di Jepang sebagaimana tempat kelahirannya di Okinawa, dibuat sebagai cara untuk memperkuat dan membangun tubuh dan pikiran. Dari sana, karate mulai berkembang dan mendapat adopsi yang lebih luas. Dengan kata lain, seni bela diri Jepang dimulai dengan kata (bentuk) dan etika. Ambil saja contoh seni Jepang upacara minum teh dan merangkai bunga. Sementara tidak masalah minum teh atau merangkai bunga sesuka hatimu, lewat memperkenalkan dengan gaya dan etika yang sesuai, kedua seni ini di Jepang disebut dengan akhiran “do”, yang berarti arah atau jalan; sa-do (dibaca cara untuk minum teh) dan ka-do (cara untuk merangkai bunga).

Lewat kata dan etika, dua hal ini dikenal sebagai “sebuah jalan” (dalam karate). Sebuah jalan yang didalamnya diperlukan untuk memahami sifat manusia, merefleksikan diri sendiri dan membangun pikiran yang selaras dengan bumi lewat mencintai bunga-bunga, alam, dsb. Seni Jepang lain yang juga telah ditetapkan sebagai jalan adalah sho-do (cara menulis kaligrafi) dan ko-do (cara menyajikan wewangian).

Belajar seni-seni tersebut tanpa merangkul jalan yang menyertainya, belajar tanpa etika dan tata cara yang sesuai, akan menghasilkan karakter yang miskin pengetahuan. Atas dasar inilah Master Gichin Funakoshi dianggap sebagai Bapak Karate Moderen, sebagai orang yang menambahkan akhiran “do” pada karate hingga menjadi kata karate-do.

Sementara banyak atlet olah raga yang dianugerahi fisik yang kuat, karakter sebagian dari mereka masih dipertanyakan. Para atlet ini, diluar kekuatan fisiknya, tidak mematuhi pelatihan yang tepat yang sesuai dengan regulasi dan aturan olah raga mereka masing-masing. Mereka hanya berpikir untuk menang, untuk mengalahkan lawan mereka. Hanya karena satu tujuan ini dalam pikiran mereka, mereka mengesampingkan berlatih yang benar. Secara fisik mereka memang semakin kuat, sementara secara emosi mereka tidak berkembang. Keadaan seperti itu sangat berbahaya.

Hal yang penting untuk diingat adalah tanpa kerangka berpikir yang benar dan metode berlatih menurut sistem yang yang sudah ditentukan, ada resiko murid tadi akan menuju ke arah yang salah. Bergantung pada jenis olah raganya, individu dengan fisik yang kuat tapi dengan sikap yang kurang, akan menimbulkan masalah untuk mereka yang lebih lemah. Tidak perlu dikatakan lagi, jika orang seperti ini turun ke jalanan dan mencari masalah, maka bisa menjadi bencana.

Hal yang benar adalah, orang-orang yang mempunyai kekuatan untuk mengalahkan diri sendiri – mereka inilah yang disebut mempunyai kekuatan hati yang luar biasa –, bertarung dalam kompetisi menumbuhkan kepercayaan diri dan jiwa besar mereka, dan lebih jauh kebaikan pada orang lain. Orang seperti inilah yang benar-benar tangguh, yang merasa tidak perlu untuk menonjolkan atau memamerkan kekuatannya.           

Berlatih karate menghasilkan pribadi yang berbeda, cara berpikir yang fleksibel dan kemampuan yang lebih kreatif. Memperkuat perut bagian bawah akan mengembangkan kebebasan emosional yang lebih besar, memperlancar energi kehidupan dan lebih dalam sebagai seorang individu. Ada yang bilang jika anak muda jaman sekarang lebih mudah terpancing kemarahannya. Ini karena lemahnya kontrol kepada emosi di daerah perut. Saat merasa tidak puas, kemarahan dan keinginan memberontak muncul dan sulit dibendung oleh hara (admin: perut). Selanjutnya tidak butuh waktu lama bagi kemarahan untuk mendorong orang tadi pada masalah yang lebih besar. 

Namun demikian, dengan emosi yang lebih fleksibel, ketika rasa tidak puas muncul, adalah mudah bagi orang tersebut untuk “melebarkan” perutnya – dalam kondisi ini boleh dipahami sebagai mengontrol pikiran – untuk memberikan ruang yang lebih lega. Segera ketika hara melebar dan orang itu bisa menahan diri, maka akan menghilangkan resiko kemarahan yang tiba-tiba.

Dengan karakter berjiwa besar membuat seseorang mudah melihat gambaran yang lebih besar tanpa disibukkan pada hal yang tidak penting. Hal ini akan mendorong pada pola pikir yang lebih fleksibel. Ambil saja contoh seorang seniman. Jiwa besar memungkinkannya membuat sebuah karya seni yang kaya akan kreatifitas. Seniman Hoan Kosugi, seorang pelukis tinta (sebelumnya melukis dengan minyak) dianggap sebagai “seniman kaligrafi Jepang moderen terbaik”, juga belajar karate pada master Gichin Funakoshi. (Indoshotokan)     

Artikel ini dikutip dan diterjemahkan dari buku “Black Belt Karate - The Intensive Course” yang ditulis oleh Hirokazu Kanazawa dari bagian pendahuluan dengan judul aslinya “The Path That is Karate”. Editing dan alih bahasa oleh Bachtiar Effendi.

REVIEW GAME DOUJIN #3: SUWAKO-CHAN CUBIC

Indoshotokan baru saja mencoba sebuah game shooting alias tembak menembak bertema Touhou yang cukup unik dibanding genre sejenis. Suwako-chan Cubic, atau yang judul lengkapnya “Suwako-chan Cubic – The Third Dimension Included Shooting Game”, ini dirilis dalam even Comiket 82, 2012 lalu. Cerita dalam permainan juga sangat ringan dimana Suwako Moriya sedang bosan dan sang developer permainan ini memberinya tantangan danmaku alias hujan peluru.
  
Ok, langsung saja, gaya bermain dalam game ini sebetulnya terbilang klise. Cukup simpel, karena tujuan pemain adalah menembak apapun di layar, jangan sampai terkena peluru dan akhirnya kalahkan boss di akhir level. Permainan dijalankan dengan tiga tombol yaitu menembak, melompat dan bom. Menariknya, ada tombol tambahan untuk mengubah sudut pandang permainan. Ini adalah point penting karena banyak peluru yang tidak mungkin dilihat dari satu sisi saja. Jika ingin selamat dari hujan peluru yang gila-gilaan, maka rajinlah menekan tombol ini.
    

Untuk menolong pemain, ada dua jenis power-ups yang bisa dikumpulkan. Power merah akan menambah kekuatan menemabak Suwako, sedangkan power biru akan menambah skor. Jika pemain mengumpulkan power biru dalam jumlah tertentu, maka satu extra life akan diberikan. Bom berguna untuk menghancurkan semua peluru di layar dan sangat membantu Suwako dalam keadaan terjepit. Ada juga perisai yang membuat Suwako bisa bertahan jika terkena sekali serangan peluru. Perisai ini akan terisi perlahan-lahan setelah digunakan. Jika perisai belum penuh dan Suwako terkena peluru lagi, maka ia akan kehilangan satu nyawa.
 
Entah apakah sobat penggemar game shooting atau tidak, game ini sebetulnya menyenangkan dan layak dicoba. Walau masih Bahasa Jepang dan kecil kemungkinan akan ditranslasikan, menunya mudah dipahami dan bisa dimainkan tanpa terkendala bahasa. Sobat bisa mengunjungi situs resmi developernya disini, atau mendapatkan gamenya disini. Selamat menembak (Indoshotokan).

HIDETAKA NISHIYAMA - APAKAH KARATE ITU?

Arti harfiah dari dua huruf Jepang yang membentuk kata “karate” berarti tangan kosong. Hal ini tentu saja mengacu pada fakta bahwa karate berasal dari sebuah sistem pertahanan diri yang mengandalkan anggota tubuh tak bersenjata secara efektif dari praktisinya. Sistem ini terdiri dari teknik tangkisan, menggagalkan serangan dan membalas dengan pukulan, serangan dan tendangan. Seni karate moderen dikembangkan melalui rasionalisasi dan organisir secara menyeluruh dari teknik-teknik ini. Dan tiga aspek dari karate saat ini – untuk tujuan fisik, sebagai sebuah olah raga, dan sebagai bela diri – seluruhnya berasal dari dasar yang sama dari teknik-teknik tersebut.
     
Karate sebagai alat untuk membela diri mempunyai sejarah paling tua, kembali ke ratusan tahun sebelumnya, tapi baru beberapa tahun terakhir ini teknik yang telah diwariskan diteliti secara ilmiah dan prinsipnya berevolusi untuk membuat tubuh melakukan bermacam-macam gerakan yang yang efektif. Berlatih berdasarkan prinsip-prinsip ini dan pengetahuan cara kerja otot dan sendi dan hubungan vital antara gerakan dan keseimbangan, membuat murid yang belajar karate moderen akan lebih siap, baik secara fisik dan kejiwaan untuk mempertahankan diri sepenuhnya dari calon penyerang.

Sebagai seni untuk membentuk tubuh, karate nyaris tiada bandingannya. Karena karate sangat dinamis dan seimbang dalam menggunakan sebagian besar otot tubuh, karate memberikan latihan yang lengkap dan mengembangkan koordinasi dan kelincahan. Banyak gadis dan wanita dewasa di Jepang mengikuti karate karena selain berguna sebagai sebuah bela diri, karate baik untuk postur badan. Karate banyak dilatih oleh anak-anak dan orang dewasa untuk menjaga bentuk tubuh bagian atas, dan banyak sekolah yang mempromosikannya sebagai pelajaran jasmani bagi para pelajar.


Sebagai sebuah olah raga, sejarah karate masih relatif singkat. Namun demikian, peraturan kompetisi telah dirancang sedemikian rupa, dan sekarang memungkinkan menggelar pertandingan layaknya olah raga kompetisi lainnya. Karena teknik dan kecepatan yang bervariasi, dan memerlukan ketepatan waktu sepersekian detik, orang-orang yang berjiwa olah raga menunjukkan minatnya pada kompetisi karate, dan dengan indikasi itu berarti kompetisi karate akan terus berkembang popularitasnya.

Murid-murid karate di barat (non Jepang) bisa jadi akan tertarik jika mengetahui Japan Karate Association (JKA) menekankan pada aspek membentuk karakter, dimana menghargai lawan beserta sportivitas adalah prinsip utama. Panduan yang diajarkan JKA pada murid-muridnya dapat disimpulkan menjadi lima kata:
1.    Karakter
2.    Kejujuran
3.    Berusaha
4.    Etika
5.    Pengendalian diri  

Artikel (berikut foto) dikutip dan diterjemahkan dari buku “Karate – The Art of Empty Hand Fighting” yang ditulis oleh Hidetaka Nishiyama dari Bagian I dengan judul aslinya “What is Karate?”. Editing dan alih bahasa oleh Bachtiar Effendi.